lifestyle

9.7.25

Selain membaca, berkebun merupakan me time yang mengasyikkan. Sudah sejak dulu, saya sangat tertarik dengan kegiatan tanam-menanam terkhusus tanaman pangan. Rasanya bahagia sekali bila apa yang sudah ditanam memberikan tambahan bahan pokok di dapur walaupun itu hanya segenggam buah cabai. Eh! jangankan segenggam, sebiji atau sepohon tumbuhan yang dapat berbuah pun dapat mengobati penatnya duniawi. Bahkan, sudah serasa menjadi salah satu pegiat ketahanan pangan walaupun datangnya musiman, hahaha. 

Iya, musiman. Sebab maklumlah, saya masih beradaptasi dengan situasi sebagai new mom dari seorang toddler. Bukannya takut tanaman akan dicabut, saya lebih khawatir bila membawa toddler ke pekarangan rumah malah akan melukainya. Sebab you know-lah, pekarangan rumah bekas kandang ayam masih perlu dibersihkan dari berbagai paku pun benda tajam lainnya. Belum lagi, nyamuk yang sigap memangsa. Harap maklum bila tinggal di desa, lingkungan sekitar rumah masih penuh dengan pepohonan.

Berbeda dengan dulu saat masih gadis atau si toddler belum brojol alias melahirkan, jika sedang ingin menanam bisa langsung sikat. Kalau sekarang, perlu menunggu si toddler tidur atau sedang main dengan ayahnya baru si emak beraksi di pekarangan tempat istimewanya, hahaha.

Sama halnya karena obrolan ngalor-ngidul ini dibuat, saya menemukan sekumpul kehidupan baru yang sedang membutuhkan perhatian di pekarangan rumah, yakni bibit terong yang berhasil tumbuh subur dan menghidupkan kembali jiwa berkebun saya, hehe. 

Sebenarnya, bibit terong itu tidak tumbuh begitu saja. Sebab pada dasarnya saya sudah memiliki tiga pohon terong yang tumbuh begitu memuaskan. Yaaa bagaimana enggak puas coba? Kalau ketiga pohon itu bisa tumbuh subur dan berbuah lebat tanpa saya rawat sedikitpun. Bahkan bisa tahan terhadap hama yang pernah menyerang loh! Asli deh, ketiga pohon terong itu tumbuh organik tanpa tersentuh pupuk atau obat kimia. Namun bisa membuat saya kewalahan untuk memanennya, karena bisa seminggu sekali panen dengan buah yang besar dan panjang. 

Ketika melihat perkembangan pohon terong yang dapat tumbuh subur tersebut, akhirnya saya berinisiatif untuk melakukan pembibitan ulang dengan memanfaatkan buah terong yang sudah ada yakni dengan sengaja membuat salah satu buah terong menjadi tua (kulit menjadi kuning).

Ada dua buah terong yang sengaja saya biarkan untuk dijadikan bibit. Namun saya kalah cepat, karena bibit terong itu berhasil dikoyak-koyak ayam yang sedang kelaparan, hiks. Jadi saya perlu mengulanginya lagi, huuu.

Dalam proses kedua ini, saya dikejutkan dengan sebuah berkah yang tidak terduga. Ternyata, buah terong yang pernah dikoyak-koyak ayam berhasil tumbuh tanpa saya sadari. Bahkan, sudah berdaun empat yang artinya sudah cukup untuk dipindah tanam.

Bibit Terong
Bibit Terong 

Saya yang tidak ingin menyia-nyiakan peluang ini, akhirnya memutuskan untuk mencicil membersihkan pekarangan yang sudah penuh ditumbuhi rumput liar. Sebab sayangkan, kalau bibitnya dibiarkan begitu saja? Hihihi.

Padahal, waktu pembibitan pohon terong pertama saya cukup pesimis. Karena cuaca panas yang ekstrim membuat beberapa bibit yang saya tanam seperti cabai, kacang panjang, tomat, seledri jadi gagal tumbuh. Walaupun begitu saya masih bersyukur, sebab ada sawi, pakcoy dan terong yang berhasil menghiasi pekarangan rumah saya waktu itu. Semoga pun hingga kini dan seterusnya, aaammmiiinnnnn.








22.12.24

jejakimpresi.com semoga menjadi pilihan terakhir pun terbaik untuk mengawali langkah yang baru. You know-lah, sepertinya rasa keobsesian saya masih belum terbenahi dengan baik. Buktinya belum lama nama domain blog berubah, sekarang sudah berubah lagi, hahaha. 

Keobsesian kali ini tidak datang secara tiba-tiba. Saya butuh waktu lama untuk merenungkan banyak hal, karena memang akan ada pula yang perlu dikorbankan jika mengotak-atik blog lagi. Ah, tidak perlu dijelaskan lagi kan apa saja itu? Toh, saya sudah membeberkannya di sini, hehe.



Walau terkesan mengulang kesalahan yang sama, tapi anehnya tidak ada tuh rasa jengkel, bosan, marah, menyesal dan sebagainya. Sebab ada saja kejutan kecil dalam berproses ini yang membuat langsung sumringah. Salah satu contoh yaaa ketika berhasil meng-coding, karena tanpa disadari saya mendapat ilmu baru dari bidang yang tidak pernah saya jamah sewaktu sekolah. Kini malah akrab saat bergelut dengan hobi. Misteri kehidupan itu aneh dan unik ya? Hehehe.

Namun adakalanya saya sedikit kecewa karena tidak bisa menggunakan domain titikliterasidotcom sebagai domain utama. Sebab sudah kalah cepat, ada yang sudah menggunakan nama domain tersebut. Alhasil, setelah merenungkan kembali gagasan untuk domain blog ini, saya memutuskan untuk menggunakan jejakimpresi.com sebagai pilihan.

Hal tersebut saya kira karena nama jejakimpresi.com sejalan dengan isi blog ini yang berkaitan dengan ulasan pun pengalaman saya yang adakalanya mungkin dapat memberikan informasi, manfaat dan hiburan untuk Teteman semua. Akan tetapi doakan semoga emak-emak ini konsisten yaa, supaya blognya tetap hidup dan tidak berdebu. Sebab you know-lah, kon-sis-ten itu ibarat ilmu tingkat tinggi yang hanya orang tertentu saja yang bisa melakukannya. Semoga 🙏... See yaaa...

20.3.24

Ngomong soal puasa tak lepas dari kata takjil. Rasanya tanpa takjil seperti bukan berbuka puasa di bulan ramadan. Padahal sebenarnya melepas dahaga dengan segelas air mineral saja sudah cukup.

Namun berburu takjil di bulan ramadan menjelang berbuka puasa, malah menjadi tradisi dan suatu kegiatan yang begitu dinanti-nanti. Bahkan, kini di media sosial pun sempat ramai tentang mitra Islam yang juga tidak ingin ketinggalan memburu takjil menjelang berbuka puasa.

Saya akui sih, memangnya siapa yang tidak tergoda dengan berbagai macam makanan pun minuman yang beragam warna tersebut? Saya rasa semua jenis makanan dari yang digoreng, dikukus, dioven, minuman panas maupun dingin juga tersedia. Alih-alih membeli untuk melepas dahaga seusai berpuasa, tapi menuruti hasrat untuk membeli semua. Benar enggak?

Mata ini loh, enggak ada hentinya celingak-celinguk. Padahal makan satu kue saja kadang sudah kenyang, lah ini ingin membeli semua. Seolah-olah enggak ada hari esok. Jadi ini sebenarnya yang lapar siapa yaaa... perut atau mata? Hahaha.

Akhirnya, akibat kelakuan yang kurang baik tersebut pun memberikan satu pandangan lain bagi saya pribadi. Saya mencoba menyederhanakan makna berbuka puasa dengan tidak terlalu serakah dan menyediakan menu sesuai dengan bahan yang ada. Seperti tidak memaksakan ada yang tidak ada.



Namun ada satu bahan menu berbuka puasa yang selalu saya sediakan di rumah, walaupun bukan dibulan ramadan karena mempunyai beragam manfaat yakni kurma. Kurma telah menjadi salah satu makanan kesukaan di rumah. Selain sebagai asupan nutrisi untuk saya sebagai ibu menyusui, kurma telah menjadi camilan pak suami. 

Selain kurma, jus alpukat pun menemani kala berbuka puasa. Alhamdulillah, ramadan kali ini berbarengan dengan musim panen buah alpukat. Pohon alpukat yang saya tanam entah berapa tahun lalu pun sudah berbuah lebat. Padahal dulu sempat pesimis bila buah alpukat ini akan berbuah, karena saya menanamnya dari biji. Namun siapa yang bisa memutuskan jika Yang Maha Kuasa berkehendak, bukan?

Ngomong-ngomong, dengan apapun Teteman nanti berbuka puasa jangan lupa minum air mineral terebih dahulu yaaa. Sebagai asupan cairan selama berpuasa, minum air mineral begitu berperan penting bagi tubuh.

Seperti halnya yang telah diterangkan dalam web yankes kemenkes bila mengonsumsi air mineral saat berbuka puasa tubuh dapat aktif kembali. Hal tersebut akan  merangsang sel darah merah agar lebih banyak menghasilkan energi dan oksigen.

Selain itu, minum air mineral saat berbuka puasa dapat menyeimbangkan cairan dalam tubuh. Sehingga tubuh Teteman tetap terhidrasi. 

Tentu saja selain yang disebutkan diatas masih banyak manfaat dari air mineral. Salah satu diantaranya adalah memelihara kesehatan kulit, membantu penurunan berat badan, dapat mengurangi racun dalam tubuh dan menyehatkan pencernaan.

Fyi, saya kira pun tidak ada salahnya berburu takjil untuk berbuka puasa selama tidak berlebihan. Tiap-tiap orang memiliki kapasitas untuk mengerem diri sendiri. Secuil kisah dari tulisan ini adalah pilihan saya dan Teteman pun dapat mempunyai pemikiran yang berbeda. Sebab yang manis pun kadang tidak selalu baik.

13.9.23

Hai September, apa kabar? Sudah lama rasanya tidak singgah dan menyapa. Teteman baik-baik saja, bukan?

Tenang, saya tidak benar-benar menghilang, apalagi pergi. Selama tiga bulan terakhir, saya terpaksa rehat dari dunia maya dan hanya sesekali mengamati rumah kedua ini. Walaupun sedikit mengubah ini dan itu sih, hehe.



Rehatnya saya selama tiga bulan ini bukan untuk memperingati  ataupun  mengenang Agustus seperti yang sudah-sudah. Saya rehat melainkan untuk menjaga kewarasan diri pasca melahirkan.

You know-lah, bagi Teteman yang telah melahirkan pasti lebih tahu daripada saya, hehe. Sebab saya baru merasakan bagaimana riwehnya diri setelah membantu memberikan kehidupan baru kepada manusia mungil tersebut. 

Lalu jangan tanya juga apakah begadang tiap malam? Apakah manusia mungil itu tidak rewel? Kemudian apa saja yang saya alami pasca peristiwa tersebut? Serta  pertanyaan-pertanyaan lainnya. 

Sebab selama menemani manusia mungil tersebut, saya menjadi tersadar, bila menjadi ibu itu tidak mudah. Butuh banyak belajar dengan berbagai persiapan dan kesiapan. Apalagi bagi saya yang kurang mendapatkan figur ibu, sehingga perlu belajar agar  menjadi orang tua yang bisa menjadi teladannya dimasa yang akan datang.

Sejujurnya sih, cukup khawatir dan begitu senang. Khawatir, jika tanpa sengaja menorehkan ingatan muram yang bisa dibawanya di masa depan dan senang karena Tuhan mempercayakan manusia mungil tersebut untuk saya temani tumbuh dan kembangnya. Sampai-sampai, saya lupa tentang kenangan mengenai Agustus yang sudah-sudah tersebut.

Dari peristiwa yang timbul dan tenggelam ataupun datang dan pergi dari kehidupan yang saya jalani tersebut, saya menjadi sedikit mengerti bila adakalanya manusia hanya perlu menyibukkan diri untuk mengalihkan diri dari kerumitan pikiran masa lalu yang membelenggu. 

Adakalanya manusia perlu menerima dengan hati dan pikiran yang lapang serta jernih untuk memberikan suatu keputusan. Apakah memilih menetap dan terjebak dalam kubangan masa lalu ataukah mendaki dan berlari mengejar masa depan?

Saya jadi teringat ungkapan dr. Tsuneko dalam bukunya Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan yakni  "... satu-satunya cara agar tidak berpikir macam-macam adalah menyibukkan diri". Bagi saya itu nyata. Sehingga melewati Agustus dengan begitu saja.

Lagi-lagi, saya ingin berterima kasih kepada Agustus. Kendati telah memberikan kenangan pahit, tapi telah memberikan warna-warni dalam perjalanan hidup saya hingga saat ini.

10.3.23

Hi, March... bagaimana kabarnya? Enggak terasa ya, tiga bulan di tahun 2023 mulai terlewati. Cepat sekali rasanya waktu berlalu. Sama halnya dengan saya yang rindu bersapa riang di rumah kedua ini. Sebab entah kapan terakhir kali mengunjungi blog ini. 

Jalan Panjang Berdamai dengan Diri Sendiri

Maklumlah akhir-akhir ini saya menjadi manusia ‘sok’ sibuk, padahal di rumah juga ngapain kalau enggak otak-atik media sosial? Hahaha.

Ngomong-ngomong Teteman baik-baik saja ‘kan? 

Apakah sudah berdamai dengan masa lalu atau masih overthinking dan menyalahkan diri sendiri?

Ah, kalau membahas mengenai hal tersebut begitu rumit dan melelahkan, bukan? Apalagi kalau menyangkut tentang diri sendiri. 

Ya, tentang diri sendiri yang terpaksa mengalah padahal sebenarnya pun perlu diapreasisi. Mengenai diri sendiri yang selalu bilang “tidak apa-apa” padahal menumpuk sesak dalam benak. Tentang diri sendiri yang enggak enakkan, sehingga selalu memperumit dirinya sendiri. Serta tentang diri sendiri lainnya yang entah berapa paragraf lagi bila disebutkan.

Memang sih, saya tidak bisa menghakimi pengalaman pun perjalanan hidup tiap individu. Saya juga tidak akan bisa memberikan wejangan atau anjuran untuk melakukan ini dan itu untuk memperbaiki atau menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami. Sebab pada hakikatnya pun, saya yakin setiap individu akan menemukan jalan dan titik pemberhentiannya dengan cara yang begitu unik juga beragam.

Seperti halnya yang Teteman ketahui, berdamai dengan diri sendiri adalah perjalanan paling panjang di kehidupan ini. Sebab yang tahu tentang diri sendiri, ya tentu saja diri kita sendiri bukan orang lain. Sehingga dengan seketika diri sendiri pun menjadi rumit akibat dirinya sendiri.

Namun dari berbagai perjalanan panjang tersebut, saya menemukan cara yang menurut saya paling ampuh yakni dengan menulis. Pada awalnya saya menulis jurnal harian hingga singgah membuat blog Titik Literasi ini dan tulisan-tulisan lainnya.

Anehnya, tulisan-tulisan yang saya tulis sendiri tersebut dapat menjadi alarm pada diri sendiri. Sering kali ketika saya memposisikan diri sebagai seorang pembaca, saya malah kembali terhanyut dan memberikan sudut pandang lain terhadap hasil tulisan tersebut. Ada yang begini juga enggak?

Begitupun ketika saya mencoba menulis tentang self acceptance, pencarian makna hidup dan relationship yang sebagian pernah saya unggah diblog dan kini saya himpun dalam kumpulan flashfiction berjudul “Hari yang Tak Pernah Usai” yang telah terbit di KBM App. Jika iseng-iseng kembali membacanya, saya pun jadi merenung ternyata bigini dan begitu ya hidup ini.

Well, akhirnya pun saya menyimpulkan bila kadangkala kisah atau perjalanan hidup dalam menemukan jalan berdamai dengan diri sendiri itu beragam. Bagi saya pribadi yakni dengan cara menulis baik berdasarkan pengalaman pribadi atau orang lain. Sebab setiap tulisan tersebut bisa menjadi sebuah alarm untuk diri sendiri, pun bisa jadi untuk orang lain.

Ngomong-ngomong tentang “Hari yang Tak Pernah Usai” nih, Teteman yang tertarik untuk membacanya bisa kunjungi laman berikut “Hari yang Tak Pernah Usai – Ayara S.”

Jalan Panjang Berdamai dengan Diri Sendiri

Semoga perjumpaan kita pun memberikan pandangan dan sisi lain dalam berdamai dengan diri sendiri. Sebab, berdamai dengan diri sendiri merupakan langkah awal untuk mencintai diri sendiri, sebelum mencintai orang lain. Sudah ‘sok’ bijak saja saya nih! Hahaha.

8.12.22

Banyuwangi–siapa yang belum pernah mendengar nama tersebut? Saya kira Teteman pun akan familiar dengan nama kota yang dikenal juga sebagai Sunrise Of Java ini. Sebab di tahun-tahun sebelumnya, nama Banyuwangi oleh sebagian orang digadang-gadang sebagai lokasi (setting) novel KKN di Desa Penari.

Akan tetapi kali ini saya tidak akan membahas mengenai hal-hal tersebut di atas, apalagi masalah hal-hal mistis di suatu daerah. Sebab kali ini saya hanya ingin sedikit menceritakan pengalaman ketika menulis buku ajar tentang kuliner Banyuwangi.

Seperti yang Teteman tahu, daerah di ujung Pulau Jawa ini menyimpan segudang budaya yang kental pun beragam. Saya bukan orang Banyuwangi, tapi cukup kagum dengan masyarakat pun pemerintah setempat yang begitu menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut.

Jadi enggak heran sih bila saat dimasa studi, Kota Banyuwangi menjadi salah satu objek yang harus dieksplore guna menyelesaikan salah satu mata kuliah saya saat itu.

Saya kira bila membahas tentang teks narasi, deskripsi atau prosedur enggak ada masalah. Sebab Kota Bangyuwangi memiliki segudang hal yang bisa dibahas dan memang terkesan akan mudah dikerjakan.


Akan tetapi bagaimana jadinya, bila bagian saya dan kelompok saat itu harus membahas puisi rakyat Kota Banyuwangi yang berkaitan dengan kulinernya?

 

Ya tentu saja auto bingung, saya bahkan telah mencari beberapa referensi puisi rakyat mengenai kuliner Banyuwangi dan ternyata masih belum ada. Alhasil, muncullah sisi kreatifitas saya a.k.a dengan terpaksa memulainya untuk pertama kali.

 

Kebetulan saat itu saya dapat bagian KD 4.14 Menelaah struktur dan kebahasaan puisi  rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar. Wah, kira-kira kuliner apa nih yang akan saya buat puisi rakyat?

 

Namun sebelum menentukan kuliner yang akan saya buat puisi rakyat. Secara otomatis saya harus meriset kuliner apa saja yang ada di Banyuwangi. Hal yang saya eksplore tidak hanya berkaitan dengan makanan utama, tapi juga makanan ringan. Alhasil, saya memutuskan memilih tiga kuliner diantaranya Ladrang, Bungkuk dan Sego Cawuk.

 

Sebelum memberikan contoh puisi rakyat berkaitan dengan Ladrang, Bungkuk dan Sego Cawuk, saya ingin memberikan penjelasan sedikit tentang ketiga kuliner tersebut.

 

menulis-puisi-rakyat-kuliner-banyuwangi
sumber gambar: Google

 

Ladrang

Saat pertama kali saya melihat ladrang dan mencicipinya secara langsung, satu hal yang terlintas dalam pikiran saya yakni kue bawang. Secara bentuk dan rasa menurut saya sama dengan kue bawang. Entah memang sama atau memang hanya penyebutannya yang berbeda ditiap daerahnya?

 

Bentuk ladrang mirip seperti kue bawang, berbentuk stik berwarna kuning keemasan dan rasanya gurih renyah. Makanan khas yang bisa Teteman temui saat lebaran, hehe.

 

Ngomong-ngomong saat itu saya tidak beli, saya dapat oleh-oleh dari salah satu rekan setelah pulang kampung. Namun ketika meriset tentang ladrang ini, saya kira harganya cukup higeinis untuk oleh-oleh jika Teteman tidak sengaja berkunjung ke Banyuwangi.

 

Bungkuk

Bungkuk atau bongko adalah makanan basah yang bentuknya persegi panjang mirip dengan kue nagasari. Enggak hanya bentuknya yang mirip, bahan-bahan bungkuk juga hampir mirip dengan kue nagasari kecuali bahan dasar tepungnya.

 

Untuk kue yang satu ini, saya belum pernah coba sih. Namun berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, Teteman bisa mencicipi bungkuk di pasar-pasar tradisional.

 

Sego Cawuk

Sego Cawuk (nasi cawuk) adalah menu sarapan andalan warga Banyuwangi. Sego Cawuk ini terdiri atas nasi putih dengan beberapa lauk yang disiram dengan dua macam kuah yakni kuah pindang dan kuah trancam atau kelapa parut.

 

Satu kesalahan saya ketika harus meriset Sego Cawuk di pagi hari. Asli membuat keroncongan, hahaha. Padahal sudah sarapan, dasar perut saya nih! Saya kira Sego Cawuk akan menjadi salah satu kuliner yang perlu saya coba bila berkunjung ke Banyuwangi. Semoga tersampaikan, hehe.

 

Nah, berikut beberapa puisi rakyat tentang kuliner Banyuwangi versi saya.

 

Pantun Ladrang

Akhir pekan pergi ke gunung

Memakai baju lengan panjang

Kalau sedang resah dan bingung

Paling enak makan ladrang

 

 

Pantun Sego Cawuk

Berkirim surat lewat Pak Nawan

Sambil loncat sana-sini

Bila ada kesempatan jadi wisatawan

Ayo icip sego cawuk Banyuwangi

 


Gurindam (tema kuliner)

Apabila cita rasa terjaga

Lestarilah ragam kuliner kita

 

Gurindam (tema kuliner)

Memelihara keaslian masakan lokal dan tradisi

Itulah cara mengenalkan pada anak cucu nanti


 

 

Syair Bungkuk

Kepadamu muda bersahaja

Genggamlah erat hingga fana

Jati dirimu sebagai Indonesia

Seperti bungkuk perekat cita

 

Hai yang berakal budi

Bawalah segenggam kekayaan hati

Lekatkan adat pada diri

Supaya bungkuk tetap abadi

 

Wahai kalian pelancong muda

Berdirilah pada tonggak budaya

Lestarikan hasrat moyang kita

Sehingga bungkuk tidak kehilangan rasa

 

Hai jiwa petualang

Biarkan asamu terbang

Tak perlu risaukan kebingungan

Bungkuk pasti membawamu pulang


6.11.22

Ngomong-ngomong beberapa pekan terakhir saya jarang membuka jejaring sosial YouTube. Bukan karena ‘sok’ sibuk melainkan teralihkan oleh beberapa jejaring sosial lain yang baru saya gunakan. Ibaratnya nih, kalau ada barang baru masih disayang-sayang, hahaha.

Nah, hingga pada akhirnya saya sempatkan membuka YouTube untuk mengetahui kabar terbaru baik dari luar maupun dalam negeri atau sebatas mencari resep masakan.

Fyi... selain membaca dan menonton, menjelajah serta bereksperimen dengan berbagai kulier nusantara termasuk kegemaran saya. Apalagi sejak menjabat sebagai emak-emak, menyimak beragam resep dari kuliner nusantara menjadi tontonan yang enggak bisa dilewatkan begitu saja.

Mengenal Lebih Dekat Kuliner Nusantara bersama KISARASA

Sampai pada akhirnya, muncul diberanda sosok Chef Renatta.  Pada awalnya saya sempat bingung dan bertanya-tanya, apakah isi  tayangan dari kemisteriusannya beliau ini?

Namanya KISARASA sebuah tayangan edukatif tentang keberagaman kuliner nusantara. KISARASA: Kenali Kisah Dibalik Rasa ini merupakan film dokumenter yang tidak hanya menjelajah keberagaman kuliner Indonesia melainkan juga tentang sejarah dari kuliner tersebut.

You know-lah, kalau ngomongin tentang kuliner Indonesia tentu enggak ada ujungnya dan begitu panjang untuk dibicarakan. Misalnya saja tentang bahan apa saja yang dibutuhkan untuk memasak hidangan X, sejarah dari hidangan tersebut dan berapa lama proses memasak hidangan X secara tradisional? Tentu membutuhkan berbagai literatur untuk dibaca dan dipelajari.

Akan tetapi, kehadiran KISARASA dimedia digital ini begitu membantu generasi muda pun berbagai kalangan usia untuk lebih dekat mengenal kuliner Indonesia yang begitu beragam tersebut.

KISARASA ini dipandu oleh Chef Juna dan Chef Renatta dan baru tayang sebanyak delapan episode. Saya berharap KISARASA terus menayangkan penjelahan kuliner dari kedua ahli pengolah rasa tersebut.

Sebab saya begitu mengapresiasi dan berterima kasih kepada tim yang terlibat karena telah memberikan tayangan yang enggak hanya menghibur, tapi mengededukasi khususnya untuk generasi masa kini dan akan datang.

KISARASA bahkan bukan hanya menghibur dan mengedukasi. Dari KISARASA saya mendapat sudut pandang baru. Seperti yang diungkapkan oleh Raditya Dika kala itu, bila makanan bukan hanya masalah rasanya enak atau tidak, tapi ada memori apa yang terpaut dari masakan tersebut.

Saya sangat setuju dengan pernyataan Raditya Dika. Bahkan hingga kini banyak hal dari memori yang telah tertanam dalam diri, mulai saya korek lagi. Apalagi jika sudah berhubungan dengan resep masakan Almarhum ibu. Kendati sebatas ingatan tentang rasanya yang samar-samar. Namun bagi saya itu adalah sebuah hadiah. Hadiah dari penantian rindu yang panjang.

10.10.22

“Apakah aku manusia normal?”

Enggak jarang saya mempertanyakan hal serupa pada diri. Entah berapa ribu kali mempertanyaan kenormalan saya sebagaimana manusia pada umumnya. Manusia yang katanya bisa normal karena bersosialiasi, manusia yang banyak bicara, enggak kaku, sehingga dapat diterima dalam masyarakat.

Lantas anehkah mana kala saya beranggapan demikian?

Sebab enggak jarang orang sekitar terlalu melabeli saya sebagai orang pendiam dan tertutup. Sehingga membuat diri berasumsi, sebenarnya manusia yang normal itu yang banyak bicaranya kah atau yang bisa haha hihi sana sini? 

Padahal  pada dasarnya saya juga sama dengan mereka. Saya juga dapat melakukan hal-hal wajar selayaknya anggapan manusia normal. Akan tetapi argumen pun asumsi dari orang lain kadang kala mematahkan rasa percaya pada diri. Sesekali pun timbul rasa takut tidak diterima dan tidak dihargai serta overthingking terhadap isi kepala orang-orang.


Bisa jadi, hal tersebut menjadi alasan saya lebih suka bertemu dengan orang baru dan berada di lingkungan baru. Seseorang yang belum mengenal apapun baik kepribadian dan latar belakang saya, begitu juga sebaliknya.

Sebab orang baru tersebut tidak langsung menyudutkan saya sebagai mana orang melabeli saya seperti sebelumnya. Kendati lambat laun dia pun akan mengerti baik buruk saya setelahnya.

Saya rasa hubungan dengan orang-orang yang ditemui melalui pertemuan dan hubungan baru lebih terjalin akrab daripada orang-orang yang mengenal saya sedari kecil, baik saudara begitupun lingkungan. Sebab bertemu dengan orang yang sudah kenal lama terasa canggung. Suatu ketika saya pernah berasumsi bila karakter yang akan saya tampilkan tergantung dari apa yang orang-orang pikirkan tentang saya. Seperti halnya bagaimana orang yang melabeli saya sebagai orang pendiam.

Dalam hal ini mungkin bisa dikatakan sebagai upaya untuk bisa menjadi diri sendiri. Sebuah cara untuk bisa memahami dan menerima diri dengan tidak memerdulikan lagi berbagai anggapan orang-orang mengenai saya. Istilah kerennya sih lo jual gue beli, haha.

Sebab jika ditelisik sebelum mengenal tentang diri, saya sempat frustrasi. Saya merasa menjadi satu-satunya manusia yang memang ditakdirkan “untuk tidak ditemani”. Parahnya, bukannya mencari jalan keluar, saya malah terlampau sibuk memikirkan berbagai ungkapan dan pertanyaan orang-orang dengan kesinisannya.

“Kamu kok sering sendirian?”

 “Daritadi dia diam terus,”

“Jangan terlalu jadi orang pendiam” dan sebagainya.

Hingga disuatu titik pertanyaan itu kembali muncul, “Apa memang ada yang salah dengan diri saya?” Gilanya, sempat terlintas untuk melakukan rukiah, yaa ampun sudah sampai segitunya hahaha.

Akan tetapi saya tidak melakukankannya. Saya memilih mencoba mengenal diri dengan membaca literatur mengenai psikolog, kepribadian dan lain-lain. Hingga sampai akhirnya  tahu, bila saya seorang introvert.

You know-lah siapa yang enggak tahu introvert?

Introvert merupakan suatu kepribadian seseorang yang lebih suka mengisi energinya secara independen. Karena secara independen inilah, kadang disalahartikan bila si introvert enggak suka bersosialisasi, apalagi suka bergaul. Namun pada kenyataannya bukan seperti itu.

Pada dasarnya introvert bisa bersosialisasi pun bergaul, tapi yang membedakan adalah durasi dan bersama dengan siapa si introvert itu berinteraksi.

Fyi dari pengalaman saja sih, dari 24 jam sehari saya hanya membutuhkan waktu seperempatnya untuk berinterasi dengan orang lain, sisanya dengan diri sendiri atau hewan peliharaan.

Jika terlalu lama berinteraksi dengan orang lain, malah membuat saya mudah lelah, baik fisik maupun mental. Apalagi kalau berada dalam perkumpulan orang-orang, bukannya senang banyak teman saya malah merasa sendirian.

Jadi enggak heran juga sih bila teman saya sedikit. Saya juga enggak ada ambisi untuk mempunyai banyak teman. Toh, semakin dewasa manusia, tiap-tiap individu itu bisa saling mengeliminasi sesuai kebutuhan hidup pun gaya hidup. Jadi saya enggak terlalu memusingkan sih walaupun sedikit. Sebab yang penting mereka merupakan teman-teman berkualitas yang masih terjalin secara harmonis hingga kini.

Di sisi lain saya yakin, orang-orang yang masih melabeli saya sebagai orang pendiam belum tahu saja siapa si introvert ini. Btw, introvert itu enggak selalu hanya mendengarkan loh! Sebab dia hanya akan menampakkan kekonyolannya pada orang-orang tertentu yang membuat dia nyaman. Benar enggak?

Namun adakalanya dari berbagai perbedaan baik kepribadian dan lainnya, masih membuat saya heran. Mengapa ya dalam interaksi sosial perbedaan itu masih dipermasalahkan? Kurang sadarkah mereka bila pada dasarnya tiap manusia memang dilahirkan berbeda?

Dalam agama yang saya anut dijelaskan bila manusia lahir di dunia dengan membawa bakat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Namun kenapa masih saja diperdebatkan?

Mungkin itulah salah satu alasan yang membuat seseorang merasa minder karena tidak sesuai dengan standar yang berlaku dimasyarakat. Sama halnya ketika saya sibuk memikirkan berbagai anggapan dan pertanyaan tentang saya.

Beruntung saja sekarang saya tidak lagi memusingkan hal-hal demikian. Kini saya mulai sadar, jika bersosialiasasi menjadi nilai minus, saya hanya perlu mengembangkan hal-hal yang memang menjadi prioritas dalam hidup. Prioritas hidup saya salah satunya adalah bisa berdamai dan menerima diri sendiri. Memang sih, enggak akan mudah. Sebab pada kenyataannya butuh perjalanan panjang untuk bisa menerima diri sendiri, dengan keunikannya sendiri.




Rukiah dalam KBBI: pengobatan hati atau doa seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW., berfungsi untuk mengusir pengaruh jahat dari hati.

7.9.22

Terlalu idealis sepertinya, membuat saya suka mengotak-atik blog yang telah menemani selama beberapa tahun ini. Padahal tahu sendirilah, mengotak-atik blog dapat mengubah banyak hal pun harus membuat saya kembali ke titik nol atau memulai dari awal.

Memang sih, blog Titik Literasi bukanlah blog besar. Kendati demikian saya tetap bersyukur mempunyai blog ini, begitupun suka duka yang telah dilalui. Seperti halnya pengalaman yang akan saya bagi kali ini.

Ada kalanya mungkin ada yang sadar atau cuek-cuek saja, haha. Satu perubahan krusial pada blog. Sebab antara nekad dan sedang uji nyali, saya memutuskan untuk mengubah domain blog.

You know-lah, pada awalnya blog ini beralamat domain nama lengkap saya yang panjangnya seperti rel kereta api. Kemudian saya mendapatkan bisikan gaib untuk mengubahnya menjadi https://titikliterasi.blogspot.com (yang masih setia dengan hal gratisannya, ups!) hahaha.

kembali-dimulai-dari-nol

Memangnya apa sih yang berubah setelah saya mengganti nama domain blog?

Menurunnya Traffic

Sebelumnya yang perlu diketahui, domain itu ibarat alamat rumah kita. Jadi bisa dibayangkan bila seseorang ingin pergi ke rumah kita, tapi kita telah pindah rumah ke alamat yang baru. Bagaimanakah kiranya, pasti bingung dan mencari alamat lain toh?

Begitu pulalah dengan pengunjung alamat lama domain saya. Mereka akhirnya menghilang tak tersisa. Ada kemungkinan mereka kebingungan karena rumah lama tidak lagi berpenghuni dan mereka meyakini sang penghuni telah meninggalkan rumah tersebut selama-lamanya. Padahal yang terjadi sang pemilik rumah memilih alamat rumah baru.

Bisa disimpulkan sendirilah yaa, satu hal paling krusial mengganti alamat domain adalah kehilangan traffic yang akan berpengaruh pula pada rank di halaman google. Ibaratnya nih, berganti rumah berganti pula isi dan keseluruhannya.

Perlu Mengindeks Ulang

Beberapa postingan lama perlu diindeks ulang agar terbaca oleh mesin pencarian google. You know-lah, alamat domain diganti, berarti perlu diindeks ulang pula postingan-postingan sebelumnya.

Dalam hal ini, saya mencari cara cepat untuk mengindeks ulang semua postingan, tapi belum menemukan caranya. Maklum saya masih awam dalam dunia per-bloger-an. Jadinya yaa secara manual meski tidak semua hanya beberapa postingan yang menurut saya banyak dicari.

Mendaftar Ulang Domain ke Google AdSense

Ini nih yang paling menegangkan, hahaha. Selama mendaftar ulang dengan alamat domain baru, saya telah ditolak tiga kali. Padahal pertama kali mendaftar pada alamat domain pertama, saya tidak mengharapkan apa-apa. Eh, bahkan pada waktu itu saya tidak tahu cara dan apa kegunaan Google AdSense. Sebatas iseng, ikut-ikutan dan diterima, Alhamdulillah. Ternyata seiseng itu saya bermain-main dengan google ya? hahaha.

Penolakan pertama saya kira karena terlalu terburu-buru. Sebab pada saat itu alamat baru belum ada pengunjung dan postingan, tapi saya nekad mendaftar Google AdSense. Jadinya yaa ditolak dong!.

Kedua pun sama, karena kurangnya pengunjung dan belum ada postingan. Ketiga diblog sudah ada beberapa postingan, tapi saya masih terlalu terburu-buru untuk mendaftar kembali.

Jujur, pada saat itu cukup gugup. Karena setelah membaca pengalaman-pengalaman para suhu mendaftar ulang AdSense katanya sih mudah. Namun coba lihat saya, sudah ditolak tiga kali. Apanya yang mudah coba, suhu?

Kemudian pendaftaran keempat, saya putuskan untuk menunggu beberapa minggu dari pesan penolakkan sebelumnya. Kira-kira satu, dua minggu dengan mencoba memposting artikel secara rutin. Memang sih, traffic-nya belum banyak. Akan tetapi satu bulan kemudian saya mendapatkan pesan manis dari Google AdSense. Saya sangat bersyukur, diterima didetik-detik ingin menyesali keputusan ini, hahaha.

Selain ketiga hal krusial tersebut, saya juga perlu mendaftar ulang domain di Google Publisher, Google Search Console dan mengubah Google Analytics. Cukup melelahkan memang, tapi di sisi lain cukup puas dengan tekad saya sebelumnya. Eksperimen saya mengubah domain sekiranya cukup berhasil, Alhamdulillah.

Sudah tahu seribet itu kenapa memutuskan tetap mengganti nama domain sih?

You know-lah, saya terlalu idealis dan keras kepala. Saya pun sudah membaca akibat dan dampak bila melakukan hal tersebut dari berbagai pengalaman para bloger. Namun saya telah meyakini diri, bila semua ada resikonya dan harus menerima bagaimana pun hasil akhirnya.

Sejujurnya sih, saya kira tidak akan menyesal bila pun hal-hal di atas tidak berjalan lancar. Enggak tahu kenapa, saya suka sekali bereksperimen dengan blog yang saya miliki ini.

Kalau begitu kenapa enggak langsung menggunakan bloger yang berbayar?

Entahlah, belum terpikirkan. Saya masih nyaman walaupun dengan bloger gratisan.

Well... begitulah hal-hal krusial dari pengalaman saya mengganti nama domain beberapa bulan lalu. Emmm, saya kira tidak merekomendasikan hal ini kepada Teteman yang sudah mulai serius ngeblog dengan SEO yang sudah bagus. Yah, tahu sendirilah resikonya nanti hehe.

So, semoga pengalaman saya pun bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Teteman yang mempunyai kelakuan “mirip” dengan saya yaa, hehe. Namun bila memaksa melakukan hal yang sama, yaa enggak apa-apa sih! Resiko ditanggung penumpang~ see yaa!

9.7.22

Tidak ada sapi hari ini–di Iduladha tahun 2022.  You know-lah penyakit mulut dan kuku (PMK) telah menyerang sapi-sapi di dua bulan terakhir. Kalau enggak salah kasus ini mencuat beberapa pekan setelah hari raya idul fitri. Kemudian pertama kali ditemukan di Jatim dan Aceh.

Satu kata yang muncul pertama kali dalam benak saya adalah kenapa? Kenapa kasus PMK muncul menjelang hari raya iduladha?  Apakah ada konspirasi dibalik kasus PMK ini?

Eh, jangan diambil serius yaaa saya hanya bercanda hehe.

Akan tetapi, kadang dengan serampangnya saya pernah mempertanyakan hal tersebut. Entah memang kebetulan (jalan dari Semesta) atau adanya konspirasi saya pun tidak tahu.

Semoga saja, kasus PMK ini bukan tindakan dari para aliansi shadow economy dalam mengalihkan issu tertentu. *Eh, lagi-lagi aliansi shadow economy yang dibawa-bawa haha..

Tidak Ada Sapi Hari Ini

You know-lah kendati telah diinformasikan, bila daging sapi yang terinveksi tidak menular kepada manusia. Namun sepertinya masyarakat masih enggan. Khawatir pun bisa jadi ada sedikit trauma.

Maklumlah, mayoritas masyarakat di lingkungan saya seorang peternak sapi. Kemudian kasus PMK yang meradang membuat para peternak ketar-ketir, bimbang, dilema dan berupaya mengiklaskan takdir hewan peliharaan mereka.

Alhasil, takmir masjid di dekat rumah saya memutuskan memilih kambing sebagai hewan kurban. Kendati demikian cukup bersyukur, sebab 16 ekor kambing masih bisa menjadi pelengkap di hari raya tahun ini. 16 ekor kambing tersebut masih bisa dijadikan bahan eksperimen saya di dapur, hehe.

Walaupun tidak ada sapi di Hari Raya Kurban kali ini, saya bersyukur masih diberi kesempatan untuk memeriahkannya. Semoga ditahun selanjutnya pun, dapat bersua.

7.7.22

Sesuatu hal apa sih yang paling disyukuri oleh manusia seperti kita ini? Sebuah berkat yang diberikan atas suatu pencapaian atau karena diberi kesempatan masih bisa bernapas?

Saya kira bukan sebatas hal tersebut saja, right? Sebagai manusia dengan keberagamannya, tentu mempunyai rasa syukur yang bermacam-macam pun berarti untuk individu itu sendiri.

Kendati demikian, ada pula manusia yang belum menyadari berkat yang selama ini diterimanya. Adakalanya salah satu manusia itu malah menganggap bentuk “syukur” sebagai hal kurang baik dan menjadikannya bumerang untuk selalu menopang dagu. Kemudian dewasa saya pun banyak kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Apa Syukurmu Hari Ini


Kendati demikian, sebenarnya syukur itu apa sih?

Syukur secara bahasa bermakna membuka, menyingkap, menampakkan dan menunjukkan. Menurut KBBI syukur diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Allah. Seperti halnya Emmons & Shelton (dalam Putra, 2014:36) mengartikan syukur (gratitude) sebagai sebuah komponen psikologis yakni semacam rasa kagum, penuh rasa terima kasih dan penghargaan terhadap hidup. 

Emmons dan McCullough ( 2003: 378 ) mengartikan gratitude sebagai sebuah bentuk emosi atau perasaan yang berkembang menjadi suatu sikap dan moral yang baik, kebiasaan, sifat kepribadian, yang akhirnya mempengaruhi seseorang untuk bereaksi terhadap sesuatu atau tanggapan terhadap situasi-situasi yang ada, baik terhadap sesama, makhluk hidup lain, begitupun terhadap Tuhan.

Ngomong-ngomong masalah syukur nih, dari berbagai syukur yang telah dikaruniakan kepada saya, ada satu yang begitu berarti yakni keluarga. Keberadaan keluarga begitu berpengaruh pada perjalanan hidup saya. Kendati bukan dari golongan keluarga kelas atas, tapi rasanya sangat berarti. Sebab bagi saya, keluarga tidak bisa dibeli apalagi dinilai dengan berbagai hal pun tak tergantikan.

Entah, saya pun belum bisa memahami diri. Semakin waktu berlalu, saya menjadi sentimentil jika membahas tentang keluarga. Padahal jika ditelisik secara subjektif, keluarga sudah terasa  retak, hancur atau sudah pecah berkeping-keping.

You know-lah, enggak akan ada keluarga yang benar-benar sempurna dan selalu bahagia di dunia ini right? Begitupun yang pernah terjadi pada keluarga saya.

Walaupun demikian, saya merasa sangat berterima kasih. Terima kasih telah merawat dan membesarkan saya dengan sepenuh hati. Terima kasih telah melindungi dengan penuh sayang yang lembut. 

Selain itu, saya pun meminta maaf karena belum bisa menjadi anak yang berbakti. Pun belum bisa menjadi adik yang mengayomi. Maaf karena masih merawat kekeraskepalaan diri. Sekali lagi maaf, jika masih mengecewakan berbagai pihak.

Sebagai putri bungsu dan sebagai adik paling kecil dari kedua kakak, saya bersyukur menjadi bagian dari keluarga ini.


12.6.21

Enggak ada cara instan menjadi penulis tanpa diawali dengan membaca. Kalaupun teteman mengikuti seminar kepenulisan ataupun QnA misalnya; kepada salah seorang penulis favorit masing-masing, pasti para pelukis kata tersebut akan menganjurkan teteman untuk membaca terlebih dahulu.

Ibarat sebuah bangunan, membaca merupakan pondasi yang akan membuat tulisan berbobot (sesuai genrenya) dan nyaman dibaca. Sebab selain menambah tabungan diksi, membaca merupakan upaya penulis dalam menemukan identitas (gaya) personal branding untuk tulisannya.


Platform terbaik 2021


Kalau saya cermati dari tahun ke tahun, minat terhadap profesi penulis cukup meningkat. Terbukti dengan menjamurnya platform membaca dan menulis yang tersebar dijagat dunia maya. Bahkan sebelum adanya Covid 19, platform-platform tersebut  telah menemani ribuan juta pembaca baik yang gratis maupun berbayar. 

Btw, kalau teteman ingin jadi penulis tentu enggak sembarang membaca dong! Eh, maksudnya enggak melahap mentah-mentah sebuah karya yang misalnya sudah dibaca bla bla bla ribu kali tapi masih banyak bagian yang (maaf) semerawut dari tanda baca, saltik dan penggunaan kata yang banyak menyingkat kata (menyingkat kata yang enggak semestinya, seperti bahasa dalam kirim pesan elektronik).

Ingat, membaca = pondasi dalam menulis. Dalam hal ini enggak menuntut kemungkinan bila kebiasaan membaca bacaan yang kurang baik, bisa berpengaruh pada kreativitas menulis teteman.

Ya, tanda baca dan menyingkat kata memang terdengar hal sepele. Namun kebiasaan ini enggak bisa disepelekan. Bagi yang pelajar nih, bagaimana bila kebiasaan tersebut malah berimbas pada pengerjaan tugas sekolah? 

Jangan pernah menganggap menyingkat kata bertujuan agar cepat menyelesaikan tugas. No! Malah bisa jadi,nilai tugas teteman akan dikurangi karena salah tidak menggunakan tanda baca atau menyingkat kata yang tidak benar. Saya mengatakan hal ini sebab mempunyai pengalaman sebagai siswa, juga sebagai pelaku yang hobi sekali mencoret buku tugas Bahasa Indonesia siswa. Gemas rasanya, tiap masuk KBM mengingatkan mengenai hal-hal sepele tersebut.

Nah, dalam kesempatan kali ini saya ingin merekomendasikan dua platform yang bagus untuk mengasah membaca maupun latihan menulis teteman. Anyway... dalam hal ini pun, saya masih belajar. Sebab itulah tulisan ini tercipta. Bagaimana, sudah siap menyimak? 

KBM App

Platform pertama bisa disebut sebagai aplikasi Komunitas Bisa Menulis. Platform ini berawal dari antusiasme anggota KBM di media sosial: FaceBook, hingga beralih pada aplikasi. 

KBM merupakan komunitas menulis yang dimoderatori oleh Pak Isa Alamsyah, Asma Nadia dkk. Enggak hanya bisa membaca dan menulis, dalam KBM App teteman bisa belajar dari para penulis ternama.

Kok bisa? Sebab di KBM App ada satu sesi diskusi, kalau enggak salah biasanya diadakan pada hari Rabu. Dalam diskusi ini, biasanya sang pembicara merupakan salah satu penulis ataupun penyair ternama Indonesia. Dulu pernah diisi Pak Taufik Ismail, Ivan Lanin, Dee (Dewi Lestari), Asma Nadia, Okky Madasari dan sebagainya. Enggak menuntut kemungkinan bila pembicara dalam diskusi selanjutnya akan diisi oleh penulis favorit teteman. Yaaa siapa tahu?

Selain membaca, menulis dan mencuri ilmu dari para bintang literasi, di KBM App juga menyediakan sistem monetisasi tulisan. Jadi, teteman bisa mendapatkan apreasiasi berupa uang bila karya teteman layak dan sesuai dengan syarat ketentuan KBM App.

Apalagi yang istimewa dari KBM App?

Untuk teteman yang suka dengan karya-karya Bunda Asma Nadia, saya sarankan untuk mengunduh aplikasi ini. Why? Sebab Asma Nadia tengah menulis karya terbarunya di KBM App loh! Dari Surga yang Tak Dirindukan 3, Pertama Bilang Cinta ada juga Nikah Tanpa Pacaran.

Selain Asma Nadia, ada pula karya Helvy Tiana Rosa, Dewa Eka Prayoga, Isa Alamsyah dan lainnya. memang, seperti halnya platform pada umumnya; KBM App ini berbayar sebagai apresiasi terhadap para penulisnya. Namun ada pula yang menyediakan versi gratisnya. Jadi, teteman masih bisa membaca karya-karya dari para penulis tersebut.




Cabaca.id

“Hah? Platform apaan tuh?”

Sama halnya dengan KBM App dan platform lainnya, Cabaca.id merupakan aplikasi membaca. Namun mempunyai konsep yang berbeda dari berbagai platform yang ada, yakni sebagai penerbitan digital di Indonesia. Jadi, Kalau di platform lain penulis bisa secara bebas mengunggah tulisan, tapi di Cabaca ada sistem kurasi atau seleksi dari tiap naskah yang ditawarkan.

Bagi saya itulah poin pentingnya. Why? Dengan adanya kurasi berarti penggarapan untuk menyajikan bacaan tentu enggak main-main, apalagi sembarangan. Sayangnya, Cabaca.id belum terlalu familiar dikalangan pembaca. Padahal aplikasi ini bagi saya platform terbaik.

Karena sudah ada sistem kurasi, kesalahan sepele yang pernah dibahas sebelumnya hampir tidak ditemukan. Bukan hanya masalah isi cerita, pembuatan kover buku di Cabaca.id cukup memikat hati. Serius! Kalau enggak percaya coba deh main-main ke aplikasi ini.

Seperti halnya platform lain, Cabaca.id juga berbayar. Namun jangan khawatir, ada waktu-waktu tertentu yang membuat pembaca dimanjakan bacaan favorit dengan bebas. Waktu-waktu itu disebut sebagai jam baca nasional, biasanya jam 12.00-13.00 dan 21-22.00 WIB. Cukup kok untuk membaca sekian bab dalam satu buku, atau beberapa buku yang berbayar.

Selain itu dari Cabaca saya juga mendapat ilmu tentang kepenulisan. Dalam ini ada pula loh penulis yang bersedia membagikan kiat-kiatnya dalam kepenulisan secara gratis. Bukan hanya penulis tamu, tim editor dari Cabaca juga membagikan teknik-tekniknya dalam membedah ataupun membuat naskah yang baik dan benar. Jadi, selain bisa membaca bacaan yang berkualitas, teteman juga bisa mendapat ilmu kepenulisan di aplikasi ini. Keren ‘kan?

Sebenarnya ada satu poin menarik yang saya temukan di Cabaca.id. Tahu sendirilah yaaa saya suka sekali dengan genre sastra (literatur). Sejak dulu saya selalu berganti-ganti platform, mencari genre sastra yang nge-klik. Namun ujung-ujungnya enggak ada yang cocok.

Setiap membuka suatu platform, hal pertama yang saya cari adalah literatur. Jika literaturnya enggak sreg di hati, mohon maaf saja; langsung saya log out atau hapus aplikasinya. Sebenarnya bukan apa-apa, saya pun tidak menganggap platform membaca lainnya itu jelek. Tidak! Saya kira ini hanya tergantung selera dan cara belajar yang berbeda.

Well, itulah kedua platform rekomendasi dari saya. Semoga bermanfaat yaaa...



Jejak Impresi | Designed by Oddthemes | Distributed by Gooyaabi