#part3
Andaikan
aku bisa memutar waktu. Aku ingin kembali kemasa-masa dulu, di mana kita selalu
bersama. Do Chi San dan Wo Yong Sul, yang selalu membuatku “Happy Ending”.
Sore
ini hujan turun begitu derasnya. Aku
tidak mengerti apakah akan segera berakhir? Tapi ... aku berpikir lebih baik
seperti ini, sehingga bisa bernostalgia dan kembali merangkainya, merangkai
kenangan-kenangan yang pernah kita lalui bersama.
Hal pertama yang ingin aku sampaikan. Tak terasa sudah
hampir dua tahun kita berpisah. Aku sungguh tak pernah menyangka semua ini akan
terjadi dan ... mengarunginya tanpa bersama kalian berdua. Sebenarnya aku
sangat berharap, bisa menikmati setiap detik manis pahitnya kehidupan seperti
dulu. Tapi aku juga menyadari sesuatu, bahwa semua itu tidak dapat lagi kita
rasakan–seutuhnya.
Saat aku tengah bernostalgia seperti saat ini, aku merasa
ada sesuatu yang hilang dari raga. Aku tidak mengerti kenapa bisa merasakannya. Yang jelas, aku tengah
membutuhkan kehadiran kalian, yang selalu membuat tersenyum tanpa sebab, yang
selalu membuat tertawa tanpa sebab, dan selalu membuatku bersedih tanpa sebab.
Ya ... aku benar-benar merasa kehilangan semua itu akhir-akhir ini. Benar-benar
kehilangannya. Ukiran kalimat ini meninggalkan jejak di buku harian Ulfa.
7 bulan yang lalu...
Saat itu terlihat Ulfa tengah bermain-main dengan
ponselnya. Seperti biasa, dia selalu melihat berita tentang Korea dari balik
layar itu. Ya, dia tengah membuka jejaring sosialnya. Dan betapa terkejutnya,
saat mengetahui berita hangat yang bisa membuat hati berbunga-bunga. Boy-band
terkenal Korea akan mengunjungi Indonesia dalam waktu dekat ini.
“Wahh... mereka akan mengadakan konser live” tukasnya
sambil terus membaca artikel itu dengan seksama. Sebelum membaca tuntas artikel
itu, tiba-tiba pesan di jejaring sosialnya berdenting.
“Hei! Ulfa apa kamu tahu, tanggal 23 Agustus bulan besok
Super Junior akan ke Indonesia. Hah, aku tidak menyangka, bahkan di tayangkan
live. Aku begitu bahagia, tapi sayangnya aku harus berangkat sebelum konser itu
terlaksana.” Ulfa hanya bisa membacanya dengan tersenyum, tapi ... ada sedikit
yang mengganjal yang membuat senyumnya memudar.
“Aku juga senang dengan adanya berita itu. Haisss...
sayangnya kamu tidak bisa menonton Kyuhyun Oppa idolamu. Aku punya solusi.
Bagaimana kalau kamu bawa televisi saja dari sini? Kan enak tuh, tanggal 23
kamu bisa melihat mereka tampil,” canda Ulfa saat membalas pesan itu yang
ternyata dari Lida.
“Iya bisa. Tapi aku sampai sana, di bawa lagi oleh ayah
ke sini.” Ulfa benar-benar tak bisa menahan tawanya saat membaca balasan pesan
dari Lida itu, dan percakapan mereka hanya bisa sampai di sini.
Santri ini sudah pulang
beberapa hari sebelum menjelangnya Hari Raya Idul Fitri. Ya ... waktu
itu sekitar, hah! Yang jelas pada waktu itulah, sekitar bulan juni dia kembali.
Waktu itu kami bertiga masih sempat pergi bersama, menghadiri pisah kenang
sekolah dasar kami yang tak begitu jauh dari komplek rumah.
Saat itu kami berkumpul, bukan bertiga. Tapi ada tambahan
anak-anak K- pop lainnya yang juga alumni dari sekolah kami. Lama tidak bertemu
membuatku semakin was-was. Ya, aku selalu melihat gerak-geriknya. Yang ternyata
meskipun dia sudah resmi menjadi santri dia tidak berubah. Bukan dia yang aku
maksud, tapi tangannya masih tetap agresif, tangan itu akan hinggap sesaat
alias mudah nyeplos, jika ada yang membuatnya kesal, walaupun itu hanya sebuah
candaan.
Tapi hatiku semakin tertawa terbahak-bahak. Aku sungguh
tidak bisa menahannya. Karena baru pertama kali ini ada seorang santri yang
menanyakan lagu terbaru K-pop. Dia seorang K-pop santri sejati dan dia sahabat
terunik yang pernah aku temui. Dan aku yakin, hanya persahabatan ini yang
paling unik. Dari persahabatan lainnya yang ada di seluruh dunia, kata hati
Ulfa sambil menutup jejaring sosialnya.
Bukan itu saja, kata hati Ulfa kembali tak bergeming.
Waktu itu tanpa sengaja aku mendapati adik kelasku bermain badminton di tempat
yang tak seharusnya. Mereka bermain di bawah pohon mangga yang besar berjarak
seratus atau dua ratus meter dari jarak pandangku yang duduk santai di bangku
depan kelas bersama ketiga teman akrabku. Sambil melepas lelah setelah jam
olahraga, akhirnya aku dan teman-teman memutuskan untuk rehat dan
berbincang-bincang di sana.
Aku terus memandang mereka bermain dengan tertawa, bahkan
beberapa waktu berlalu sensei–guru juga ikut bermain. Aku juga ikut tertawa
saat salah satu dari mereka tidak bisa menangkis kok dengan benar. Tapi
ternyata, aku bukan tertawa karena melihat sensei bermain dengan ketiga adik
kelas itu. Tapi aku tertawa saat tiba-tiba
aku terhanyut kembali ke dalam
kenangan bersama Lida.
Waktu itu aku masih belum yakin apa itu yang di namakan
arti sebuah persahabatan. Karena itu, aku juga tidak yakin apa kenangan itu
bisa membuat kenangan indah setelah dewasa nanti. Inilah pemikiranku waktu
masih duduk di bangku sekolah dasar. Sayangnya, pemikiran itu sedikit demi
sedikit menjadi kenyataan. Meskipun belum terlalu dewasa, ternyata kenangan itu
benar-benar indah.
Liburan akhir pekanku, biasanya dihabiskan dengan bermain
bersama teman daerah rumah. Tapi saat itu, aku punya rencana lain. Yup, ada
janji dengan Lida untuk bermain badminton pukul enam pagi. Akhir-akhir ini kami
serasa dihantui oleh badminton, karena hawanya semakin menjadi-jadi di daerah
kami.
Hari-hari yang ditunggu-tunggu telah menjelang. Kami
berdua sedang mencari tempat yang pas untuk bermain badminton.
“Bagaimana kalau di depan halaman rumahmu?” tanya Ulfa
sambil sibuk memainkan raketnya.
“Jangan. Kamu tahu sendiri kan adikku seperti apa,” sergah Lida sambil
memasang wajah bingung.
“Terus? Kita akan bermain di mana? Sayang jika batal. Aku
sudah menyiapkan minuman ekstra untuk kita nanti” tanya Ulfa sambil memandang
botol penuh itu dari jemarinya, begitu juga dengan Lida.
“Ah... aku punya ide. Gimana kalau kita bermain di
halaman masjid?” tukasnya sumringah.
“Ide bagus, ayo.”
Sambil melakukan pemanasan, keduanya menegak sekali
minuman yang tadi dibawa. Karena hari sebelumnya, mereka sudah menyiapkan
minuman itu, yaitu minuman andalan ekstrajos. Sebenarnya Ulfa juga tidak tahu
apa alasan keduanya membeli minuman kemasan itu. Mungkin karena
sering nonton televisi yang waktu penayangan Olimpiade Bad nimton Asean para
pemainnya meneguk minuman sejenisnya. Dan keduanya, ingin merasakan apa yang
atlet itu lakukan. Atau mungkin karena pengaruh iklan? Mereka ingin seperti
Taufik Hidayat, Liliana Natsir, Simon Santoso atau Ahmad, melakukan pukulan
yang menajubkan, mungkin itu alasannya.
Setelah
dipikir-pikir, meminum minuman yang mereka bawa itu permainan yang dilakukan
begitu sangat lancar. Pukul, pukul, pukul! mereka saling memukul satu sama lain
dalam waktu yang panjang. Sampai-sampai keduanya tidak kuat dan entah mengapa
keduanya tiba-tiba tertawa. Sungguh, mereka tertawa lepas dalam permainan ini.
“Tunggu,
tunggu, biarkan aku tertawa sebentar,” tukas Ulfa sambil memegangi perutnya
yang sakit sambil duduk berselonjor di atas paving bersegi enam itu. Diikuti
oleh Lida sambil berhadap-hadapan. Keduanya benar-benar tak henti-hentinya
tertawa dan tak ingin berhenti tertawa.
Selang
beberapa menit. Mentari telah berdiri cukup tinggi dan keduanya juga sudah berhenti tertawa,
tapi kelihatannya mereka masih terlihat lelah. Karena itu mereka tidak langsung
pulang tapi masih mengobrol di tempat itu.
“Aku
tidak menyangka dapat bermain dengan lihai–tadi. Aku rasa itu berkat minuman
yang kita bawa, ekstrajos. Hah...” tukas Lida sambil menatap langit pagi.
Sedangkan Ulfa hanya menggangguk tersenyum dan mengikuti arah pandang Lida yang
misterius itu. Bukan masalah ekstrajos dan bukan karena ekstrajos. Tapi karena
percaya, bahwa kita dapat melakukannya, itu kuncinya. Teriak hati Ulfa yang tak
bergeming sambil memandang langit itu dengan seksama. Kepercayaan, lanjutnya
sambil memejamkan matanya perlahan.
Ulfa hanya bisa tersenyum mengenang kenangan itu sambil
merebahkan diri di atas ranjangnya. Dia sejenak berpikir, apakah kelak dia
dapat menciptakannya lagi? Apa dia bisa melukisnya lagi? Tapi untuk saat ini
dia tidak mau banyak berpikir. Karena matanya telah mengajaknya ke sebuah mimpi
indah dalam khayalnya.
3 minggu sebelum 23 Agustus...
Kabar keberangkatan Lida ke pesantren saat itu juga
didengar oleh Ulfa yang sedang berada di luar kota. Dia tahu saat membuka
jejaring sosial. Dia melihat kiriman dari Lida yang tengah mengucapkan salam
perpisahan. Ulfa hanya bisa memandangnya dengan hati getir, dia berfikir Lida
benar-benar tidak bisa menonton idolanya saat ini. Demi mimpinya menjadi guru,
dia rela melakukannya.
“Selamat jalan kawan. Kyuhyun pasti tahu alasan kamu
tidak bisa melihat konsernya. Tenang
saja, aku akan membawakanmu tanda tangannya saat aku ke Korea nanti :P... ”
balas Ulfa, tapi dia segera menghapusnya dari kolom komentar. Dia membatalkan
kiriman dan meng-logout jejaring sosial itu. Dia hanya mendesah dan kembali
fokus kepada tumpukan tugas-tugas yang telah lama menanti.
"Dan sekarang semua itu telah berlalu. Semua itu
sudah menjadi kenangan masa lalu. Tapi bagiku, tidak ada yang lebih indah dari
sebuah pengalaman bahagia. Aku ingin terus menciptakannya, bersama kalian
melalui masa depan esok. Berjanjilah selalu menjadi sahabat terbaik yang pernah
aku miliki. Disetiap hembusan napas, yang melengkapi sebuah
kebersamaan.”
--Ulfa
No comments:
Post a Comment