Analisis Kajian Stilistika Pada Naskah Drama Cipoa Karya Putu Wijaya


Drama Cipoa menceritakan tentang kehidupan para penambang yang diperintahkan oleh Juragan untuk mengeksplorasi pertambangan untuk mencari bongkahan emas. Berawal di depan tambang, Tivri meniup peluit agar para pekerja keluar dari tambang. Setelah pekerja meninggalkan tambang, datanglah Juragan, Alung dang Istri Juragan sambil berteriak dengan dalih ada gempa dengan 6,9 skala richter agar Tivri pergi meninggalkan tambang tersebut dan mereka bisa mencari emasnya sendiri. Mereka bertiga bermaksud untuk menjual emas yang telah ditemukan kepada orang asing agar para pekerja tidak mengetahuinya dan terus bekerja mencari harta yang lain.

Tetapi secara tidak sengaja para pekerja melihat Juragan menjual harta tersebut kepada orang asing. Para pekerja ingin membalas Juragan dengan mencari harta sendiri, kemudian dijual dan mereka nikmati sendiri hasilnya. Niat tersebut malah merugikan para pekerja karena Juragan mengetahui kalau para pekerja telah menemukan batu besar yang sebenarnya itu adalah emas yang disamarkan menyerupai batu. Karena dikarenanya itu batu, kemudian Juragan menjualnya dengan harga batu.

Akhirnya semua merasa menyesal tidak mengakui bahwa itu adalah emas yang sangat besar, tetapi terlanjur dijual oleh Jurangan dengan harga batu. Semua pekerja pun jatuh pingsan satu persatu dan menimbulkan penyesalan karena telah saling menipu dan mengakibatkan kerugian untuk semua orang.

Drama pada umumnya diawali dengan prolog, pembagian atas babak cerita dan epilog. Drama didominasi dengan dialog, disajikan dengan menyebutkan para pelaku dan pemeran lain pada awal dialog dan cerita. Drama ditulis dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan untuk pementasan. Tidak ada drama yang ditulis yang semata-mata untuk dibaca. Pengertian drama tulis, drama yang sebelum dipentaskan.

Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat air dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur, bahan, alat dan sarana yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih”. Dalam naskah drama Cipoa Putu Wijaya menggunakan bahasa sehari-hari sehingga pembaca lebih mudah untuk memahami maksud dari cerita yang disajikan. Selain penggunaan gaya bahasa sehari-hari, ada beberapa penggunaan majas yang dominan seperti majas ironi, sinisme, sarkasme, ada pula majas metafora dan antitesis. Dapat terlihat pada beberapa kutipan berikut:

a.   Sarkasme
Sarkasme merupakan majas sindiran yang paling kasar (Ratna, 2013:447).  Dalam naskah Cipoa, majas jenis ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

Tivri                : Jailah giliran istirahat semua menyanyi, kalau mulai semua sakit gigi!
  Dasar manusia tidak tahu diri! Kurang...
Pekerja 1         : harta karun tai kucing!
Istri                 : jangan berisik nanti kedengaran orang, dasar anak tukang
                bakso, nggak bisa diajak kaya!
Alung               : dasar anak tukang bakso tidak bisa diajak kaya!
Tivri                : tapi gede kaya setan begini, masak belum ketemu, tolol apa?
                          Kalau mereka lihat kan ketelihatan?
Juragan           : brengsek! Jangan itu tidak dijual!
Pekerja            : kau yang luntur, pengkhianat!

Kutipan di atas menggambarkan bahasa pekerja tambang. Kata-kata yang digunakan para pekerja dan orang-orang yang ada di sekitar pertambangan turut menggunakan kata-kata kasar. Jika ada hal yang membuat mereka kesal atau marah, mereka secara langsung memaki orang tersebut dengan kata-kata kasar, seperti kata “tidak tahu diri, tolol, brengsek, pengkhianat, tai kucing” dan lain sebagainya. Hal itu menggambarkan secara jelas majas sarkasme pada gaya bahasa drama Cipoa.

Majas sarkasme juga terdapat pada kutipan-kutipan lain, seperti:
PEKERJA                   : Kurang apa?! (Mengancam Mau Memukul Dengan
              Skop) Ayo lanjutkan kurang apa Dodol!
ALUNG                       : Bajingan! Gemes aku! Kesabaranku terbatas!

b.    Sinisme
Sinisme merupakan sindiran agak kasar (Ratna, 2013:447). Dalam naskah Cipoa, majas jenis ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

ISTRI TIVRI               : Begini jadinya kalauy jujur Bang. Mereka kaya, kita
              tidak dapat aopa-apa.
TIVRI             : Memang, tapi hatiku tenang. Untuk apa kaya kalau banyak dosa.

Kutipan di atas merupakan gaya bahasa sindiran pekerja tambang yang menggunakan bahasa agak kasar. Dapat terlihat pada dialog  Tivri yang mengatakan “Untuk apa kaya kalau banyak dosa”.

c.   Ironi
Merupakan majas yang menyatakan hal yang bertentangan dengan maksud menyindir seseorang (Ratna, 2013:447).

Alung               : Sepinter kebo
Pekerja 1         : biarin. Enakan juga tua tidak perlu kerja!

Kutipan di atas menggambarkan gaya bahasa sindiran pekerja tambang. Walaupun unsur gaya bahasa sarkasme mendominasi, tetapi mereka juga menggunakan bahasa-bahasa sindiran yang terbilang lebih halus. Dapat terlihat pada dialog Alung yang mengatakan “sepinter kebo” yang bertentangan pada kenyataannya bahwa kerbau sama sekali tidak pintar.  

d.   Metafora
Majas ini berfungsi menggambarkan suasana kejiwaan tokoh. Dalam naskah drama Cipoa ini menggambarkan tokoh para pekerja di bagian kedua ketika mereka terlihat sangat bersemangat.

Pekerja 3                     : (yang ditampar) pantang mundur!  Semangat   
             menyala-nyala.
Pemimpin pekerja       : Bagus! Kalau pantang mundur, semangat terus
             menyala-nyala dan percara kepada bapak, batu pun bisa jadi emas.

Berdasarkan kutipan di atas terdapat majas metafora pada kalimat semangat menyala-nyala. Semangat merupakan perasaan yang ada dalam diri setiap orang, dan menyala biasanya digunakan pada sebuah lampu (lampu ini menyala atau tidak). Yang dimaksud dengan kalimat “semangat menyala-nyala” yaitu orang yang sedang memiliki semangat luar biasa, dalam hal ini para pekerja yang telah dimotivasi oleh pemimpin pekerja menjadi semakin bersemangat untuk percaya kepada Juragan bahwa Juragan bisa memberikan mereka kesejahteraan. 

e.   Antitesis 
Majas antitesis merupakan majas yang menggunakan pasangan kata yang artinya berlawanan. Dalam naskah drama Cipoa terdapat pada kalimat pekerja 2 pada babak kedua.
Pekerja 2         : yang tidak ada akan jadi ada. Kemalangan akan berubah menjadi keberuntungan!
                          Betul tidak kawan-kawan?

Berdasarkan kutipan di atas terlihat majas antitesis pada kalimat “yang tidak ada pun akan jadi ada” dan pada kalimat “kemalangan akan berubah menjadi keberuntungan”. Pada kalimat itu memiliki pasangan kata yang berbeda arti sebagaimana sesuai dengan majas antitesis. 

Pada dasarnya, penggarapan bahasa di dalam drama akan memberikan gambaran lain tentang keberadaan unsur-unsur yang berkaitan erat dengan latar suasana, waktu dan tempat, salah satunya seperti terlihat pada penggambaran gaya bahasa metafora yang menggambarkan semangat para pekerja tambang. Oleh sebab itu, penggarapan gaya bahasa oleh pengarang di dalam drama Cipoa karya Putu Wijaya ini merupakan bagian penting untuk menunjang pemahaman para penikmat drama.

Efek estetik atau keindahan dalam naskah drama Cipoa karya Putu Wijaya, terdapat kriteria sebagai berikut.
1)   naskah drama Cipoa karya Putu Wijaya sudah mencerminkan adanya kreativitas bahasa, kreativitas pengucapan, kreativitas memilih berbagai aspek bahasa secara tepat mendapat penekanan. Kutipan terdapat pada contoh majas sarkasme yakni “tidak tahu diri, tolol, brengsek, pengkhianat, tai kucing”. Penekanan tersebut difungsikan sebagai menuangkan kekesalan dan sindiran paling kasar yang dilakukan para tokoh dalam naskah.
2)   dalam naskah drama Cipoa karya Putu Wijaya terdapat komponen kebahasaan yang didayakan dan difungsikan untuk mencapai tujuan tertentu. Seperti yang terdapat pada kutipan dialog pekerja pada bagian pertama ketika Tivri ingin mengumpat pekerja. saat itu pekerja  berkata “Kurang apa?!” dengan mengancam ingin memukul Tivri dengan Skop. Ancaman pekerja dalam kutipan tersebut bermaksud untuk menghentikan Tivri, supaya tidak mencemooh para pekerja.
3)   adanya capaian atau tujuan keindahan, dalam naskah Cipoa menggunakan majas metafora, pada frasa “semangat menyala-nyala”. Hal tersebut disebabkan secara keseluruhan bahasa yang digunakan dalam naskah adalah bahasa sehari-hari buruh tambang. Namun, adanya majas metafora memberikan warna bahasa yang berbeda dalam naskah drama Cipoa.



No comments:

Post a Comment