Teori Kepribadian Psikoanalisis-Sigmund Freud
Sigmund Freud (1856), seorang keturunan Yahudi, lahir di Austria dan meninggal dunia di London pada usia 83 tahun. Freud yang seorang neurolog, membangun gagasan tentang teori psikologi berdasarkan pengalaman menghadapi para pasien yang mengalami problem mental (Eagleton dalam Minderop, 2016:10).
Psikoanalisis ditemukan oleh Freud sekitar tahin 1890-an. Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia.
Terapi Freud terhadap pasien banyak menggunakan hipnotis melalui cara berdialog dengan pasien. Ketika melakukan cara pengobatan ini, Freud mengembangkan metode psikoanalisis yang intinya problem kejiwaan yang dialami para pasien ternyata berakar pada pengalaman masa kecil mereka juga terkait dengan masalah seksual.
Freud menemukan pengalaman masa kecil ternyata tidak selalu dapat ditangkap oleh ingatan secara sadar si individu (individual’s consciuos mind). Dengan sabar dan cermat, Freud menggali dan menganalisis problem pasien dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang menghasilkan: pengalaman masa kecil seseorang dapat memengaruhi kepribadian hingga dewasa (Eagleton dalam Minderop, 2016:11). Contoh, ketika Freud memiliki seorang pasien wanita yang mengalami kebutaan, setelah diterapi ternyata si wanita tersebut saat berusia 4 tahun pernah menyaksikan ibunya diperkosa oleh seseorang. Demikian pula dengan seorang pasien pria yang menderita kelumpuhan tangannya, terbukti disebabkan oleh pukulan si ayah sewaktu sang ayah mendapatkannya sedang melakukan masturbasi ketika berusia remaja.
Alam bawah sadar
Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind). Freud melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang sebagian besar berada di dalam, maksudnya di alam bawah sadar. Freud mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia dengan rapat menyimpannya di alam bawah sadar. Oleh karena itu, menurut Freud alam bawah sadar merupakan kunci memahami perilaku seseorang (Eagleton dalam Minderop, 2016:13).
Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri; dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari seperti: seorang gadis yang menyebut nama tunangannya dengan pemuda lain, mantan kekasihnya. Menurut Freud, kejadian ini disebabkan si gadis sesungguhnya tidak dapat melupakan mantan kekasih yang tersimpan di alam bawah sadar dan sesekali dapat muncul kembali.
Teori mimpi
Freud menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung. Freud berkesimpulan ada mimpi di balik sastra. Impian-impian khayal manusia tidak terlepas dari kebutuhan hidup manusia.
Freud juga percaya bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurutnya, mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari (Eagleton dalam Minderop, 2016:17). Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam alam mimpi taksadar.
Freud telah memberikan posisi penting pada mimpi dalam teori psikoanalisis dengan cara mendengarkan cerita para pasien tentang mimpi mereka. Dari metode ini terdapat persamaan-persamaan tertentu antara mimpi dan keadaan tidak sehat, misalnya keadaan psikosis halusinasi yang parah. Halusinasi timbul karena adanya suatu hasrat yang tidak bisa diwujudkan. Freud merasa yakin bahwa kondisi ini terjadi pula pada mimpi. Misalnya, anak-anak bermimpi sesuatu yang tidak didapatnya atau sangat diinginkannya ketika terjaga.
Mimpi mempunyai dua isi: isi manifes dan isi laten. Isi manifes adalah gambar-gambar yang diingat ketika terjaga, dan muncul ke dalam pikiran ketika mencoba mengingatnya. Isi laten yang oleh Freud disebut “pikiran-pikiran mimpi” ialah suatu yang tersembunyi (pikiran tersembunyi) (Milner dalam Minderop, 2016:18).
Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu. Selanjutnya Freud membahas pembagian psikisme manusia; id (terletak dibagian tak sadar) yang merupakan reservoir puisi dan menjadi sumber energi psikis. Ego (terletak diantara alam sadar dan alam tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan superego. Superego (terletak sebagian dibagian bawah sadar dan sebagian lagi dibagian tak sadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orangtua.
Freud mengibaratkan id sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana menteri, dan superego sebagai pendeta tertinggi. Id berlaku seperti penguasa absolut, harus dihormati, manja, sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri; apa yang diinginkannya harus segera terlaksana. Ego selaku perdana menteri yag diibaratkan memiliki tugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang terhubung dengan realitas dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Superego ibaratnya seorang pendeta yang selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan buruk harus mengingatkan si id yang rakus dan serakah bahwa pentingnya perilaku yang arif dan bijak. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar misalnya kebutuhan: makan, seks, menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berada dialam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan.
Bisa dibayangkan betapa mengerikan dan membahayakan seandainya diri kita terdiri dari id semata. Seorang anak yang berkembang, belajar bahwa ia tidak berperilaku sesukanya dan harus mengikuti aturan yang diterapkan orang tuanya. Seorang anak yang ingin memenuhi tuntutan dan keinginannya yang kuat dari suatu realitas, akan membentuk struktur kepribadian yang baru, yaitu ego. Ego terperangkap diantara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Seseorang penjahat, misalnya atau seorang yang hanya ingin memenuhi kepuasan diri sendiri, akan tertahan dan terhalang oleh realitas kehidupan yang dihadapi. Demikian pula dengan adanya individu yang memiliki implus-implus seksuals dan agresivitas yang tinggi misalnya; tentu saja nafsu-nafsu tersebut tak akan terpuaskan tanpa pengawasan. Demikianlah ego monolog manusia untuk mempertimbangkan apakah ia dapat memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya sendiri. Ego berada diantara alam sadar dan alam bawah sadar. Tugas ego memberikan tempat pada fungsi mental utama misalnya; penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Dengan alasan ini, ego merupakan pimpinan utama dalam kepribadian; layaknya seorang pimpinan perusahaan yang mampu mengambil keputusan rasional demi kemajuan perusahaan. Id dan ego tidak memiliki moralitas karena keduanya ini tidak mengenal nilai baik dan buruk.
Struktur yang ketiga ialah superego yang mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan buruk. Sebagaimana id, superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika implus seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral. Jelasnya sebagai berikut: misalnya ego seseorang ingin melakukan hubungan seks secara teratur agar karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak; tetapi id orang tersebut menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks memang nikmat. Kemudian superego timbul dan menengahi dengan anggapan merasa berdosa dengan melakukan hubungan seks.
Dinamika Kepribadian
Freud memandang manusia sebagai suatu sistem energi yang rumit karena pengaruh filsafat deterministik dan positivistik yang marak di abad ke-19. Menurut pendapatnya, energi manusia dapat dibedakan dari penggunanya, yaitu aktivitas fisik disebut energi fisik dan aktivitas psikis disebut energi psikis. Berdasarkan teori ini, Freud mengatakan energi fisik dapat diubah menjadi energi psikis. Id dengan naluri-nalurinya merupakan media atau jembatan dari energi fisik dengan kepribadian.
Naluri
Freud menggunakan alam bawah sadar untuk menerangkan pola tingkah laku manusia serta penyimpangan-penyimpangannya. Tesis Freud pertama ialah bahwa alam bawah sadar merupakan subsistem dinamis dalam jiwa manusia yang mengandung dorongan-dorongan naluri seksual yang berkaitan dengan gambaran-gambaran tertentu dimasa lalu (usia dini). Dorongan-dorongan itu menuntut pemenuhan, namun adanya budaya dan pendidikan (tuntutan norma kehidupan sosial) dorongan tersebut ditekan dan dipadamkan. Akan tetapi, dalam bentuk tersamar dorongan-dorongan itu terpenuhi melalui suatu pemuasan semu atau khayalan (fantasi).
Demikianlah impian ditafsirkan sebagai pemenuhan keinginan-keinginan yang tidak disadari. Keinginan yang terpendam itu tidak dapat menampilkan diri dalam bentuk yang sesungguhnya, lalu mengalami pengaruh beberapa mekanisme yang menyelimuti kenyataan misalnya kondensasi (beberapa lambang terbentur dalam satu lambang) dan penggeseran (arti yang sebenarnya hampir kenyap oleh bayangan sebuah gambaran yang berbeda atau tidak ada relevasinya). Dengan demikian, isi impian yang dialami dapat diterima oleh kesadaran. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa penelitian psikologi sastra sedapat mungkin mengungkap jiwa yang terpendam itu (Endraswara, 2008:72-73).
Menurut Freud, kekuatanid mengungkapkan tujuan hakiki kehidupan organisme individu. Hal ini tercakup dalam pemenuhan kepuasan. Id tidak mampu mewujudnyatakan tujuan mempertahankan kehidupan atau melindungi kondisi dari bahaya. Ini menjadi tugas ego, termasuk mencari cara memenuhi kebutuhan dan kepuasan. Superego mengendalikan keinginanan-keinginan tersebut. Menurut konsep Freud, naluri atau instink merupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Bentuk naluri menurut Freud adalah pengurangan tegangan, cirinya regresif dan bersifat konservatif (berupaya memelihara keseimbangan) dengan memperbaiki keadaan kekurangan. Proses naluri berulang-ulang (tenang, tegang, dan tenang)- repetition compulsion.
Macam-macam Naluri
Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam : eros atau naluri kehidupan dan destructiveinstinct atau naluri kematian. Naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego. Kata instinct (naluri) bagi Freud, pengertiannya bukan semata gambaran yang dirujuk oleh kata itu. Instinct bagi orang Perancis memunculkan pengertian kemahiran atau semacam penyesuaianbiologis bawaan. Misalnya, pada hewan yang memiliki naluri tertentu. Berhubung kata ini tidak mampu mencakup dunia manusia, maka Freud menggunakan istilah lain tang disebut pulsi. Pulsi seksual disebut libido; sedangkan pulsi non-seksual disebut alimentasi yang berhubungan dengan hasrat makn dan minum misalnya.
Pulsi seksual berada dalam bidang perversi yang objeknya adalah orang dari jenis kelamin yang sama, seperti homoseksualitas atau yang tujuan seksualnya secara oral atau anal seks. Pemujaan terhadap benda-benda (fetisisme) dapat menampilkan benda-benda pujaan pemuas seks dengan peran sebagai pengganti organ-organ genital. Kepuasan seksual dapat lahir dari cara sadisme (menyiksa orang yang disukai) dan mosokisme (orang yang mendapat siksaan).
Seorang neurotik, menurut Freud memiliki kecenderungan lebih besar dalam masalah penyimpangan seks; dan jika ha ini tidak dikekang dapat berkembang dengan bebasnya. Penderita neurosius adalah orang yang merasa malu, muak dan bersalah secara tidak sadar menghalanginya menjadi pelaku seksual menyimpang. Pengimpangan seksual yang paling umum yang dikekang dan menimbulkan neurosis adalah homoseksualitas. Kita semua penderita histeria dan kita semua dapat dikatakan tidak bisa lepas dari perversi yang memang merupakan bawaan. Jika perversi merupakan bawaan, maka hadir semenjak masa kanak-kanak, yaitu kehidupan seksual infantil. Dengan demikian, yang penting bagaimana membawa kehidupan seksual infantil menjadi efektif- menjadi normal dan bukan neurosis.
Naluri Kematian dan Keinginan Mati
Freud meyakini bahwa perilaku manusia dilandasi oleh dua enerji mendasar yaitu, pertama naluri kehidupan yang dimanifestasikan dalam perilaku seksual, menunjang kehidupan serta pertumbuhan. Kedua naluri kematian yang mendasari tindakan agresif dan destruktif. Kedua naluri ini walaupun berada di alam bawah sadar menjadi kekuatan motivasi (Hilgard et al., 1975: 303dan 334). Naluri kematian dapar menjerumus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri atau bersikap agresif terhadap orang lain (Hilgard et al., 1975: 335).
Keinginan mati bisa ditimbulkan oleh misalnya, kebebasan seseorang yang terhalang karena harus merawat orang cacat. Dalam kondisi demikian, secara tidak sadar ia ingin lepas dari beban ini dengan harapan agar si penderita ini segera meninggal dunia. Sebaliknya, ia tidak setuju dengan keinginannnya itu karena bertentangan dengan kesetiannya terhadap si sakit. Ia sebetulnya menyangkal keinginan tersebut karena hakikat kehidupan itu sendiri, namun tanpa disadarinya ia kerap melantunkan lagu-lagu pengiring kematian. Dalam hal ini terjadi pertentangan antara keinginan untuk bebas dengan adanya kematian dengan perasaan sebaliknya karena ia merasa khawatir bahwa keinginan tersebut dapat mengancam dirinya (Hilgard et al., 1975: 499).
Kecemasan (Anxitas)
Situasi apapun yang mengancam kenyamanan suatuorganisme diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan bentuk rustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas. Kondis ini diikuti oleh perasaan tidak nyaman yang dicirikan dengan istilah khawatir, takut, tidak berguna yang dapat kita rasakan melalui berbagai level (Hilgardet al., 1975;440). Freud mengedepankan pentingnya anxitas, ia membedakan antara obejective anxitiety (kecemasan objektif) dan neurotic anxiety (kecemasan neurotik).
Kecemasan objektif merupakan respon srealistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam suatu lingkungan (menurut Freud kondisi ini sama engan rasa takut). Kecemasan neurotic berasal dari konflik alam bawah sadar dalam diri individu; karena orang tersebut tidak menyadari alas an dari kecemasan tersebut (Hilgardet al., 1975;441).
Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antar pulsi(umumnya seksual dan agresif) dan pertahanan dari ego dans uperego. Kebanyakan dari pulis tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan bilai-nilai personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Misalnya, perasaan tidak senang seorang anak kepada orang tuanya yang bertentangan dengan keharusan anak mencintai orang tuanya. Mengakui perasaan sesungguhnya akan mengakibatkan kecemasan bagi si anak karena akan menghancurkan konsep diri sebagi anak baik dan mengancam posisinya karena akan kehilangan kasih saying dan dukungan orang tuanya. Ketikaiamarahkepada orang tuanya, kecemasanakantimbulsebagai tandabahaya. Oleh karena itu, ia harus melakukan maneuver melalui mekanisme pertahanan.
Mekanisme Pertahanan Konflik
Mekanisme pertahanan terjadi karena adanya dorongan atau perasaan beralih untuk mencari objek pengganti. Misalnya, implus agresif yang ditujukan kepada pihak lain yang dianggap aman untuk diserang.
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas: mekanisme ini melindunginya dari ancama-ancaman eksternal atau adanya implus-implus yang timbul dari anxitas internal dengan mendistorsi realitas dengan berbagai cara (Hilgard, et al., 1975:442). Pertahanan yang paling primitive dari ancaman-ancaman dari luar adalah ialah denial of reality (penolakan realitas) –ketika si individu mencoba menolak realitas yang mengganggu dengan penolakan mengakuinya.
Dalam hal mekanisme pertahanan ego terdapat beberapa pokok yang perlu diperhatikan. Pertama mekanisme pertahanan merupakan konstruk psikologis berdasarkan observasi terhadap perilaku individu. Pada umumnya, mekanisme didukung oleh bukti-bukti eksperimen, tetapi adapula yang tidak berdasarkan verivikasi ilmiah. Kedua, menyatakan bahwa perilaku seseorang (misalnya, proyeksi, rationalisasi, atau represi) membutuhkan informasi deskriptif yang bukan penjelasan tentang perilaku. Hal penting ialah memahami mengapa seseorang bersandar pada mekanisme ketika ia bergumul dengan masalah. Ketiga, semua mekanisme dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari orang normal. Dalam kehidupan modern manusia berupaya meningkatkan pemuas kehidupan dan oleh karenanya dibutuhkan penyesuaian diri; bila mekanisme menjadi keutamaan dalam penyelesaian masalah maka ada indikasi si individu tidak mampu menyesuaikan diri.
Dalam teori kepribadian mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang. mekanisme pertahanan ini tidak mencerminkan kepribadian secara umum, tetapi juga – dalam pengertian penting –dapat memengaruhi perkembangan kepribadian. Kegagalan mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahannya bisa berakibat pada kelainan mental. Selanjutnya, kualitas kelainan mental tersebut dapat mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik.
Bagaimana cara ego mengatasi konflik antara tuntutannya dengan realitas, keinginan-keinginan dari id yang ditahan superego? Menurut pandangan Freud, keinginan-keinginan yang saling bertentangan dari struktur kepribadian menghasilkan anxitas. Misalnya, ketika ego menahan keinginan mencapai kenikmatan dari id, anxitas dari dalam terasa. Hal ini menyebar dan mengakibatkan kondisi tidak nyaman ketika ego merasakan bahwa id dapat menyebabkan gangguan terhadap individu. Anxitas mewaspadai ego untuk mngatasi konflik tersebut melalui mekanisme pertahanan ego, melindungi ego seraya mengurangi anxitas yang diproduksi oleh konflik tersebut (santrock, 1988:438)
Represi (Repression)
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan luas adalah antara lain, represi (repression): Freud himself said that the concepts of unconscious mental activity, repression, resistence and transference were the fundamental pillars of psychoanalysis (Clark, 1997:44). Tugas represi ialah mendorong keluar impuls-impuls id yang tak diterima, dari alarm sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Represi merupakan fondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego. Tujuan dari semua mekanisme pertahanan ego adalah untuk menekankan (repress) atau mendorong impuls-impuls yang mengancam agar keluar dari alam bawah sadar. Menurut Freud, pegalaman masa kecil seseorang, yang diyakini banyak pakar, bersumber dari dorongan seks, sangat mengancam konfliktual untuk diatasi secara sadar oleh manusia. Oleh karenanya, manusia mengurangi anxitas dari konflik tersebut mellaui mekanisme pertahanan ego represi.
Mekanisme represi pada awalnya diajukan oleh Sigmund Freud yang kerap masuk ke ranah teori psikoanalisis. Represi sebagai upaya menghindari perasaan anxitas. Sebagai akibat represi, si individu tidak menyadari impuls yang menyebabkan anxitas serta tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatik di masa lalu. Seseorang yang mengalami implus homoseksual, melalui represi tidak menyadari kondisi tersebut.
Sublimasi
Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. Misalnya, seorang individu memiliki dorongan seksual yang tinggi, lalu ia mengalihkan perasaan tidak nyaman ini ke tindakan-tindakan yang dapat diterima secara sosial dengan menjadi seorang artis pelukis tubuh model tanpa busana.
Proyeksi
Semua orang kerap menghadapi situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat diterima dengan melimpahkannya dengan alasan lain. Misalnya, kita harus bersikap kritis atau kasar terhadap orang lain, sebenarnya hal ini disadari bahwa sikap yang dilakukan ini tidak pantas, namun sikap yang dilakuan tersebut, diberi alasan bahwa orang tersebut memang layak menerimanya. Sikap ini dilakukan agar nampak lebih baik. Mekanisme yang tidak disadari yang melindungi seseorang dari pengakuan terhadap kondisi tersebut dinamakan proyeksi (Hilgard, et al., 1975:443-444)
Pengalihan (Displacement)
Pengalihan adalah perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek lainnya yang lebih memungkinkan. Misal, adanya impuls-impuls agresif yang dapat digantikan, sebagai kambing hitam, terhadap orang (atau objek lainnya) yang mana objek-objek tersebut bukan sebagai sumber frustasi namun lebih aman dijadikan sebagai sasaran.
Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi memiliki dua tujuan: pertama, untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan; dan kedua, memberikan motif yang dapat diterima atas perilaku (Hilgard, et al., 1957:443-444).
Contoh-contoh rasionalisasi; Pertama, rasa suka atau tidak suka sebagai alasan: seorang gadis yang tidak diundang ke sebuah pesta tersebut,. Kedua, menyalahkan orang lain atau lingkungan sebagai alasan: seseorang yang terlambat karena tertidur akan menyalahkan oranglain yang tidak membangunkannya; atau mengatakan kelelahan karena terlalu sibuk sehingga terlelap. Seharusnya ia dapat bangun dengan memasang waker sebelumnya. Ketiga, kepentingan sebagai alasan; seseorang membeli mobil model baru dengan alasan mobil yang lama membuthkan banyak biaya reparasi (Hilgard, et al., 1957;443-444)
Rasionalisasi terjadi apabila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pengganti dengan tujuan pembenaran. Contohnya, seorang siswa yang sedaang belajar keras menghadapi ujian esok hari, tiba-tiba dihubungi temannya untuk sebuah pesta yang dihadiri oleh gadis yang dicintai oleh siswa tersebut. Dalam hal ini motif nyata si siswa tersebut adalah harus pergi ke pesta, bersenang-senang dan bertemu dengan gadis pujaannya. Namun, suara hatinya mengatakan kalau alasannya demikian, seharusnya ia tetap tinggal dirumah dan belajar. Selanjutnya, ego siswa tersebut mengatakan bahwa ia harus mencari motif pengganti, yaitu: selama ini ia terlalu rajin belajar, ia perlu sedikit rekreasi agar dapat menghasilkan nilai bagus dalam ujian. Rasionalisasi ini lebih dapat diterima daripada alasan ke pesta hanya untuk bersenang-senang dan bertemu dengan sang gadis.
Reaksi Formasi (Reaction Formation)
Represi akibat impuls anxitas kerap kali diikuti oleh kecenderungan yang berlawanan yang bertolak belakang dengan tendensi yang ditekan : reaksi formasi.misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif ketakutan.
Regresi
Terdapat dua interpretasi mengenai regresi. Pertama, regresi yang disebut retrogressif behavior yaitu, perilaku seseorang yang mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar memperoleh rasa aman dan perhatian orang lain. Kedua, regresi yang disebut primitivation ketika seorang dewasa bersikap sebagai orang yang tidak berbudaya dan kehilangan kontrol sehingga tidak sungkan-sungkan berkelahi (Hilgard et al., 1975:439)
Agresi dan Apatis
Perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada pengrusakan dan penyerangan. Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan (direct aggression dan displaced aggression). Agresi langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi. Agresi yang dialihkan adalah apabila seseoraang mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Si pelaku tidak tahu kemana ia harus menyerang; sedangkan ia sangat marah dan membutuhkan sesuatu untuk pelampiasan. Penyerangan kadang-kadang tertuju kepada orang yang tidak bersalah atau mencari “kambng hitam” (Hilgard et al., 1975:436). Apatis adalah bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi.
Fantasi dan Stereotype
Ketika menghadapi masalah yang demikian bertumpuk, kadang kala mencari “solusi” dengan masuk ke dunia khayal, solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Contoh orang yang sedang lapar membayangkan makanan yang lezat dengan mengumpulkan potongan gambar berbagai hidangan. Stereotype memperlihatkan perilaku pengulangan terus-menerus, individu selalu mengulangi perbuatan yang tidak bermanfaat dan tampak aneh (Hilgard et al., 1975:438).
Klasifikasi Emosi
Kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar. Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkan dan menngakibatkan meningkat ketegangan (Krech, 1974:471). Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah timbulnya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran objek kebencian. Perasaan benci bukan sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi/enggan yang dampaknya ingin menghndar dan tidak bermaksut menghancurkan. Sebaliknya perasaan benci selalu melekat di diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkan (Krech, 1974:479).
Konsep Rasa Bersalah
Rasa bersalah bisa disebabkan oleh adanya konflik antara ekspresi implus dan standar moral. Seks dan agresi merupakan dua wilayah yang selalu menimbulkan konflik yang dihadapkan pada standar moral. Pelanggaran terhadap standar moral itulah yang menimbulkan rasa bersalah (Hilgard et al., 1975:434). Rasa bersalah juga dapat disebabkan karena perilaku neurotic, yakni ketika individu tidak mampu mengatasi problem hidup (Hilgard et al., 1975:457). Perasaan bersalah muncul ketika ada presepsi perilaku seseorang yang bertentangan dengan nilai-nilai moral atau etika yang dibutuhkan oleh suatu kondisi.
Rasa Bersalah yang Dipendam
Dalam permasalahan rasa bersalah, seseorang cenderung merasa bersalah dengan cara memendam dalam dirinya sendiri (Krech, et al., 1974:476-477).
Menghukum Diri Sendiri
Perasaan bersalah yang paling mengganggu ialah menghukum diri sendiri. Rasa bersalah semacam ini memiliki implikasi terhadap berkembangnya gangguan-gangguan kepribadian, misalnya seperti mental dan psikoterapi (Krech, et al., 1974:476-477).
Rasa Malu
Rasa malu berbeda dengan rasa bersalah. Timbulnya rasa malu tanpa terkai dengan rasa bersalah. Contohnya, ketika seseorang salah memakai garpu dan sendok saat acara makan malam bersama secara formal. Orang tersebut tidak merasa bersalah, namun ia merasa malu karena merasa dirinya melakukan hal bodoh dan kurang bergengsi di hadapan orang lain (Krech, 1974:477).
Kesedihan
Kesedihan atau dukacita berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang penting dalam hidup seseorang. Intensitas kesedihan juga bergantung pada nilai seseorang. Biasanya kesedihan yang teramat dalam ketika kehilangan orang yang dicintai. Contohnya adalah keluarga atau kerabat meninggal. Kesedihaan yang mendalam juga dapat diakibatkan karena kehilangan milik atau sesuatu yang beharga, yang apada akhirnya menimbiulkan rasa kecewa atau penyesalan . contohnya ialah seseorang yang putus dengan kekasihnya. Prkes (1965) menemukan sebuah buku yang menyebutkan bahwa kesedihan yang berlarut-larut dapat menyebabkan depresi dan putus asa yang menjerumus pada kecemasan. Akibat dari kecemasan tersebut dapat menimbulkan insomnia, tidak memiliki nafsu makan, timbul perasaan jengkel pada diri sendiri atau orang lain, dan juga menjadi pemarah.
Kebencian
Kebencian atau perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu dan iri hati. Ciri khas yang menanda perasaan benci adalah timbulnya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian. Perasan benci bukan sekedar timbulnya perasaan tidak suka atau aversi/enggan yang dampaknya ingin menghindar dan tidak bermaksud menghancurkan. Sebaliknya perasaan benci selalu melekat di dalam diri seseorang dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas (Krech, et al. 1974:479)
Cinta
Gairah cinta dari cinta romantis tergantung pada individu dan objek cinta/adanya nafsu dan keinginan untuk bersama-sama. Gairah seksual yang kuat kerap timbul dari perassan cinta. Menurut kajian cinta romantis, cinta dan suka pada dasarnya sama. Mengenai cinta seorang anak kepada ibunya didasari kebutuhan perlindungan, demikian pula cinta ibu kepada anak adanya keinginan melindungi (Krech et al, 1974:477).
Pengalaman cinta bervariasi dalam beberapa bentuk; intensitas pengalaman pun memiliki rentang dari yang terlembut sampai yang amat mendalam, derajat tensi dari rasa sayang yang paling tenang sampai pada gelora nafsu yang kasar dan agitatif. Jika demikian esensi adalah perasaan perasaan tertarik pada pihak lain dengan harapan sebaliknya. Cinta dikuti oleh perasaan setia dan sayang. Ada yang berpendapat bahwa cinta tidak mementingkan diri sendiri, bila tidak demikian berarti bukan cinta sejati. Terdapat pula cinta yang disebut selfish, misalnya cinta seorang ibu yang sangat menuntut dan posesif terhadap anak perempuannya. Berdasarkan analisis terhadap kisah cinta Romeo dan Juliet, Driscoll, Davis dan Lipetz (1972) menemukan bahwa intervensi orang tua yang sangat kental dalam percintaan anak-anak dari awal akan mempertebal rasa saling mencinta pasangan kekasih tersebut, maksudnya hubungan cinta yang dihalang-halangi akan mempertebal perasaan mereka yang bercinta.
Teori Seksualitas
Banyak orang yang memahami seksualitas berkaitan semata pada masalah alat-alat reproduksi. Bagi freud, masalah seksualitas lebih jauh,luas dan lebih awal usianya daripada sekedar seksualitas genetikal. Ketika freud membahas masalah ini, banyak sanggahan yang ia terima. Sanggahan pertama adalah masalah moral, karena penyanggah menganggap tidak mungkin anak-anak yang demikian suci memiliki kehidupan seksual degan kecenderungan perversi. Sanggahan kedua yaitu masalah ilmiah, yakni sampai sejauh ini tidak ada penelitian ilmiah yang membahas seksualitas anak-anak.
Freud membedakan tiga periode kehidupan seksual infantile. Pertama periode kegiatan seksual awal. Menurutnya pulsi seksual bersumber pada rangsangan yang datang dari bagian-bagian tubuh tertentu (daerah orogen). Pada ank-anak kepuaan seksual terpuasat pada daerah pencernaan, selanjutnya pada organ genital.
Narsisme
Konsep ini menganggap bahwa diri kita sebagia objek cinta secara menyeluruh. Misalnya seorang anak yang mengosongkan atau menahan isi perutnya untuk memperoleh kesenangan dari orang yang mengasuhnya.
Ekshibisionisme
Anak-anak sering kali mencari objek seksualitasnya kepada orang lain dengan cara mengintip atau memperlihatkan (Ekshibisionisme). contohnya dengan pulsi kekejaman anak yang misalnya saja menyiksa binatang maupun teman sebaya.
Singkatnya, periode awal kegiatan seksual anak didominasi oleh oto-erotisme, yaitiu menemukan kesenangan melalui daerah erogen. Konsekuensinya seksualitas pada tahap ini lepas dari pemilihan objek yang memadahi. Kemudian dilanjutkan yaitu periode laten (periode waktu seksualitas masih tersembunyi) berlangsung sejak anak berusia empat tahun sampai masa pubertas. Periode pubertas adalah masa kepuasan seksual terhambat pada cara kerja organ genital. Pada periode ini terbentuk hubungan yang memperlihatkan kasih sayng antara anak-anak dan orang-orang di dekatnya.
Daftar Pustaka:
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.
Minderop, Albertine. (2016). Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
No comments:
Post a Comment