Di sebuah bar ada seorang lelaki, dia adalah seorang pengusaha sukses dan suami dari seorang artis terkenal. Lelaki itu bernama Abdullah yang setiap malam pekerjaannya hanya mabuk dan tidak ingin pulang ke rumah. Hingga suatu ketika, lelaki itu diusir oleh petugas bar karena mabuk berat. Kemudian petugas bar membawa keluar dan menyuruh sang supir membawanya pulang.
Dalam perjalan pulang, lelaki itu bermimpi berbicara dengan seorang lelaki berpakaian putih. Lelaki berpakaian putih itu mengaku kalau dia adalah sisi lain dari hati nurani Abdullah–si lelaki pemabuk. Lelaki berpakaian putih mengatakan kalau dia sudah sangat jauh tersesat, sehingga sudah menyiksa dan menjerumuskan diri sendiri. Dia juga mengatakan kalau dunia yang sudah diraihnya membuat lelaki itu lupa segalanya. Kemudian lelaki berpakaian putih tersebut menasehatinya untuk pulang, sebelum tiba-tiba lelaki itu terbangun karena sang supir mengerem mobil secara mendadak.
Setelah terbangun, lelaki itu bertanya ingin pergi ke mana? Sang supir menjawab kalau mereka akan pulang ke rumah namun mendengar perkataan itu dia langsung menolak. Tetapi beberapa saat setelah dia ingat dengan nasehat lelaki berpakain putih, lelaki itu memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah, lelaki itu mendengar suara merdu seseorang mengaji, yang tak lain ternyata adalah anak bungsunya yang sudah tiga hari pulang dari pesantren. Mendengar suara itu membuat hati lelaki tersentuh, dia juga berusaha menghampiri anak yang sudah lama tak dijumpainya itu.
Anak bungsu itu bernama Fatimah. Dia begitu senang ketika melihat ayahnya datang dan langsung menyiapkan air untuk mandi ayah sebagai rasa hormat terhadap orang tua. Dia berkata pada lelaki itu bahwa dia senang karena dapat melaksanakan sahur pertama meski hanya berdua dengan ayahnya. Mendengar pernyataan anak bungsunya, lelaki itu langsung bertanya kenapa hanya berdua, ke mana ibu dan kedua kakaknya? Dengan tertunduk, Fatimah menjawab bahwasannya tadi siang ibu dibawa ke rumah sakit jiwa karena stres dan mengamuk hebat begitu tahu kedua kakaknya–Aisyah hamil dan Hasan ditangkap polisi saat sedang pesta ganja dengan teman-temannya. Mendengar semua kabar yang diutarakan anaknya lelaki itu langsung terkulai lemas.
Beberapa bulan kemudian, setelah Hasan mengalami perawatan intensif di tempat rehabilitasi dan akhirnya sembuh, Aisyah telah melahirkan seorang bayi perempuan, dan Fatimah membantu ayahnya belajar mengaji, keluarga mereka berubah menjadi lebih baik meski kenyataannya ibu mereka masih harus di rawat di rumah sakit jiwa.
Ketika Fatimah sedang asyik bermain-main dengan bayi kecil Aisyah, tiba-tiba terdengar bunyi telepon dari pihak rumah sakit jiwa yang memberitahukan ada sesuatu yang terjadi pada ibunya. Mereka bersama-sama pergi ke rumah sakit untuk memastikan apa yang terjadi.
Setibanya di rumah sakit jiwa mereka disambut oleh seorang petugas RSJ dan mengarahkan ke sebuah ruangan. Sesampainnya di ruangan itu, mereka melihat sesosok tubuh terbujur kaku yang ditutupi dengan sehelai kain putih di atas ranjang.
Tubuh kaku itu dipeluk beramai-ramai oleh mereka. Ibu yang mereka cintai telah pergi untuk selama-lamanya. Kemudian lelaki itu berpaling dan keluar ruangan meninggalkan tubuh istrinya yang terbaring kaku. Ada bening air jatuh di pelupuk mata lelaki itu. Dia sangat menyesal dan membenturkan dahi pada tembok ruangan. Fatimah mengetahui hal itu dan menenangkan sang ayah dengan mengatakan ibu dipanggil oleh Allah di saat cahaya Ramadhan datang menyinari bumi.
Comments
Post a Comment