#part2
Memang,
waktu telah berputar begitu cepat yang membuat siapa pun pasti tak menyangka
akan hilangnya setiap detik waktu berdenting. Kerinduaan yang mendalam akan
hadirnya sesuatu yang berharga dalam jiwa seseorang, membuatnya begitu terasa
istimewa dan memiliki keunikan tersendiri bagi yang merasakannya.
Desas-desus
ini sudah bermunculan sekian lama, tapi masih belum ada suatu kebenaran di
dalamnya. Karena ringannya beban, sehingga angin dapat membawa terbang sampai
ke penjuru kota. Seperti pada siang yang terik ini. Ketika Ulfa sedang ingin
membaringkan diri ke ranjang, tiba-tiba ponselnya berdering tanda ada pesan
masuk. Dengan menghela napas panjang, ia kembali berdiri mengambil ponsel yang
berada di meja belajar dengan jarak cukup jauh. Dengan perasaan kesal juga
penasaran dibukalah pesan singat tersebut.
“Assalamualaikum
Wr.Wb...... bertepatan dengan hari pisah kenang adik kelas sembilan, sekolah
mengadakan reuni bagi para alumni pada 7 Juni. Aku ingin sekali kamu bisa
datang. Aku ingin sekali kita kumpul-kumpul seperti dulu, please... datang ya?”
Pesan dari Maria yang begitu banyak arti ini, membuat
Ulfa shock sekaligus bingung. Pasalnya tanggal 7 Juni besok, ia masih ada
ujian. Ya ... ujian yang menentukan, pantas tidaknya ia naik ke kelas sebelas.
Namun di sisi lain, ia juga begitu ingin bertemu dengan
sahabat juga temannya waktu di SMP. Para guru, terutama Bu Dwi yang telah
memberikan kepercayaan padanya. Bu Lia yang selalu memberi dukungan penuh
untuknya. Juga adik kelas yang dulu bisa membuat senyum Ulfa mengembang karena
sifat humoris dan jailnya. Semua itu tiba-tiba terputar oleh
memori Ulfa, saat ia mengingat tentang masa lalu di SMP tercinta.
Beberapa
saat kemudian, perasaan lega tengah membanjiri hati ulfa, pasalnya dugaannya tadi
meleset dan tentu salah duga. Dia pikir terlaksana pagi hari, tapi kenyataannya
memiliki kesamaan dengan kemauannya pada malam hari. Meskipun belum positif ia
akan datang, tapi lebih positif ia akan mengusahakan diri untuk hadir diacara
tersebut.
7
hari kemudian
Besok
adalah ujian terakhir Ulfa. Meskipun hanya satu mata pelajaran yang sedang
diujikan, ia begitu semangat belajar. Pasalnya ingin sekali diselesaikan dan
segera berangkat ke luar kota. Ke tempat keluarganya menetap dan ...
begitu ingin menghadiri undangan reuni itu.
Keesokan harinya, terlihat Ulfa dengan selembar kertas
jawaban yang tengah dikumpulkan kepada pengawas ujian dengan begitu percaya
diri. Disaat bersamaan, terdengar empat kali suara bel berdenting. Hatinya
begitu berbunga-bunga, tandanya waktu pulang sekolah pun tiba.
“Ayo
kita pulang?” ajak salah satu teman SMA Ulfa, Tia namanya.
“Ayo!” kata Ulfa mengiyakan. Tapi dari belakang suara
teriakan memanggil mereka.
“Ulfa, Tia, tunggu aku!” katanya, sambil sesekali berlari
untuk mendekatkan diri pada Ulfa dan Tia. Dia adalah teman Ulfa namanya Musti.
Kedua temannya ini juga penggemar berat Korea. Siwon personil Super Junior
adalah idola Tia, sedangkan aktor ganteng Kim Bom Soo adalah idola Musti.
Hah ... tidak di mana pun K-Pop masih bersarang di hati
para pemuda tanah air ini. Seberapa lama-pun virus itu menyerang, mereka bukan
mengobatinya, tapi tambah mempertebal virus itu dengan membaca semua seluk
beluk idola masing-masing. Tapi karena adanya virus tersebut,
mereka lebih terbuka dan suka bertukar pendapat dengan penderita lainnya. Dan
itu juga yang menjadi keunikan tersendiri untuk para K-Pop, karena keakraban
yang akan selalu hadir di dalamnya. Sementara mentari telah menyingsing.
Tiba-tiba ponsel Ulfa sedang berdering sebagai tanda ada pesan baru masuk.
Tentu saja sudah bisa ditebak pesan itu
dari siapa? Ya, Maria.
“Ulfa
sudah sampaikah?” isi pesan singkat tersebut.
“Iya,
aku baru sampai” balas Ulfa, sambil beristirahat di kamar mungilnya.
“Yeeeeessss!!!
Akhirnya! Ok nanti aku tunggu ya? Soalnya nanti aku diminta menjadi penerima
tamu. Jadi aku tunggu di dekat gerbang
sekolah,” jelas Maria penuh bahagia.
“Oke! Kita bertemu nanti.”
Langkah ini aku lalui dengan kewas-wasan. Pasalnya
banyak batu yang memenuhi jalanan yang akan dilalui. Tapi dengan begitu, aku
punya sedikit kepastian untuk selalu sampai di tempat tujuan.
Malam
yang dihiasi beribu bintang di setiap galaxy-nya dan bulan sabit yang tengah
menyinari langit tinggi gemerlap, juga lampu-lampu penghias di sekitar pentas
seni yang telah dimodifikasi sebegitu rupa sesusai dengan rencana. Telah
terlihat begitu memukau ... juga terlihat barisan berbagai motif batik di sisi
panggung pentas seni dengan bermacam-macam warna. Selain itu, terdapat juga
peralatan musik yang sudah tertata rapi, bahkan kursi-kursi yang telah
disiapkan telah terisi satu-persatu.
Begitu
juga Ulfa yang sudah berada di depan gerbang sekolah, dengan pandangan tajam
sedang mencari seseorang. Mata yang telah menyusuri ratusan wajah yang
dipandangnya, terhenti pada sosok yang sedang terlihat sibuk dengan makanan dan
air mineral di sela jari-jemarinya. Sosok itu sama sekali tidak berubah, tetap
sama seperti masa SMP dulu. Ia sedang memakai baju batik berwarna biru bermotif
bunga-bunga kecil, yang sesekali menyapa ramah para undangan yang datang. Biru
... adalah warna kesukaannya. Dan itu ... sosok itu yang dia rindukan selama
ini, Maria sahabat dan teman 11 tahunnya. Akhirnya Ulfa dapat memandang sosok
Maria hanya beberapa jarak dari posisi berdirinya.
Dengan
penuh kepastian, Ulfa mengayunkan kakinya dan menuju ke arah Maria. Ia bahkan
tidak menyangka bisa memandang temannya yang selama ini hanya dapat dipandang
lewat pesan singkatnya. Saat tepat di hadapan Maria, Ulfa mengulurkan tangan
dengan senyum yang menyungging di sudut bibirnya. Maria sedikit terkejut dan
diam beberapa saat. Dia terlihat sangat tidak mempercayai pada orang yang
sedang mengulurkan tangan itu.
Setelah menyadari orang tersebut, Maria
langsung membalasnya dengan penuh senang dan bahagia. Bahkan ia berkali-kali
berkata, “Ulfa... aku kangen,” sambil menjabat tangan Ulfa. Bahkan mata dan
wajah yang sedari tadi ramah kepada para undangan berubah menjadi mata yang
berkaca-kaca.
Sesaat
keduanya melepas kerinduaan, satu persatu teman lama Ulfa berdatangan. Mereka
saling menjabat tangan dan saling mengucapkan kata rindu. Tanpa sengaja Ulfa
mengalihkan pandangannya ke Maria, ia melihat air mata yang jatuh tanpa
disadarinya. Air mata kebahagian, itulah yang dirasakan oleh Maria. Meskipun
ada sesuatu yang mengganjal di hatinya dan di dalam hati Ulfa.
Acara
sudah dimulai, semua bersorak ria menyambut beberapa penampilan kreatif dari
adik kelas. Juga tidak ketinggalan, beribu suara tepuk tangan juga meramaikan
acara tersebut. Saat itu, Ulfa tengah mengasingkan diri, duduk di depan teras
kelasnya dulu dengan memandang langit malam. Di lain sisi ini bukan malam yang
sempurna bagi Ulfa, karena ada satu bintang yang tak dapat menyinari langit
gelap dan tak ada di galaxynya.
“Malam ini ... begitu berbeda. Aku
kehilangan satu puzzle yang membuatnya kurang lengkap,”
rintihan hati Ulfa sambil memandang ke langit. Tiba-tiba Maria datang dan ikut
bergabung bersamanya.
“Aku
merasa kurang. Andaikan Lida ada di sini, kita bertiga pasti sudah berdebat
tentang Korea,” kata Maria, juga sambil menatap langit. “Tapi aku tahu, di sana
dia bisa merasakan kebahagian kita di sini, benarkan?” lanjutnya seraya tetap
memandang langit malam. “Pasti! cepatlah pulang Lida, kami merindukanmu,” tukas
hati Maria. Sedangkan Ulfa hanya mengangguk membenarkan.
“Sahabat 11 tahunku, aku di sini akan
selalu menunggumu kembali.”
Setelah merenungkan kenangannya tentang Lida. Mereka
segera beranjak dan kembali ke tempat semula, duduk di tengah para undangan.
Keceriaan telah kembali mereka tunjukan. Menurut Ulfa, acara pentas seni ini
dapat menghiburnya, begitu juga yang terlihat pada Maria dan kawan-kawan. Tapi
yang membuat lebih menyenangkan lagi, mereka duduk di sela adik kelas sembilan
yang akan meninggalkan sekolah.
“Duduk di sini… membuatku teringat akan perpisahan kita
dulu. Aku serasa kembali ke masa lalu” seru Maria dengan rasa haru, sambil
memandangi adik kelas yang ada di sampingnya.
“Aku
juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan saat ini. Tapi bagiku… tak ada yang lebih indah dari perpisahan kita
dulu. Ada satu alasan yang membuatku berpikir egois. Alasan ... kita masih
berkumpul, masih memperdebatkan tentang Korea, dan masih mendengarkan lagu
favorit kita bersama. Juga tetap duduk bersama di teras depan kelas kita
seperti biasanya. Tapi alasan utamanya … ada Lida yang membuat perpisahan kita
indah dan begitu terasa lengkap. Tanpanya … pengawal pangeran terasa hambar.
Juga karena dia yang akan selalu melindungi kita dari bahaya. (karena Wo Yongsul
diperankan Lida sebagai orang ahli pedang, Do Chisan diperan Maria sebagai
menteri istana, sedangkan Song Manboo diperankan Ulfa sebagai penasehat
pangeran) Dengan begitu, Wo Yongsul,
Song Manboodan Do Chisan akan kembali kocak seperti dulu.” tukas hati Ulfa
sambil tersenyum bahagia memandangi suasana sekitar.
No comments:
Post a Comment