Nilai Religiusitas dalam Puisi Idrus-Akhir Kata

1.      Idrus - Akhir Kata

Pada mulanya ialah bunyi
Lalu tercipta kata pertama
Untuk menyatakan terima kasih
Dari hati yang putih tak tercela

Setelah itu
Seperti benih tumbuhkan tunas
Bunga-bunga dan buahnya lebat sarat
Itulah kosa kata bahasa manusia
Dan dengan itu semua
Kulahirkan puisi
Kisah pengkhianatanku kepadamu
Dendang tentang cinta kita
Mabuk seribu malam
Dan doa-doa yang membumbung
Terbang ke langit
Seperti burung-burung putih kecil-kecil
Coba menggapai singgasanamu

Pada mulanya ialah bunyi
Dan akhirnya tak lain sunyi

Abdullah Idrus adalah sastrawan kelahiran Padang, 21 September 1921 yang tergolong produktif mengelurkan karyanya. Sejak duduk di bangku sekolah, memang sangat kentara bahwa ia sangat berminat dengan dunia sastra. Ia kerap membaca roman dan novel Eropa di perpustakaan sekolah. Pada usia yang tergolong muda, ia juga telah menulis beberapa cerpen.
Dalam salah satu karyanya yang berjudul “Akhir Kata” Idrus memaknai pada mulanya manusia diciptakan dengan hati yang suci atau hati manusia saat baru dilahirkan dalam keadaan bersih. Setelah itu manusia tumbuh berkembang, dalam proses ini tentu saja manusia sudah mengerti tentang baik dan buruk dan semestinya manusia akan melakukan hal yang demikian itu. Dalam puisi “Akhir Kata” kutipannya terdapat pada larik pertama sampai pada larik kesebelas.
Selanjutnya pada larik kedua belas sampai larik ketujuh belas mengenai permohonan ampunan atau bertaubat atas apa yang dilakukan. Seolah-olah doa yang diucapkan sampai singgahsana yang dimaksudkan adalah doanya didengar Tuhan. Pada larik kedelapan belas dan sembilan belas dimaknai bahwa setiap yang hidup atau yang lahir, melakukan hal baik dan buruk, kemudian bertaubat dan yang selanjutnya akan bertemu dengan ajal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, puisi “Akhir Kata” karya Idrus ini termasuk ke dalam sastra profetik yang transendental, yaitu pengalaman keseharian yang bersifat supralogis. 

No comments:

Post a Comment