#part4
Aku
punya satu keinginan. Namun aku tidak tahu, apakah aku akan segera
mendapatkannya? Awalnya, aku selalu berharap seperti itu. tapi waktu tengah
berkata lain.
Namun
aku begitu memimpikan suatu hari itu, di mana kita dapat kembali tebar sapa dan
melepas kerinduan. Ya, aku selalu memimpikannya.
***
Tak
terasa aku sudah duduk di kelas sebelas. Ini berarti, sudah satu tahun lebih kami tidak bersama-sama lagi. Jejak
tinta yang tengah berada di pelukan jemari Ulfa. Tidak masalah, bukankah
sebentar lagi akan liburan? Memang, karena itu inilah liburan yang paling aku
tunggu-tunggu. Lanjutnya kembali. Dengan perlahan Ulfa menutup buku hariannya
dan merebahkan seluruh tulangnya ke atas ranjang kamarnya. “Selamat malam
kawan...” tuturnya sambil memejamkan kedua bola matanya.
Langit jingga sudah terlihat tiga puluh menit yang lalu.
Dan saat itu, terlihat Ulfa tengah mempersiapkan diri untuk berangkat ke
sekolah. Beberapa saat kemudian dia terlihat tengah menimang sesuatu, tapi dia
langsung saja menepisnya dan segera melakukan kegiatan seperti biasanya.
Siang telah menjelang. Sepulang sekolah dia langsung
merebahkan tulang-tulangnya seperti biasanya, namun beberapa saat kemudian,
ponselnya berdering tertanda ada pesan baru masuk.
“Liburan besok, bagaimana kalau kita bertemu?” Ulfa
tersenyum saat mendapati pesan itu dari salah satu temannya waktu SMP. Wajah
Ulfa terlihat sedikit bingung, dia kembali berpikir dan terus berpikir.
“Aku sih iya-iya saja. Tapi masalahnya, aku tidak tahu
kapan waktu liburanku tiba”dengan cepat dia membalasnya.
Dengan balasan juga, temannya menjawab, “Oh baiklah kalau
begitu. Kita lihat saja nanti.”
Aku kembali meletakkan benda elektronik itu di atas meja
belajar dan kembali bernapas berat. Aku terus berpikir, apakah bisa datang dan
berkumpul lagi dengan teman-teman? Sehingga terbelenggu dengan kepastian
sekolah.
Hari yang kutunggu-tunggu pun telah datang. Meski sedikit
kecewa, karena liburanku datang terakhir dari teman-teman yang ada. Meskipun
seseorang yang katanya cita-citanya masih dipikirkan, masih ada waktu dua hari
untuk liburan, tapi aku tak bisa bertemu dengannya.
“Sepertinya
rencana kita gagal. Aku sudah masuk sekolah,” aku kembali mendapati pesan itu
bertengger di layar benda elektronikku. Ya, aku juga merasa demikian. “Bagaimana
denganmu, sudah liburan kah?” lanjutnya. Dengan santai aku menggerakkan jemari
kananku untuk membalasnya.
“Iya, sangat
disayangkan. Kita tunggu liburan selanjutnya. Hemm ... aku sedang merasakan
liburanku hari ini. Selamat belajar” candaku saat membalas pesan singkatnya.
Setelah itu, aku berniat menghubungi seorang penggemar
berat Super Junior, Maria. Namun urung dan hanya bisa kembali meletakkan ponsel
lalu meninggalkannya di atas ranjang kamar. Kemudian kembali berkumpul dengan
keluarga, terutama anggota baru–Azka, begitulah aku memanggilnya.
Dia
adalah malaikat kecil dalam keluarga. Seorang malaikat kecil yang menyebalkan. Kenapa begitu? Karena aku sering
digigit olehnya.
“Yek... yek... yek...” begitulah dia memanggilku. Awalnya
aku sedikit bingung. Bukan, lebih tepatnya tidak mengerti sama sekali dengan
bahasa bayinya. Namun setelah hampir seminggu penuh dengannya, akhirnya
mengerti kata “Yek” itu yang keluar dari bibir tipisnya adalah “Lik”. Aku hanya
bisa mengelengkan kepala setelah kakak menjelaskan maksudnya. Dalam pikiran
berkata, kuasa Allah sungguh mengagumkan.
Kamis malam aku mendapatkan sebuah pesan baru. Awalnya
aku tidak tahu, karena baru membukanya saat menyidikkan mata setelah bangun
tidur. Seperti biasanya, langsung meraba-raba tempat tidur untuk mencari
ponsel. kemudian langsung mengeceknya apakah ada pesan baru masuk. Dan
ternyata, kedua bola mataku mendapatinya.
“Yang
tersisa hanyalah puing-puing kenangan saja. Mungkin memang tidak saling
mengucapkan “kita sahabat” atau “aku akan selalu ada untukmu” dan juga “aku
sayang kamu”. Tetapi aku bersyukur,
mereka selalu ada saat masa-masa sulitku dulu. Di saat semua menjauh, mereka
malah tetap tinggal, entah karena memang peduli atau hanya sekedar kasihan.
Terima kasih. Namun saat ini semua telah berubah, tak ada lagi 2 teman yang
selalu ada itu, jarak kami bahkan sangat jauh. Mereka telah memiliki cerita dan
kawan-kawan yang baru. Mengingat itu, terkadang aku merasa sedih. Terima kasih,
Manboo, Yongsul. Selamat Tidur” jujur saja, sedikit tercengang saat membacanya.
Aku langsung berpikir, kenapa tiba-tiba Maria mengirimkan pesan ini kepadaku?
Apa ada yang salah denganku? Apa ada masalah dengannya?
Siang harinya, aku merebahkan seluruh tulang-tulang di
atas ranjang kamar. Dengan bernapas berat aku kembali berpikir dan kembali
membaca pesan dari Maria. Tak terasa telah menciptakan senyuman yang
menggantung di sudut bibir, aneh juga aku tidak mengerti kenapa. Tapi kembali
tak menyangka, dia sungguh puitis. Sungguh tak disangka. Aku berpikir dia
sedang dirundung hati yang berbunga atau sebaliknya. Tetapi aku selalu
berharap, semoga selalu ada keajaiban di sekitarnya.
Beberapa hari kemudian, aku mendapati Maria tengah
berargumen di jejaring sosialnya. Aku hanya bisa tersenyum dengan kalimat yang
sungguh tersembunyi artinya itu. Aku juga tak bisa banyak bertanya padanya,
namun aku tahu... hatinya kini sedang dirundung kebimbangan. Hihihihihi...
“Kalau Anda single bukan berarti Anda tidak laku. Mungkin
saja Tuhan terlalu sibuk menuliskan kisah cinta yang indah untuk Anda.”
Sekarang aku tahu kenapa dia mengirimkan pesan ini beberapa waktu lalu. Dia
bukan membicarakan tentang orang lain, karena menurutku dia sedang membicarakan
tentang dirinya sendiri, yang sedang penuh dengan tanda tanya besar di hatinya.
Andai ada Lida, pasti lebih menyenangkan. Tapi oppss... berkata Lida membuatku
teringat padanya. Sayangnya, kali ini tak ada kabar apa-apa, begitu pula cerita
yang kutulis kali ini. Tidak banyak yang bisa ditulis, namun semua itu masih
tersimpat lekat di memori.
“Kawan ... aku pernah bercerita tentang berjuta mimpi
yang ingin kucapai. Dari berjuta mimpi itu, aku selalu berharap, kita akan
selalu menciptakan kenangan yang tak terlupakan. Aku tak butuh satu tahun untuk
menciptakannya, lima bulan, sebulan, empat belas hari maupun seminggu. Namun
cukup sehari, aku selalu berharap, kita akan segara menciptakannya kembali.
Sebuah ingatan telah merubah dunia. Sebuah kenangan telah
terlewati bersama. Sebuah kebersamaan telah kita lakukan. Dan semua tentangmu,
masih tersimpan. Ingatlah kawan ... berjuta bintang menyinari dunia. Beribu
galaxy menghiasi angkasa. Aku tak bisa melihatnya semua, hanya ada dua cahaya
yang bisa aku pandang, disetiap saat ... disetiap waktu ... dan selamanya ....”
No comments:
Post a Comment