Sebagai generasi yang hidup di abad 21, rasa-rasanya tidak terlalu aneh mengamati teknologi yang terus berkembang dan canggih. Dari berbagai inovasi produk seperti kecantikan, jasa bahkan alatalat elektronik yang semakin memudahkan para penggunanya.
Bagaimana tidak, hingga ada tiga prinsip dalam keseharian
yang wajib menjadi andalan yakni ringan, ringkas dan instan. Ya, hidup sebagai
generasi abad 21 selalu ingin melakukan berbagai hal dengan instan.
Perilaku konsumtif tersebut seolah-olah sebagai peralihan
dari budaya primitif menuju budaya yang lebih modern. Toh, tidak ada yang salah
dengan hal tersebut. Perkembangan teknologi memang nyata membantu pekerjaan
manusia lebih cepat dan sederhana. Bahkan perkembangan teknologi informasi
sudah menyatu dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Salah satunya penggunaan gawai yang bisa mengakses berbagai
informasi baik untuk hiburan juga edukasi. Begitu pun penggunaan laptop untuk
memudahkan para pekerja kantor, freelancer
juga siswa dalam mengerjakan tugas sebagai pengganti perangkat komputer.
Namun tahukah Teteman, perkembangan teknologi yang semakin
canggih dan inovatif tersebut pun bisa memberikan efek negatif bagi para
penggunanya loh! Utamanya pada masalah penurunan ketajaman penglihatan ketika
menggunakan gadjet secara berlebihan.
Tahu sendirilah, setiap gadjet itu terdapat blue light. Blue light adalah salah satu
bagian dari spektrum cahaya yang sangat kuat dan dihasilkan oleh peralatan
elektronik modern bahkan bohlam
flioresens. Cahaya ini menjadi salah satu penyebab masalah penglihatan,
yaitu katarak dan agerelated macular deregenration (amd) (Puspa dalam Abdu, 2021:25).
Kendati dari beberapa penelitian yang saya baca tidak
menemukan adanya dampak signifikan terhadap penggunaan gadjet pada penurunan
ketajaman penglihatan. Salah satunya penelitian Panambunan,dkk dalam Abdu,
2021:28 yang mengungkapkan tidak terdapat hubungan antara penggunaan smartphone dengan ketajaman penglihatan
dan juga tidak terdapat hubungan antara intensitas penggunaan smartphone dengan ketajaman
penglihatan.
Namun Muallima dalam Abdu (2019:25) mengkhawatirkan pada
peningkatan penggunaan gadjet di masa kini akan menimbulkan efek negatif dari
radiasi gadjet terhadap kesehatan, salah satunya fungsi penglihatan. Sebab
tidak menuntut kemungkinan bila frekuensi penggunaan gadjet yang berlebihan dan
berlangsung lama, membuat akomodisi mata akan
bermasalah.
Akan tetapi hal yang perlu digaris bawahi bukan hanya soal
berapa lama frekuensi terhadap penggunaan gadjet, tapi para pengguna harus tahu
posisi dan jarak pandang yang baik dalam menggunakan gadjet.
Berdasarkan penelitian Sinurat, dkk (2022) keluhan
kelelahan mata pada pengguna gadjet di masa covid-19 berkaitan dengan riwayat
kesehatan mata, jenis gadget yang digunakan, posisi penggunaan gadget, jarak
penggunaan gadget dan lama penggunaan gadget. Penggunaan smartphone dan laptop
membuat penggunanya lebih intens terpapar layar gadget dalam aktivitas
sehari-hari, terutama mahasiswa yang harus mengikuti pembelajaran daring selama
pandemi.
Pengguna yang menggunakan gadget secara berbaring atau
telungkup dan berdiri dapat menyebabkan keluhan kelelahan mata dan nyeri pada leher serta bahu.
Jarak penggunaan gadget <30 cm lebih beresiko mengalami kelelahan mata dan
lama penggunaan gadget >2 jam perharinya dapat menyebabkan kelelahan mata.
Teteman tahu sendirilah, di masa kini gadjet tidak hanya
dimanfaatkan oleh kalangan remaja hingga dewasa, tapi anak usia SD sudah
diberikan fasilitas untuk menggunakan gadjet oleh orang tua mereka, apalagi di
masa pandemi seperti sekarang.
Lantas bagaimana upaya mengurangi atau meminimalisir
kelelahan penglihatan ketika menggunakan gadjet?
Untuk mengurasi kelelahan penglihatan ketika menggunakan
gadjet dianjurkan dalam posisi duduk daripada berbaring. Sebab posisi duduk
dapat memicu mata lebih rileks. Hal tersebut dikarenakan akomodasi otot-otot
mata tertarik ke arah bawah (Nadlifah dalam Sinurat, 2022:290).
Kemudian jarak pengguna dengan gadjet diusahakan tidak
terlalu dekat. Jarak yang direkomendasikan mata dengan layar monitor adalah
57-70 cm (Boadi dalam Sinurat, 2022:290). Hal tersebut didukung oleh penelitian
Ganie (2019:136-40) bahwa semakin dekat jarak antara mata dan obyek yang dilihat
maka akan lebih besar kecenderungan untuk timbul kelelahan mata.
Selanjutnya tidak dianjurkan menggunakan gadjet lebih dari
lima jam perhari. Kalaupun tidak memungkinkan, istirahatlah dua jam sekali atau
memejamkan mata, makan dan minum
makan dan minum yang bergizi serta meregangkan otot leher dan bahu
secara bertahap juga direkomendasikan untuk mencegah terjadinya kelelahan mata
Rahmat dalam Sinurat (2017:290).
Akan tetapi bagaimana mengurangi dampak buruk akibat
penggunaan gadjet pada anak-anak? Seperti yang Teteman tahu, mereka notabene
sedikit sukar bila diberi nasehat.
Untuk mengurangi dampak buruk penggunaan gadjet pada
anak-anak yang pasti peran orang tua sangat penting, utamanya dalam membatasi
anak menggunakan gadjet. Selain itu untuk mengurangi penurunan tajam
penglihatan pada anak dapat dilakukan skrining gangguan ketajaman penglihatan
secara rutin.
Ada pusat pelayanan
kesehatan mata yang telah berpengalaman sejak 2010 nih, yakni Eyelink Grup.
Pusat layanan dan manajemen penyedia layanan kesehatan mata ini berkomitmen
membantu masyarakat menjaga kesehatan mata dan mengembalikan kualitas
penglihatan dalam kondisi terbaik loh!
Kendati awal mula Eyelink Grup yang berawal dari klinik
mata bernama “Klinik Mata Utama” yang didirikan di salah satu kota di Jawa
Timur. Akan tetapi berkat dedikasi para ahli-ahli yang terlibat Eyelink Grup
mulai menebarkan sayapnya dibeberapa titik di Indonesia, seperti Jawa Tengah,
Banten dan Jakarta.
Memangnya apa saja sih layanan di Eyelink Grup ini?
Layanan Eyelink Grup Klinik “KMU” melayani refraksi,
katarak, gloukoma, retina dan kornea. Ngomong-ngomong tidak perlu ragu bila
ingin memeriksakan mata Teteman di pusat pelayanan kesehatan mata dari Eyelink
Grup ini. Sebab Klik KMU telah bekerja sama dengan banyak pihak profesional di
bidangnya.
Dalam keterangannya jaringan Klinik Mata KMU telah tersebar
di berbagai kota di Jawa Timur. Selian itu ada Poli Mata Eyelink telah tersebar
di berbagai kota di Indonesia dengan 90+ Dokter Spesialis Mata, 900+ Edukasi Dokter Mata. Kemudian Klinik Mata KMU mendistribusikan
kaca mata gratis untuk para siswa dan melakukan operasi katarak gratis.
Bagaimana, tertarik memeriksakan kesehatan mata di Eyelink
Grup?
Daftar pustaka:
Abdu, Siprianus; dkk. (2021). Dampak
Penggunaan Gadget Terhadap Penurunan Ketajaman Penglihatan . Jurnal Keperawatan
Florence Nightingale (JKFN) , 25.
Ganie MA, Himayani R, Kurniawan B, Kedokteran F, Lampung
U, Ilmu B, et al. Hubungan Jarak dan
Durasi Pemakaian Smartphone dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung The Correlation of Viewing
Distance and Duration of Using Smartphone with Eyestrain on Medical Student of
Lampung Universit. Med J Lampung Univ. 2019;8:136–40.
Sinurat, Buenita; dkk. (2022). Penggunaan Gadget dan Keluhan
Kelelahan Mata Pada Mahasiswa di Masa Pandemi COVID-19 Gadget Use and Eye
Fatigue on Students During COVID19 Pandemic. Jurnal Kesehatan Komunitas, 290.
0 Comments