Banyuwangi–siapa yang belum pernah mendengar nama tersebut? Saya kira Teteman pun akan familiar dengan nama kota yang dikenal juga sebagai Sunrise Of Java ini. Sebab di tahun-tahun sebelumnya, nama Banyuwangi oleh sebagian orang digadang-gadang sebagai lokasi (setting) novel KKN di Desa Penari.
Akan tetapi kali ini saya tidak akan membahas mengenai hal-hal tersebut di atas, apalagi masalah hal-hal mistis di suatu daerah. Sebab kali ini saya hanya ingin sedikit menceritakan pengalaman ketika menulis buku ajar tentang kuliner Banyuwangi.
Seperti yang Teteman tahu, daerah di ujung Pulau Jawa ini menyimpan segudang budaya yang kental pun beragam. Saya bukan orang Banyuwangi, tapi cukup kagum dengan masyarakat pun pemerintah setempat yang begitu menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut.
Jadi enggak heran sih bila saat dimasa studi, Kota Banyuwangi menjadi salah satu objek yang harus dieksplore guna menyelesaikan salah satu mata kuliah saya saat itu.
Saya kira bila membahas tentang teks narasi, deskripsi atau prosedur enggak ada masalah. Sebab Kota Bangyuwangi memiliki segudang hal yang bisa dibahas dan memang terkesan akan mudah dikerjakan.
Akan tetapi bagaimana jadinya, bila bagian
saya dan kelompok saat itu harus membahas puisi rakyat Kota Banyuwangi yang
berkaitan dengan kulinernya?
Ya tentu saja auto bingung, saya bahkan telah
mencari beberapa referensi puisi rakyat mengenai kuliner Banyuwangi dan
ternyata masih belum ada. Alhasil, muncullah sisi kreatifitas saya a.k.a dengan
terpaksa memulainya untuk pertama kali.
Kebetulan saat itu saya dapat bagian KD 4.14
Menelaah struktur dan kebahasaan puisi
rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan
didengar. Wah, kira-kira kuliner apa nih yang akan saya buat puisi
rakyat?
Namun sebelum menentukan kuliner yang akan
saya buat puisi rakyat. Secara otomatis saya harus meriset kuliner apa saja
yang ada di Banyuwangi. Hal yang saya eksplore tidak hanya berkaitan dengan
makanan utama, tapi juga makanan ringan. Alhasil, saya memutuskan memilih tiga
kuliner diantaranya Ladrang, Bungkuk dan Sego Cawuk.
Sebelum memberikan contoh puisi rakyat
berkaitan dengan Ladrang, Bungkuk dan Sego Cawuk, saya ingin memberikan
penjelasan sedikit tentang ketiga kuliner tersebut.
Ladrang
Saat pertama kali saya melihat ladrang dan
mencicipinya secara langsung, satu hal yang terlintas dalam pikiran saya yakni
kue bawang. Secara bentuk dan rasa menurut saya sama dengan kue bawang. Entah memang
sama atau memang hanya penyebutannya yang berbeda ditiap daerahnya?
Bentuk ladrang mirip seperti kue bawang,
berbentuk stik berwarna kuning keemasan dan rasanya gurih renyah. Makanan khas
yang bisa Teteman temui saat lebaran, hehe.
Ngomong-ngomong saat itu saya tidak beli,
saya dapat oleh-oleh dari salah satu rekan setelah pulang kampung. Namun ketika
meriset tentang ladrang ini, saya kira harganya cukup higeinis untuk oleh-oleh
jika Teteman tidak sengaja berkunjung ke Banyuwangi.
Bungkuk
Bungkuk atau bongko adalah makanan basah yang
bentuknya persegi panjang mirip dengan kue nagasari. Enggak hanya bentuknya
yang mirip, bahan-bahan bungkuk juga hampir mirip dengan kue nagasari kecuali bahan
dasar tepungnya.
Untuk kue yang satu ini, saya belum pernah
coba sih. Namun berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, Teteman bisa
mencicipi bungkuk di pasar-pasar tradisional.
Sego Cawuk
Sego Cawuk (nasi cawuk) adalah menu sarapan
andalan warga Banyuwangi. Sego Cawuk ini terdiri atas nasi putih dengan
beberapa lauk yang disiram dengan dua macam kuah yakni kuah pindang dan kuah
trancam atau kelapa parut.
Satu kesalahan saya ketika harus meriset Sego
Cawuk di pagi hari. Asli membuat keroncongan, hahaha. Padahal sudah sarapan,
dasar perut saya nih! Saya kira Sego Cawuk akan menjadi salah satu kuliner yang
perlu saya coba bila berkunjung ke Banyuwangi. Semoga tersampaikan, hehe.
Nah, berikut beberapa puisi rakyat tentang
kuliner Banyuwangi versi saya.
Pantun Ladrang
Akhir pekan pergi ke gunung
Memakai baju lengan panjang
Kalau sedang resah dan bingung
Paling enak makan ladrang
Pantun Sego Cawuk
Berkirim surat lewat Pak Nawan
Sambil loncat sana-sini
Bila ada kesempatan jadi wisatawan
Ayo icip sego cawuk Banyuwangi
Gurindam (tema kuliner)
Apabila cita rasa terjaga
Lestarilah ragam kuliner kita
Gurindam (tema kuliner)
Memelihara keaslian masakan lokal dan tradisi
Itulah cara mengenalkan pada anak cucu nanti
Syair Bungkuk
Kepadamu muda bersahaja
Genggamlah erat hingga fana
Jati dirimu sebagai Indonesia
Seperti bungkuk perekat cita
Hai yang berakal budi
Bawalah segenggam kekayaan hati
Lekatkan adat pada diri
Supaya bungkuk tetap abadi
Wahai kalian pelancong muda
Berdirilah pada tonggak budaya
Lestarikan hasrat moyang kita
Sehingga bungkuk tidak kehilangan rasa
Hai jiwa petualang
Biarkan asamu terbang
Tak perlu risaukan kebingungan
Bungkuk pasti membawamu pulang
0 Comments