Salah satu cara asyik untuk tetap #dirumahaja selama pandemi diisi dengan kegiatan yang menghibur, misalnya nonton film. Tetapi kalau author pikir-pikir perfilman di Indonesia akhir-akhir ini (sebelum COVID19 menyerang) lebih banyak bercerita tentang remaja kan ya? Kisah-kisah romantis anak remaja yang banyak diadaptasi dari novel populer. (bukannya mau ngeremehin sih, cuma si author sudah kurang tertarik dan ingin mencari yang lain saja gitu)
Nah, setelah menyusuri ribuan pulau (eh... enggak boleh Thor, lagi lockdown!) akhirnya baru ingat sepertinya ada film Indonesia yang bagus dan belum sempat ditonton (maklum tahun lalu ada tugas negara dan enggak tahu kok bisa menjadi manusia seribet itu sampai lupa segalanya :D). Kalau dilihat dari cuplikannya sih film ini menjadi kebanggaan tersendiri sebagai bangsa Indonesia, yaaa meskipun author hanya sebatas penonton. Akan tetapi dua jempol deh buat Bapak Joko Anwar dkk karena berhasil membuat salut dan terharu.
Apa sih film yang akan author bahas kali ini?
Kalau di Jepang ada film animasi berjudul Godzilla, Indonesia memiliki film yang enggak kalah seru nih berjudul Gundala. Apa sih yang terlintas setelah teteman mendengar kata Gundala?
“Apaan itu Thor?” ; “Kok seperti bahasa Jawa ya Thor?”; “Emang itu judul film Thor?”
Gundala merupakan tokoh komik (pahlawan super) yang diciptakan oleh Harya Suraminata pada tahun 1969. Dari beberapa sumber yang telah author baca nih, gundala berasal dari bahasa Jawa “gundolo” yang artinya petir. Gundala sendiri terinspirasi dari tokoh legenda Jawa yang bernama Ki Ageng Selo sosok sakti yang mampu menangkal petir dengan tangannya. Jadi enggak mengherankan sih, bila film ini menjadi salah satu karya yang mengandung unsur kearifan lokal, seharusnya kita patut bangga dong, ya kan?
Gundala diadaptasi menjadi film dan dirilis pada 29 Agustus 2019, disutradarai oleh Joko Anwar. Film ini bercerita tentang seseorang yang memiliki keistimewaan menangkal petir bahkan dapat memanfaatkannya untuk menolong sesama, khususnya orang-orang yang tertindas. Dalam kisahnya, Sancaka–Si Gundala (diperankan oleh Abimana Aryasatya) berusaha menghentikan rencana jahat Pengkor (diperankan oleh Bront Palarae) yang telah meracuni persediaan beras nasional dengan serum dan menargetkan para ibu hamil sehingga dapat mempengaruhi otak janin bila dilahirkan. Anak-anak yang dilahirkan akan kehilangan moral karena tidak dapat membedakan mana yang baik dan buruk, sehingga generasi anak-anak tersebut akan kacau.
Setelah negara resah dengan berita beras beracun tersebut, masyarakat mulai protes kepada Dewan Legislatif hingga terciptalah RUU untuk menyebarkan penawar racun kepada para ibu hamil. Akan tetapi kebahagian rakyat mengenai pendistribusian itu hanya terjadi sesaat. Penyuntikan penawar racun itu merupakan salah satu rencana jahat Pengkor hal itu diketahui karena perusahaan farmasi yang memproduksi penawar racun merupakan milik Pengkor. Pak Ridwan–salah satu Dewan Legislatif merasa dikhianati dan mencoba menghubungi Sancaka untuk menghentikan pendistribusian obat penawar (saat itu Pak Ridwan sudah tahu kalau Sancaka adalah Gundala). Ketika ingin menghentikan pendistribusian Gundala sudah dihadang oleh anak buah Pengkor dan mereka mulai bertarung.
Gundala berhasil mengalahkan para anak buah Pengkor, bahkan dapat mengalahkan Pengkor berkat bantuan Pak Ridwan. Gundala meminta Pengkor untuk menyerah dan menghentikan semua niat jahatnya, namun Pengkor menampik bahwa rencananya tidak akan bisa dihentikan begitu saja.
Meski di akhir cerita Pengkor dapat ditaklukkan dan sebagian besar mobil pendistribuasian dapat dihentikan, bagi author endingnya masih mendebarkan belum ada titik temunya. Yaaa memang sih, bila dilihat dari sisi masyarakat mereka berbahagia bisa menghentikan kasus atau masalah yang meresahkan itu. Akan tetapi untuk Gundala, muncul tokoh antagonis baru yang kapan saja siap menemui bahkan menyerang tanpa aba-aba.
“Loh, kok bisa begitu Thor?”
Ada dua peristiwa yang membuat author yakin bahwa akan ada cerita kelajutan dari Gundala, pertama saat salah satu mobil pendistribusi melaju di jalanan berhasil dihentikan oleh seseorang yang kelihatannya juga merupakan manusia super bernama Sri Asih. Alasan kedua salah satu teman pengkor yang bernama Ghazul berupaya membangunkan jasad di makam kuno yang merupakan Ki Wilawuk (yang diperankan oleh Sujiwo Tejo) tidak terlalu jelas siapa Ki Wilawuk ini, namun dalam percakapannya menggunakan bahasa Jawa dengan Ghazul dan mengatakan bahwa musuh Ki Wilawuk sudah datang namun dia belum tahu siapa dirinya (yaa saat itu Sancaka masih amatiran dalam bertarung meski sudah memiliki kekuatan super. Dari beberapa scane sih Sancaka masih berupaya mencari jati diri mengapa dia seperti itu dan bagaimana cara mengendalikan kekuatan petirnya). Lantas Ki Wilawuk memerintahkan Ghazul untuk mengumpulkan tentara karena akan ada perang besar.
Bagaimana teteman, dari sedikit ulasan ini gereget enggak dengan Film Gundala? Bukan hanya ceritanya yang masih membuat deg-degan, akting dari para tokoh enggak kalah loh... setting latar dan efeknya juga terlihat meyakinkan, pokoknya enggak kalah sama film-film luar negeri. Salah satu kekurangannya sih waktu adegan bertarung, adegannya terlihat seperti hafalan masih belum natural akan tetapi yang lainnya bagus. Pokoknya film ini rekomendasi banget sih bagi teteman yang belum nonton, okay?!
No comments:
Post a Comment