Ketika
kehadiran hujan membawa inspirasi dan membuat psikis menjadi sedikit tenang
wajarlah yaaa, namun bagaimana bila hujan menjadi salah satu sebab seseorang
mengalami fobia?
“Memangnya ada Thor yang fobia pada
hujan?”
Selama
ini author belum pernah tahu sih secara fakta ada kasus tentang ketakutan
berlebihan pada hujan. Akan tetapi setelah baca tentang fobia tidak menuntut
kemungkinan bila di belahan negara lain ada yang mengalami hal tersebut. Bisa
jadi orang-orang di sekitar kalian, atau malah kekalian sendiri?
Ngobrol
masalah fobia nih, ada salah satu novel fiksi karya Anggoro Nur Setiawan yang
bercerita tentang fobia berjudul Ombrofobia.
Apa itu ombrofobia? Ombrofobia merupakan istilah fobia terhadap hujan. Secara
singkatnya nih, novel ini menceritakan seorang gadis berusia 16 tahun bernama
Mayra yang mengalami ombrofobia. Jadi, waktu itu ayahnya ingin mengantar Mayra
les biola menggunakan sepeda motor namun karena hujan sangat deras si ayah tidak
tahu bila ada jalan berlubang hingga membuat biola Mayra terlempar ke parit.
Sebagai seorang ayah tentu enggak akan membiarkan anaknya dong yang akan mengambil
biola yang terlempar itu? Ketika mencoba mengambil biola terjadilah kecelakaan,
si ayah tidak was-was dan terseret arus parit yang saat itu cukup deras dan
mengakibatkannya meninggal.
Dari
peristiwa itu membuat si Mayra seperti menyalahkan diri terlebih menyalahkan
hujan yang membuat ayahnya meninggal. Bahkan bukan hanya menyalahkan, kehadiran
hujan malah membuat Mayra memiliki perasaan trauma atau ketakutan berlebihan.
Hujan membuat kenangan pahit Mayra menyumbul satu persatu sehingga perasaan bersalah
yang dideritanya semakin menumpuk. Suatu ketika dia mendapatkan pesan singkat
misterius yang setidaknya membuat luka Mayra sedikit mengering. Siapakah
pengirim pesan misterius itu? Lantas dapatkah Mayra kembali menjalani
kehidupannya tanpa membenci atau takut kepada hujan?
Well, begitulah kisah Ombrofobia.
Ada beberapa catatan author mengenai novel ini, pertama keunggulan: enggak
perlu dipungkiri sih sebagai penulis Anggoro cukup piawai dalam mengolah ide
ceritanya. Topik tentang hujan memang sudah umum, namun cara mengolah ide hujan
menjadi ombrofobia ini yang cukup menarik. Kedua kekurangan: dalam novel ini
terdapat kesalahan (error) pada kata
depan, kata ulang; pengulangan pendeskripsian suasana dan tokoh. Akan tetapi sebagai
penulis pemula ada kekurangan itu wajarlah yaaa... meski begitu enggak ada masalah
kok, ceritanya masih bisa dinikmati.
Kemudian
apa sih yang bisa author petik dari novel ini? Sebagai manusia kita ibarat
miniatur yang tidak bisa memilih berbuat atau bergerak semaunya. Sebagai miniatur
kita hanyalah objek–benda yang digunakan untuk menyeimbangkan latar, alur Si
Pencipta. Bukankah sebagai objek
alangkah baiknya bila kita berupaya bisa menerima keadaan? Dengan menerima kita
akan menyadari bahwa dalam dunia ini ada Sang Pengatur Yang Maha Tahu tentang
apa dan hal terbaik apa yang bisa dijalani. Hal terpenting dari menerima adalah
tanpa sengaja kita belajar untuk selalu
bersyukur dalam setiap keadaan.
No comments:
Post a Comment