Nilai Religiusitas dalam Puisi Sanusi Pane-Kembang Melati

Sanusi Pane - Kembang Melati


Aku menyusun kembang melati
Di bawah bintang tengah malam,
Buat menunjukkan betapa dalam
Cinta kasih memasuki hati.
Aku tidur menantikan pagi
Dan mimpi dalam bah’gia
Duduk bersanding dengan Dia
Di atas pelaminan dari pelangi
Aku bangun, tetapi mentari
Sudah tinggi di cakrawala
Dan pujaan sudah selesai
O Jiwa, yang menanti hari,
Sudah Hari datang bernyala,
Engkau bermimpi, termenung lalai. 

Sanusi Pane adalah salah seorang Sastrawan Indonesia angkatan 20-an. Dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, pada tanggal 14 Mei 1905 dan meninggal di Jakarta tanggal 2 Juni 1968. Setelah menamatkan H.I.K. Gunung Sari, lalu mengajar bahasa Melayu di sana waktu usianya baru 19 tahun.

Sanusi sangat tertarik kebudayaan dan mistik India dan Jawa, hal tersebut dapat dilihat dari sajak-sajak dan karangannya. Salah satu contoh pada puisi “Kembang Melati” misalnya. Pada larik ketujuh puisi di atas, dengan kutipan yaitu “Duduk bersanding dengan Dia,” Sanusi Pane mencoba menggambarkan tokoh aku tengah duduk bersanding dengan Dia yang menunjuk pada Tuhan. 

Dalam puisi tersebut tokoh aku tengah bersuka ria, dia menunggu pagi sambil menyusun kembang melati yang berarti kesucian yang sederhana. Lalu  dia berbahagia yang diibaratkan tengah duduk bersama Tuhan namun ternyata itu hanya mimpi dan dia terbangun saat hari sudah menjelang siang.

Hal tersebut menunjukkan bahwasannya puisi “Kembang Melati” termasuk dalam sastra profetik yang transendental karena pengalaman yang dipaparkan penulisnya ialah pengalaman transendental, seperti ekstase, kerinduan, dan persatuan mistikal dengan Yang Transenden. Pengalaman ini berada di atas pengalaman keseharian dan bersifat supralogis.


No comments:

Post a Comment