Apa Keigo Higashino sedang mengkritisi kondisi sosial masa kini yang sudah tidak baik-baik saja? Begitulah kira-kira pertanyaan yang muncul ketika membaca Novel Tragedi Pedang Keadilan ini.
You know-lah… saya kira dunia tidak lagi aman terutama untuk perempuan. Berbagai kasus yang saya cermati akhir-akhir ini pun banyak yang berhubungan dengan perempuan dan menyoroti pula tentang anak-anak dibawah umur yang menjadi mangsa empuk bagi para pelaku kejahatan seksual.
Namun yang lebih memprihatinkan dan mencengangkan adalah tak sedikit para pelaku tersebut bukanlah orang asing dan malah orang terdekat dari para korbannya.
Saya tidak habis pikir, hal apa yang terbesit sehingga kejahatan itu dapat terjadi? Apa yang ada dipikiran pelaku sehingga tega melakukan kejahatan tersebut, bahkan pada darah dagingnya sendiri?
Walau Tragedi Pedang Keadilan mengusung tema kriminal tersebut, tapi saya begitu terharu dan tersentuh pada tokoh Nagamine (ayah korban) yang memburu pelaku dengan caranya sendiri. Yaaa meskipun tidak dibenarkan secara hukum, tapi itu satu-satunya cara terakhir Nagamine melindungi putrinya.
Memangnya seperti apa sih kisah Tragedi Pedang Keadilan karya Keigo Higashino ini?
Identitas Buku
Judul : Tragedi Pedang Keadilan
Pengarang : Keigo Higashino
Penerbit : Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, 2024
Tebal : ± 464 halaman
Kisah Tragedi Pedang Keadilan diawali dengan kekhawatiran seorang ayah saat menunggu putrinya pulang setelah menonton sebuah festival kembang api. Putrinya, Ema seharusnya sudah sampai rumah satu jam yang lalu, tapi kini masih belum kelihatan batang hidungnya.
Menit berlalu hingga Sang Ayah Nagame memutuskan untuk menghubungi beberapa teman yang ikut serta, tapi mereka kompak menjawab bila mereka berpisah di stasiun. Dengan kata lain, Ema pulang sendirian ke rumah setelahnya. Sayangnya, putri yang diharapkan kehadirannya itu pun tak kunjung datang. Nagame pun langsung melaporkan ke polisi.
Hingga tiga hari setelah festival kembang api berlangsung, Nagame mendapatkan sebuah telepon yang mengejutkan bila kepolisian mengidentifikasi sesosok mayat yang mengapung di hilir sungai sebagai Ema.
Setelah dilakukan otopsi, para penyidik mengungkapkan penyebab tewasnya Ema karena gagal jantung. Sebab terdapat reaksi obat perangsang yang tersisa di air seni korban dan hal tersebut didukung dengan beberapa bekas suntikan di lengan korban. Penyidik juga menyimpulkan bila bekas suntikan bukan dari tenaga medis profesional, melainkan seperti dilakukan oleh remaja. Selain itu para penyidik menduga bila pelaku juga seorang anak dibawah umur.
![]() |
Ilustrasi Investasi Polisi |
Nagame yang mendengar selentingan tersebut pun cukup kecewa. Sebab jika benar pelakunya anak dibawah umur seperti kasus yang sudah-sudah, mereka pasti hanya direhabilitasi dan tidak mendapatkan hukuman yang layak. Sedangkan diposisinya sekarang, Nagame harus kehilangan putri semata wayangnya. Hukum benar-benar kejam.
Hingga suatu ketika, Nagame mendapat sebuah telepon misterius yang mengaku bila Ema tewas karena kelakuan pemuda bernama Atsuya dan Kaiji. Bahkan, sang penelepon memberikan alamat Atsuya yang digunakan sebagai TKP kematian Ema.
Nagame yang pada awalnya ragu-ragu dengan bocoran informasi tersebut, akhirnya memutuskan untuk melakukan penyelidikan mandiri. Sebab dari kepolisian belum memberikan keterangan lebih lanjut tentang kasus ini.
Benar saja, Nagame menemukan alamat rumah beserta nama pemilik sesuai yang diterangkan si penelpon misterius. Nagame juga mencoba menyusup untuk memeriksa sekitar.
Saat masuk, Nagame menemukan tumpukan koleksi video dengan nama-nama yang aneh dan mencurigakan. Seperti “6 Mei. Cewek di Kosuge”, “2 Juli. Karaoke. Cewek SMA”. Kemudian Nagame berhenti dikoleksi video “Agustus. Kembang Api. Yukata.” Yups, Nagame mengingat Ema yang saat itu pergi memakai Yukata.
Nagame yang telah menonton video itu tidak bisa lagi memendam amarahnya. Sebab video itu mempertontonkan Ema dijadikan sebagai budak seksual oleh dua pemuda yang diduga Atsuya dan Kaiji. Dalam video Ema tidak berdaya dan tidak melakukan perlawanan karena seperti terpengaruh obat. Jika dihubungkan dengan hasil otopsi, dapat dikatakan bila Ema saat itu terpengaruh obat perangsang yang disuntikkan pelaku secara asal-asalan. Gilanya, koleksi video di rumah Atsuya itu tidak hanya ada tiga, tapi tiga belas koleksi video.
Namun yang jadi pertanyaannya, kemana kah kedua belas korban tersebut? Apakah mereka diancam sehingga tidak berani melaporkan kejahatan tersebut?
Sayangnya tak berselang lama setelah Nagame memeriksa video, terdengar suara dari luar dan ternyata Atsuya. Nagame yang amarahnya sudah berkobar-kobar langsung melayangkan aksinya. Keduanya memang saling adu, tapi Atsuya kalah telak dengan Nagame yang seorang mantan atlet tembak. Atsuya tewas dengan beberapa luka tusukan pun alat kelamin yang tidak selamat karena terpisah dalam beberapa potongan.
Setelah menuntaskan misi balas dendamnya pada salah seorang pelaku, Nagame kembali memburu pelaku berikutnya yakni Kaiji. Namun Nagame kesulitan menemukan persembunyiannya karena Kaiji begitu lihai dalam melakukan pelarian.
Disisi lain tewasnya Atsuya menimbulkan kehebohan dan tidak perlu bersusah payah polisi menyelidiki kasus ini. Sebab polisi sudah mengantongi pelaku dan bisa menyimpulkan motif dari tindakannya sebagai aksi balas dendam. Nagame yang pada awalnya sebagai ayah korban, kini pun menjadi pelaku pembunuhan berencana yang sedang buron. Sayangnya, seperti keberadaan Kaiji yang susah ditebak. Nagame juga hebat dalam berkamuflase dalam masyarakat.
Dalam pencarian keberadaan Kaiji, Nagame mendapatkan dua kali informasi dari penelepon misterius. Pertama tentang tempat persembunyian Kaiji. Namun Nagame tidak berhasil karena didahului polisi. Kedua tentang kemunculan Kaiji di sekitar stasiun pada 20.00 waktu setempat.
Dari informasi kedua, Nagame sudah menyiapkan banyak hal berikut senapan juga peluru yang akan digunakan sebagai senjata. Walau terkesan ramai, tapi Nagame tidak gentar untuk menghadapi konsekuensinya.
Saat itu ketika dia berhasil menemukan keberadaan Kaiji, Nagame sudah memposisikan diri untuk menembak. Namun sayang, dia berhasil digagalkan oleh salah seorang penyidik dalam penyergapan berencana Kaiji. Kini, Nagame tidak selamat dalam memperjuangkan keadilan putrinya.
Teteman mungkin ada yang bertanya-tanya tentang siapa sih penelepon misterius informan Nagame?
Penelepon misterius itu bernama Makoto, teman Atsuya dan Kaiji. Pada saat kejadian Makoto yang mengendarai mobil sedangkan kedua teman bangs*at itu yang sibuk mencari mangsa (korban). Sebab hanya Makoto yang mempunyai mobil, sehingga keduanya hanya minta tolong bahkan saat memindahkan mayat Ema ke sungai.
Hanya saja, Atsuya dan Kaiji sedikit mengancam Makoto agar tidak berbicara kepada orang lain tentang kebiasaan buruk keduanya. Sebab pada dasarnya Makoto tidak tertarik dengan “kesenangan” Atsuya dan Kaiji, dia hanya ikut karena takut dihajar.
Pada saat melancarkan aksi bejatnya pada korban, Makoto tidak ikut dan pulang. Begitupun ketika Atsuya dan Kaiji membuang mayat Ema, Makoto hanya meminjamkan mobilnya. Oleh karena keresahan hatinya itu, alih-alih menghubungi polisi, dia memutuskan membocorkan informasi kepada Nagame dengan tujuan agar kedua pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai.
Begitupun dengan pertemuan di sekitar stasiun dengan Kaiji, Makoto pada dasarnya sudah bekerja sama dengan polisi yang ingin menyergap Kaiji. Sebab dalam pelariannya, ternyata Kaiji masih menghubungi Makoto karena dia butuh uang untuk bertahan hidup. Makoto tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas itu dan memberikan informasi kepada Nagame dengan tujuan agar Nagame dapat menuntaskan aksi balas dendamnya pada Kaiji. Namun sayang, malah Nagame yang diringkus hingga tewas ditempat. Yaaa walaupun Kaiji berhasil pula diamankan oleh pihak kepolisian.
Akan tetapi… entah mengapa rasanya nanggung sekali yaaa? Entah mengapa ada rasa kecewa pula dalam diri saya, kenapa Nagame harus tewas? Hiks. Apalagi jika sudah merasakan jadi orang tua, rasa amarah Nagame bisa menembus dilubuk hati saya juga.
Jangankan berbicara tentang darah daging sendiri, melihat berita yang beredar di internet dan masyarakat kadang berhasil menyulut amarah yang tak tertahankan pula. Padahal kenal juga enggak, iya enggak sih?
Tragedi Pedang Keadilan menurut saya akan menjadi karya Keigo yang terpilu sih. Novel ini begitu berbeda dan tetap menarik walau dengan tema kriminal yang begitu menyayat hati. Di sisi lain memang tidak banyak plot-twist yang dapat mengecoh para pembacanya, seperti dinovel Keigo lainnya.
Namun yang membuat Tragedi Pedang Keadilan ini menjadi istimewa adalah pengorbanan seorang ayah dalam memerangi ketidakadilan yang dialami oleh putri semata wayangnya. Seorang ayah yang siap dan sigap membela dan menembus badai. Seorang ayah yang bersedia mati demi bersuara bila kasus putrinya butuh keadilan yang seadil-adilnya.
Sebab tindak kejahatan saja tidak pandang bulu dan dapat dilakukan oleh berbagai kalangan begitupun anak dibawah umur. Namun kenapa hukum malah melindungi anak dibawah umur yang telah melakukan kejahatan keji dan menjijikan tersebut? Bahkan menurut saya tindakan mereka tidak lagi manusiawi! Ah! Saya kira daripada membuat UU baru tentang **I, mending berembuk tentang hukum kriminal yang berkaitan dengan anak dibawah umur. Itu lebih bermanfaat sih.
0 Comments