Dari pepatah Aku Membenarkan: Mencoba Legowo

Perkembangan teknologi dan informasi memang memudahkan kita untuk mencari dan mengulik berbagai hal. Salah satunya nih misal pada dunia kepenulisan mengenai event puisi, prosa, drama dan sebagainya. Banyak di internet maupun media sosial yang menawarkan berbagai lomba menulis gratis!  Namun teteman kenyataannya di dunia enggak ada hal yang benar-benar sempurna ‘kan?

Di cuplikan sebelumnya author menceritakan sedikit tentang buku pertama “Catatan Nostalgia” (bisa dibaca di sini). Lantas kali ini berlanjut mengenai suka duka bahkan drama dari buku kedua yang berjudul “Sunset In Bali”.


Sunset In Bali karya Ika H (Hikmatul Ika Fajaryanti)

Sunset In Bali merupakan novel pertama yang di tulis semasa SMA. Jadi ceritanya itu enggak jauh dari kisah  romansa remaja dengan latar tiga negara: Indonesia, Jepang dan Korea Selatan. Namanya novel pertama pasti ada berbagai kebelibetan dan kehaluannya. Sebagai penulis pemula juga pasti banyak kekurangan dalam mengembangkan cerita bahkan tata bahasa. Namun author enggak terlalu terpusat pada hal itu, yang terpenting kisah tersebut menjadi satu kesatuan cerita dalam bentuk buku. Fyi, lama-lama menjadi naskah mentah yang selesai dengan banyak sekali bagian yang perlu direvisi. 

Entah berapa puluh kali naskah Sunset In Bali pernah direvisi, sebelum bahkan sesudah author coba kirim ke salah satu penerbit. Namun yaahh... naskah tersebut belum berjodoh dengan penerbit mana pun meski pada tahap revisinya dibantu oleh Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (terharu sih, beliau mau membaca dan merevisinya... terima kasih). Penolakan-penolakan dan berkali-kali revisi entah mengapa malah membuat author semakin tertantang, meski selalu muncul pertanyaan “Mengapa dan apa masalah dari naskah ini?” Akan tetapi author yakin, suatu saat nanti pasti naskah ini bisa diterbitkan.

“Tapi apa hubungannya event menulis di media sosial dengan buku kedua Thor?”  

Kalau teteman tahu, author juga salah satu orang yang suka ikut event menulis. Alhamdulillah sudah ada beberapa karya yang diterbitkan dan dibukukan dalam bentuk antalogi (bisa lihat di sini). Saat itu sedang iseng mencari event menulis dan ada Lomba Cipta Novel Nasional Gratis tema bebas yang diselenggarakan oleh Penerbit ‘X’ (yang katanya saat itu sedang bekerja sama dengan salah satu media, entah lupa namanya). Hadiahnya cukup menggoda, juara 1,2 mendapat kontrak penerbitan dan uang pembinaan, juara 3 hanya kontrak penerbitan. Mengetahui hal ini langsung cap cus mengedit naskah Sunset In Bali sesuai ketentuan lomba. Setelah menunggu (kalau tidak salah tiga bulan karena penjuriannya cukup lama) Sunset In Bali berhasil mendapatkan juara 2, serius juara 2! Siapa yang enggak senang coba?

Akan tetapi kegembiraan itu sirna. Setelah mengurus administrasi (mengisi beberapa persyaratan untuk mengambil hadiah) melaui surel. Awalnya masih positif thinking, tapi lama-lama kok terasa aneh ya?

Beberapa kejanggalan yang terjadi pada Penerbit ‘X’:

pengiriman hadiah ditunda karena juara 1 katanya tidak bisa dihubungi atau masih menunggu konfirmasi pemenang pertama. Awalnya di website pengumuman lomba mengatakan bila pengiriman hadiah akan dikirim 31 Februari 2019, tapi sampai lima bulan kemudian dikarenakan ‘katanya’ menunggu konfirmasi pemenang pertama tidak ada tanda-tanda hadiah akan dikirim. 

“Memang hadiahnya berapa sih Thor kok ngebet amat?”

Ini bukan perkara hadiahnya berapa. Yaaa memang, siapa sih yang enggak suka dengan hadiah? Namun kalau dipikir-pikir, wajar enggak bila pemenang pertama tiba-tiba menghilang? Dia pemenang Lomba Cipta Novel Nasional, you know? Memangnya dia enggak penasaran dengan pengumuman lombanya? Author saja tiap menit selalu lihat pembaharuan penerbit yang selalu author ikuti  event-nya apalagi waktu menjelang pengumuman, teteman begitu juga enggak sih?

Entah karena mudah percaya, saat itu author masih menganggap wajar, masih fine mendapat balasan seperti itu. Kelanjutannya author tidak membahas lagi masalah hadiah, proses penerbitan dan hanya menunggu kepastian berikutnya. 

Surel tidak dibalas. Sepertinya peribahasa air susu dibalas dengan air tuba cocok dengan situasi author saat itu, hehehe. Sudah mencoba menunggu berbulan-bulan ternyata tidak ada kabar. Kok selama ini ya? Yaa memang sih ini pengalaman pertama berurusan dengan penerbit (secara menerbitkan buku solo) tapi setidaknya ada kabarlah ya ‘kan?

Akhirnya berganti tahun dan Penerbit ‘X’ sudah tidak membalas surel. Apalagi saat itu author sedang menyiapkan buku “Catatan Nostagia” yang cap cus cepat selesai beberapa bulan saja. Nah ini, butuh setahun dan hampir dua tahun sejak event diadakan (Allah, saya pasrah... hiks). Sejak tidak ada balasan, saat itu pula sudah enggak berharap, yaa meskipun author masih enggak menyerah mencoba mencari kabar.  Lantas yang membuat lebih terkejut lagi adalah....

Media Sosial dan Website sudah tidak aktif dan tidak bisa ditemukan. Saat tahu hal ini emang sedikit kecewa, tapi yaa sudahlah... semenjak merasa ada hal yang enggak beres memang sudah pasrah dan enggak terlalu berharap, sudah legowo. Saat itu juga author kembali mengirim surel untuk menarik naskah insyaAllah secara baik-baik. Ya enggak tahu dibaca apa enggak tapi surel tersebut sudah terkirim dengan selamat. 

“Lalu kemana Sunset In Bali berlabuh Thor?”

Kali ini pun Sunset In Bali menemukan jodohnya melalui media sosial tepat terbit 20 Februari 2020 (angka cantik yee ‘kan? hehehe). Saat itu ada salah satu Penerbit Indie yang mengadakan terbit gratis berbagai macam genre. Bahkan sudah banyak pula yang telah menerbitkan di sana. Sistemnya juga cukup simple dan yang terpenting adminnya cukup fast respon. Teteman yang mau menerbitkan buku bisa cek-ricek di Guepedia.com, bulan ini penerbit sedang mencari naskah lagi untuk diterbitkan secara gratis. Cek sendiri yaaa...

Bagaimana, sedrama itu Sunset In Bali? Sudah mengalahkan sinetron di televisi belum? Kwkwkw.

Well, ternyata perjalanan dibidang ini cukup panjang. Semakin ke sini, banyak hal yang author pelajari tapi anehnya enggak membuat kapok. Semoga pengalaman kali ini bisa dibuat bahan refleksi untuk lebih hati-hati dalam menggunakan media sosial. Semangat semuaa... jangan berhenti untuk terus berkarya!

 


“Jangan mudah tergiur event gratis dengan embel-embel hadiah fantastis. Emang enggak semua begitu, tapi enggak salah juga ‘kan... bila lebih selektif dalam mengikuti event-event di media serba canggih ini?” --Author Titik Literasi

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment