Apa kabar hati? Apa kau telah
menemukan tempat terdamaimu hingga kau tak ingin kembali?
Ah! Aku
lupa, bahwasanya dulu kau telah mengantarku pulang dengan selamat. Aku sungguh
berterima kasih untuk itu. Kau sudah memberikan keputusan yang sangat baik,
hingga aku enggan untuk kembali melanglang buana.
Aku juga
paham, bagaimana kau tak akan pernah tega membiarkanku terpenjara dalan ruang
kosong yang kau suguhkan dalam hari-hari sunyi disetiap waktunya. Kau juga tak
akan pernah membiarkan aku untuk mengasah keputusasaan yang kadang melanda.
Bahkan aku yakin bahwa kau tak akan
membuatku gamang dalam banyak hal. Kau seharusnya tahu, keputusanku untuk
pulang bukan karena aku membencimu atau karena kasih itu sudah hilang. Tetapi
aku pulang sebab lupa untuk jatuh cinta.
Hati,
seharusnya kau tahu bahwa ini menjadi semakin rumit saja. Aku masih menyimpan
segenggam benih yang dulu kau beri. Tapi aku tidak bisa membayangkan jika benih
itu tidak akan ada yang pernah menumbuhkan tunasnya dan membelah tanah di bawah
terik matahari. Aku salah telah menyimpannya terlalu lama. Seharusnya aku
langsung menanam benih itu setelah kau memberikannya. Sehingga mereka bisa
tumbuh dan tidak kopong seperti sekarang.
Aku
sungguh menyesal untuk itu. Karenanya tolong jangan kembali memberi benih yang
tak bisa kutanam. Rumahku memang tidak tandus. Tetapi aku takut, benih itu
kembali kopong. Namun ketakutan terbesarku adalah bahwa aku lupa bagaimana cara
menanamnya.