Emang siapa sih yang enggak tahu Squid Game? Bahkan keponakan saya yang usianya baru genap dua tahun, tahu loh! Yaaa mau bagaimana, ikut kakak-kakaknya. Saat ada yang ngomong “Mugunghwa kkoci pieot seumnida” si keponakan itu langsung diam-mematung. Persis seperti di drama. Kalau diingat, sungguh lucu.
Btw saya awalnya memang agak ragu ingin nonton drama serial
ini. Sebab termakan rumor yang mengatakan ada adegan yang cukup kejam dan
sadis. Namun bagaimana yaa namanya manusia yang suka sekali ingin tahu meski
agak takut, tapi tancap gas saja, hahaha.
Secara singkat drama ini
bercerita tentang sekelompok orang yang mempertaruhkan dirinya untuk
mendapatkan hadiah, berupa uang sekitar 45.6 Miliar Won atau 38,7 juta dolar
Amerika.
Nah hadiah tersebut akan didapat
ketika berhasil memenangkan tahap demi tahap dalam permainan. Btw, permainannya bukan yang amat
menguras pikiran, sebenarnya sederhana sih yakni sebatas permainan anak-anak.
Akan tetapi yang membuat permainan ini menjadi ngeri bila ada pemain yang kalah
dalam permainan akan langsung membayar dengan nyawanya.
Dalam hal ini, nyawa seperti
barang yang enggak ada harganya. Padahal ‘kan sekali nyawa hilang, lenyaplah
segala hidup. Memang sih semua dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang carut
marut, apalagi dalam drama Squid Game sebagian besar tokoh yang ikut dalam
permainan ini merupakan orang-orang yang sangat kepepet memiliki uang instan.
Kalau dipikir-pikir, memangnya siapa sih yang enggak suka dengan uang?
Meskipun demikian, drama ini
berhasil membuka sudut pandang saya tentang uang dari berbagai karakter
pemainnya. Dari banyaknya karakter dalam Drama Squid Game, ada tiga karakter
yang membuat berkesan. Kira-kira siapakah ketiga karakter tersebut?
Abdul Ali
Pertama Abdul Ali yang dideskripsikan
sebagai seseorang yang tulus. Peran yang dimainkan oleh Tripathi Anupan menurut
saya berhasil menarik empati penonton. Sebab karakter yang dibawakan sangat
polos dan begitu lemah lembut.
Ali juga digambarkan sebagai
seseorang yang mudah menolong tanpa pandang bulu, beradap baik dan tidak ingin
merepotkan orang lain meski dirinya pun mengalami kesulitan. Dia seorang yang
penuh tanggung jawab, terutama kepada keluarganya.
Sebagai seorang imigran, Ali
berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dia berharap dengan
merantau bisa mensejahterahkan istri dan anaknya yang masih bayi. Namun sayang,
diskriminasi terhadap orang asing masih terjadi dan membuat Ali tidak
mendapatkan haknya dengan sesuai.
Perlakuan tersebut membuat Ali
semakin terdesak. Kebutuhan yang semakin tak menentu membuat dia mengikuti
permainan yang diiming-imingi uang tersebut.
Selain itu, saya mengamati
karakter Abdul Ali sebagai orang yang selalu berpikir positif. Memang berpikir
positif salah satu hal baik dan perlu dimiliki dalam kehidupan, tapi tak jarang
orang yang demikian ini sering kali dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam drama
ini sebagai contoh ketika Ali bersedia mempercayakan kelerengnya kepada Sae Wo,
tapi dia dikhiati sehingga Ali kalah di permainan kelereng dan hidupnya harus
berakhir di tahap tersebut. Dalam drama Ali memang sudah meninggal, tapi kesan Ali
masih hidup hingga Drama Squid Game selesai. right?
Kang Sae Byeok
Kang Sae Byeok merupakan imigran pembelot
asal negara tetangga–Korea Utara. Ayahnya tidak selamat dalam
pelarian dan sang ibu masih menjadi tawanan sehingga dia hanya bertahan dengan adiknya yang dititipkan di panti
asuhan.
Hidup tanpa orang tuanya
tidak membuat Sae Byeok berdiam diri. Dia mencari peruntungan, tapi jalan tidak
semudah itu. Dia akhirnya memutuskan menjadi seorang pencopet untuk bertahan
hidup.
Peran Sae Byeok cukup penting
dalam drama ini. Sebab menurut saya, posisi puncak konflik emosional sangat
kuat pada peran Sae Byeok. Terlebih nih, Sae Byeok menjadi satu-satunya
perempuan yang berhasil bertahan diurutan ketiga dari seluruh peserta. Keren
‘kan?
Mandiri dan Penyayang begitulah
saya menggambarkan karakter perannya. Dia bertahan sampai titik darah
penghabisan, tidak lain untuk kesejahteraan hidup bersama adiknya.
Kakek Oh Il Nam
Berbanding terbalik dari kisah
Ali dan Sae Byeok yang mencoba bertahan hidup dan mencari kebahagiaan dari
uang. Kisah Kakek Oh Il Nam mengajarkan saya bila uang tidak bisa menjadi tolak
ukur seseorang bisa bahagia.
Loh kok begitu?
Bagi Teteman yang sudah nonton
pasti pahamlah, drama yang dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi ini mempunyai
plot yang begitu mengagumkan. Saya sempat mengamati sih, kedudukan Kakek Oh Il
Nam dalam drama yang menurut saya enggak akan menjadi sebatas tokoh peserta
nomor urut pertama yang sakit-sakitan. Kedudukan Kakek cukup mendominasi dan sedikit
aneh pada bagian drama ketika bisa mendamaikan peserta yang saling tuduh dan
menyelematkan diri sendiri.
Btw saya lupa dibagian permainan yang tahap ke berapa, tapi
yang jelas saat itu si Kakek seperti sudah paham situasi dan begitu akrab
dengan ruangan yang ditempati.
Lantas tahu sendirilah endingnya
bagaimana?
Kakek Oh Il Nam merupakan dalang
dari segala permainan tersebut. Usut punya usut, dia merasa kurang bahagia
meskipun telah mempunyai banyak harta. Diusianya yang senja, Oh Il Nam malah
merasa kesepian dan ingin kembali ke masa lalu sehingga terciptalah sebuah
permainan ini.
Well memang begitulah manusia, sering lupa dengan kata cukup
dan selalu haus segala hal. Kata puas seperti barang langka yang telah sukar
ditemukan, right? Apalagi kini
teknologi semakin canggih dan terdepan, apa-apa sudah mulai bisa didapat secara
cepat, instan dan praktis.
Enggak heran juga sih bila mampu
mengubah cara berpikir dan membuat daya tahan terhadap rasa ingin memiliki pun
kepuasan tiap orang menjadi berbeda-beda. Kemudian bisa jadi berdampak seperti
kisah para tokoh di drama ini. sehingga uang seolah-olah menjadi raja
segalanya.
Akan tetapi saya enggak akan
menampik bila kedudukan uang itu penting. Dalam hidup semua memang berhubungan
dan membutuhkan uang. Namun bahagia bukan bersumber dari uang. Bagi saya
bahagia itu berasal dari rasa cukup dan tahu cara menikmati hidup.
Lalu apa sumber bahagia Teteman?
0 Comments