Sudah lama rasanya, Ulfa tidak menorehkan catatan sejarah dalam buku
hariannya. Ya, semenjak dia memutuskan untuk menjadi seorang mahasiswi membuka
buku bersejarah itu terasa sangat menyesakkan. Bukan karena dia telah lupa,
apalagi memutuskan untuk berhenti menorehkan remahan kenangan yang telah lampau
itu, namun dia hanya menunggu. Menunggu satu kesempatan yang tepat.
Lantas kini, dia dan kesempatan itu... akhirnya bersua.
Juni, 2017. Itu artinya, sudah empat tahun mereka berpisah. Ternyata waktu
terlampau cepat berlalu. Bagaimana Ulfa bisa lupa, awal Juni 2013 lalu adalah
hari terakhir dia berkumpul bersama teman-temannya. Hari penuh emosional,
menjadi awal rindu dan kenangan menjadi rasa yang krusial. Apalagi ada satu
pesan diambil dari puisi Kahlil Gibran yang menjadi bagian utama di pisah
kenang hari itu.
“Ketika kita berpisah janganlah
kita berduka, sebab apa yang paling kita kasihi darinya akan nampak lebih nyata
dari kejauhan, seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan
dataran.”
Selamat jalan, semoga setiap
langkahmu menuju kebaikan bagimu dan orang-orang di sekitarmu.
Kini Ulfa mengerti bahwa berpisah bukan alasan untuk tidak lagi bertemu. Apalagi
berupaya menjadi orang asing satu sama lain. Buktinya, hari ini dia dan
teman-temannya kembali menemukan kesempatan yang sama. Setelah dia mendapatkan sepucuk
undangan elektronik dari Maria.
Yakin mereka akan datang? Satu pertanyaan yang meragukan. Sebab dari
pengalaman yang lalu, hanya itu-itu saja yang datang. Kembali mempersatukan
jiwa yang telah lama berlalu, tidak semudah yang diperkirakan. Sekarang, mereka
telah memiliki kesibukkannya masing-masing. Sehingga kata reuni menjadi wacana
yang selalu di agung-agungkan.
Namun keraguan itu tak lagi berarti. Satu persatu kenangan itu datang penuh
keriangan. Tidak perlu ditanyakan sapaan apa yang diungkapkan selain kata mesra
“bagaimana kabarnya?” yang diulang setiap teman datang.
Lantas tiga puluh menit telah berlalu, entah apa yang dibicarakan seperti
mengalir begitu saja. Selalu membicarakan hal-hal konyol, tertawa, saling
tunjuk sana-sini, seperti tak ada akhir. Kali ini adalah pertemuan besar Ulfa
dan teman-temannya. Reuni kedua dihadiri teman SD dan SMP-nya. Rame? Tentu. Tidak
ada yang berubah–sama sekali.
Satu jam tidak akan pernah cukup, mereka sangat tahu itu. Akan tetapi,
mereka tahu tidak ada yang lebih berharga dari waktu yang telah tersedia. Banyak
orang mengatakan, bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali. Lantas kini,
Ulfa dan teman-temannya berupaya memaksimalkan kesempatan indah itu.
“Aku rasa, satu keajaiban
kembali tercipta. Sekarang, tawa tak akan mudah dilupakan. Canda akan tetap
menjadi milik candu. Lantas, kenangan akan terus diulang diputar seperti kaset
rusak tanpa rasa bosan. Tuhan itu sangat baik, bukan? Meski jarak memisahkan,
tanpa kalian kisah ini hanyalah ruang kosong yang tak berpenghuni.”
-Ulfa
NB: Cerita sebelumnya dapat di lihat melalui alamat di bawah ini yaaa gaeess
part #1 : Perpisahan Bukan Sebuah Akhir, Tapi Sebuah Kesetiaan
part #2 : Kembali ke Masa Lalu
part #3 : A Promise
part #4 : Just One Day
part #5 : Everytime With You
part #6 : Edisi Baper
NB: Cerita sebelumnya dapat di lihat melalui alamat di bawah ini yaaa gaeess
part #1 : Perpisahan Bukan Sebuah Akhir, Tapi Sebuah Kesetiaan
part #2 : Kembali ke Masa Lalu
part #3 : A Promise
part #4 : Just One Day
part #5 : Everytime With You
part #6 : Edisi Baper
No comments:
Post a Comment