Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 23 April diperingati sebagai Hari Buku Internasional. Tanggal tersebut ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai perayaan buku dan membaca sedunia.
![]() |
Buku Koleksi Titik Literasi Berbagai Genre |
Nah, dalam peringatan Hari Buku Internasional kali ini saya akan berbagi cerita tentang fase bacaan dari awal sampai sekarang. Siapa tahu dari teteman juga tengah melalui fase yang sama dengan saya? Kuy merapat!
Pertama: Buku Komik dan Kumpulan Cerita Rakyat
Enggak bisa dipungkiri, bacaan bergambar seperti komik merupakan bacaan yang paling menarik saat kanak-kanak. Bagi saya, komik adalah bacaan pertama sebagai langkah awal mengenal buku.
Dulu (entah tahun berapa) di daerah saya masih ada tempat penyewaan komik. Namun sekarang tahu sendirilah yaaa zaman sudah berubah. Keberadaan tempat komik kini entah bagaimana tiba-tiba gaib, eh raib.
Sekarang kalau ingin baca komik sudah lebih canggih dan banyak pula aplikasinya, seperti WeebToon, KakaoPage, dan lain-lain. Jadi enggak heran juga sih, bila tempat penyewaan komik jadi gulung tikar.
Btw selain komik, buku tentang kumpulan cerita juga termasuk bacaan saya waktu kanak-kanak. Biasanya buku kumpulan cerita tentang keteladanan atau humor seperti kisah 1001 malam dan yang populer juga pada saat itu buku mengenai siksa kubur.
Kedua: Novel Fiksi Genre Thriller, Suspense/ Mystery, Fantasi
Dari kumpulan cerita, akhirnya saya beralih ke novel dengan genre Thriller, Suspense, Mystery, dan Fantasi. Entah kenapa saat itu langsung membaca novel genre-genre tersebut. Apakah karena lebih suka nonton Detektif Conan daripada Barbie?
Dalam fase kedua ini, saya lebih banyak membeli dan membaca novel-novel terjemahan. Meski kadang ada bagian terjemahan yang ‘cukup jelimet’ untuk dicerna, enggak tahu kenapa sampai beberapa waktu saya masih bertahan. Eh, mungkin mencoba bertahan dan memahami si penerjemah dalam menceritakan kisah pengarang bukunya?
Kalau teteman lihat gambar artikel ini, ada novel seri berjudul Conspiracy 365 karya Gabrielle Lord. Buku ini merupakan buku koleksi pertama yang saya beli di bazar buku dengan harga Rp.10.000 (pada masanya + original). Kalau sekarang ada enggak yaa, buku seharga tersebut? *Minta digaplok!
Conspiracy 365 ceritanya cukup seru dan menegangkan. Maklumlah karya penulis asal Australia ini bergenre suspense. Namun sayang, saya tidak bisa menamatkan seluruh seri novelnya. Enggak bisa baca semua otomatis saya enggak tahu ending dari novel ini hiksss!
Awalnya saya berpikir positif, siapa tahu di bazar buku yang akan datang saya bisa menemukan seri kelanjutannya. Namun, yaa sudahlah yaaa... namanya bazar buku (sok legowo)! Nahasnya sampai sekarang pun saya masih penasaran dengan ending novel ini. Apalagi tokohnya Collum Ormond saat itu difitnah membunuh. Lantas apakah selama pelarian dia baik-baik saja? Dan apakah dia berhasil menyelamatkan diri juga bisa mengungkapkan fakta yang sebenarnya?
NB: Teteman ada yang pernah baca novel seri ini enggak? Kalau ada tolong beri saya contekan endingnya ya?
Ketiga: Novel Remaja dari Fanfiction, Teenlit, Humor, Metropop dan genre “Remaja Lainnya”
Pergantian genre dari Thriller, Suspense dll ke Novel Remaja bergenre fanfiction, metropop dll tak luput dari membuminya k-pop saat itu. Tak sedikit buku yang berbau Asia menjadi bacaan yang enggak bisa ditinggalkan begitu saja. Enggak hanya yang berhubungan dengan K-novel, jika ada kesempatan ke toko buku bertemu dengan J-novel maupun M-novel yang menarik perhatian; langsung cap-cus dibawa ke kasir.
Lalu bagaimana dengan penulis remaja Indonesia?
Tentu saja saya juga baca, apalagi saat itu di masa SMA dan mempunyai teman dengan hobi yang sama. Jadi, kami bisa saling pinjam buku selain mengantre di perpus sekolah. Beberapa penulis yang saya ingat seperti Zachira, Orizuka, Yoga S, Flazya dan lainnya.
Oh, saya jadi ingat saat itu buku dari Bang Raditya Dika dan Ilana Tan jadi sasaran siswi sekolah. Kalau ingin memijam buku dari kedua penulis ini harus rela mengantre panjang, ya kalau beruntung bisa baca kalau enggak mending beli bukunya deh! Sebab tiap kali saya ke perpus, jawabannya selalu sama. “Masih dipinjam, Nak” atau “Baru saja dikembalikan, tapi langsung dipinjam anak lain”. Padahal saya ke sana tepat setelah jam istirahat berbunyi, bisa-bisanya ada yang lebih cepat dari saya, hiks!
Dipertengahan SMA, ternyata genre yang saya baca lambat laun berubah. Bukan berubah, hanya sudah jarang membaca novel remaja apalagi membelinya. Jarang bukan juga berhenti ya? Sebelum ramadan, saya baru menyelesaikan karyanya Kim Eun Jeong, Jho Hyo Eun juga beberapa novel metropop lainnya. Tentu saja, kali ini hanya sebatas hiburan semata.
Keempat: Novel Genre Pendidikan, religi, sosial
Di masa ini saya mulai membaca novel yang "semi-serius" ? Pokoknya masa ini saya lebih memilih novel yang konfliknya cukup kompleks, enggak masalah percintaan ala remaja lagi.
Fyi, difase keempat pertama kalinya saya bertemu dengan Bang Tere Liye, eh maksudnya baca bukunya bukan quote-quotenya lagi. Dipertemukan karena pada saat itu ada tugas membuat resensi buku, dan salah satu teman saya meresensi Novel Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah karya Bang Tere. Karena saya belum puas dan semakin penasaran, akhirnya saya memutuskan untuk membeli novelnya.
Enggak perlu panjang lebarlah yaa kalau menyoal karya Bang Tere, saya kira teteman sudah tahu. Karya Bang Tere itu membuat candu. Walhasil enggak cukup novel itu saja, novel-novel lainnya memang juga perlu dijadikan koleksi dan rekomendasi bacaan di rumah.
Fase keempat saya enggak ditemani dengan karya Bang Tere saja, tapi juga ada karya dari Asma Nadia, Andrea Hirata, Natsume Soseki dan sebagainya. Pokoknya novel yang terkait dengan genre difase ini baik penulis dalam negeri maupun luar negeri.
Kelima: Novel Sastra Klasik dan Buku Nonfiksi
Seiring membaca buku-buku difase keempat, saya mencoba sedikit demi sedikit menyelami novel sastra klasik Indonesia. Awalnya memang karena penasaran seperti apa sih cerita-cerita dari para pujangga baru yang penggalan ceritanya selalu muncul disoal ujian Sastra Indonesia?
Terlebih guru saya yang sangat antusias saat membahas Novel Salah Asuhan karya Abdul Moeis. Sebab dalam cerita sempat dikisahkan bila Hanafi pernah berkunjung ke kebun/pabrik kopi di Probolinggo. Sehingga rasa ingin tahu saya semakin memuncak. Hanya info: saya alumnus salah satu SMA di Kota Probolinggo, *enggak penting!
Setelah membaca Salah Asuhan (hampir berbulan-bulan), saya bisa memaklumi kenapa Guru Sastra Indonesia waktu itu begitu antusias. Selain nama Probolinggo disebut, tentu saja karena ceritanya memang bagus. Rasanya enggak menyesal, saya membaca Novel Salah Asuhan sebagai batu loncatan untuk membaca karya sastra lainnya.
Ya. Dari Salah Asuhan karya Abdul Moeis, merambah ke Tenggelamnya Kapal Van der Wijck; Di bawah Lindungan Kabah karya Hamka, Atheis karya Achidat Karta Miharja, dan lainnya.
Dari beberapa karya sastrawan pujangga baru ini, saya baru menyadari bila sesungguhnya karya sastra yang dimiliki Indonesia sebagai bukti aset budaya; enggak kalah dengan negara lain. Lebih variatif dan beragam tentunya. Sebab setiap karya sastra yang tulis oleh para pujangga tersebut lebih banyak menyinggung kisah kehidupan pada masa itu (masa novel itu ditulis) baik dari adat, bahasa, kritik, dan sebagainya.
Sebenarnya ada satu novel yang sudah bertahun-tahun ingin saya baca. Judul novelnya Belenggu karya Armijn Pane. Dari sinopsisnya sepertinya enggak kalah bagus. Waktu itu guru saya juga sempat membahas novel ini karena penggalan ceritanya muncul di soal ujian. Sudah kesana-kemari belum ketemu juga. Di perpustakan kampus belum ketemu, apa di perpusda ada ya? Yang tahu infonya dong, hehe.
Nah, kalau diteliti lagi sepertinya ada satu genre yang belum saya baca. That right, Horor! Entah karena tidak terlalu tertarik atau bagaimana, saya belum pernah membeli apalagi mengkoleksi dan seingat saya belum pernah membaca buku dengan genre tersebut. Namun kalau membaca unggahan warganet di media sosial sepertinya sering. Oh, buku tentang siksa kubur itu sepertinya lebih horor dari buku-buku lainnya. Iya kan?
Well, itulah kelima fase genre bacaan saya; dari awal hingga saat ini. bagaimana adakah persamaan dengan genre bacaan teteman?
No comments:
Post a Comment