Review Novel Yang Telah Lama Pergi karya Tere Liye

Saat sekilas membaca Yang Telah Lama Pergi, ingatan saya terbawa pula pada salah satu novel Bang Tere yang berjudul Rindu. Saya jadi teringat Ambo Uleng dkk, terutama Gurutta yang begitu identik mengingatkan saya pada Buya Hamka. Eh, kok bisa-bisanya sampai ke sana? Hehehe ... Mulai deh, selalu gagal fokus! 

Sebenarnya bukan tanpa alasan. Sebab setting dari novel ini mengingatkan saya pada Rindu yakni tentang perjalanan di atas laut dengan latar masa lampau.

Sama halnya Rindu, novel Yang Telah Lama Pergi begitu menarik dan temanya tidak bisa ditebak. Jujur saya terkecoh. Sebab yang saya kira Yang Telah Lama Pergi bercerita tentang romansa, tapi nyatanya novel ini tentang sejarah yang berlatar abad ke-13.

Fyi... Saya bukanlah orang yang suka membaca buku sejarah, apalagi seperti buku diktat sejarah diwaktu sekolah. Namun dari novel ini saya banyak belajar sejarah di era masa Kerajaan Sriwijaya. Bahkan dari novel ini pula saya dapat membaca sejarah dengan tanpa beban, hahaha. 

Saya jadi berandai-andai, seandainya buku diktat sejarah di sekolah diubah seperti novel, apakah bisa jadi lebih menarik perhatian para siswa? *sedang bertanya pada kursor yang berkedip-kedip. Ah! Sudahlah kembali ke novel, haha.

Lantas Novel Yang Telah Lama Pergi bercerita tentang apa sih?

Review Novel Yang Telah Lama Pergi karya Tere Liye


Identitas Buku

Judul : Yang Telah Lama Pergi 

Pengarang : Tere Liye

Penerbit     : PT Sabak Grip

Cetakan     : Pertama, 2023

Tebal          : ± 444 hlm.

Secara garis besar Novel Yang Telah Lama Pergi bercerita tentang perjalanan seorang kartografer bernama Al Mas'ud Al Baghdadi yang berasal dari Baghdad. Dia memutuskan untuk melakukan perjalanan setelah merenungkan wasiat sang ayah agar Mas'ud dapat menyelesaikan peta Pulau Swarnadwipa.

Fyi... Ayah bahkan kakek Mas'ud merupakan kartografer ternama yang begitu mahir membuat peta. Semasa kecil pun Mas'ud pernah berpetualang bersama sang ayah. Saya kira karena berasal dari keturunan dan pengalamannya itu, keinginannya untuk berpetualang semakin menggelora. Walaupun harus mengorbankan banyak hal, salah satu contohnya dia harus meninggalkan sang istri yang sedang hamil tua dan tidak ada jaminan bila dia bisa pulang dengan selamat.

You know-lah ... sama halnya darat dan udara, perjalanan jalur laut pun tak kalah berbahaya. Selain beradu dengan cuaca yang bisa berubah kapan saja, Mas'ud pun dapat bertemu dengan berbagai kelompok perompak yang terkenal bengis. Sayangnya, kini mara bahaya tidak lagi menggetarkan tekad Mas'ud. Dia memilih untuk segera melanjutkan perjalanannya ke Pulau Swarnadwipa (kini Palembang, Sumatera).

Gambar Peta Kuno Swarnadwipa 

48 jam berselang, tepat di Selat Malaka kapal yang ditumpangi Mas'ud disergap oleh perompak. Mereka menguras lambung kapal begitu juga dengan barang bawaan Mas'ud. Dia yang tidak ingin kehilangan barang yang berisi peralatan membuat peta memutuskan untuk menyusup ke kapal perompak.

Tak berselang lama, aksi gilanya ini diketahui dan tak lama dia diamuk massa bahkan hampir ditebas hidup-hidup karena dianggap mata-mata oleh para perompak. Namun beruntung ada Biksu Tsing yang menolongnya, dia biksu yang pernah ditemui Mas'ud semasa kecil saat berpetualang dengan sang ayah. Biksu Tsing menjelaskan dengan tenang dan bijak, sehingga Mas'ud lolos dari kesalahan pahaman para perompak.

Selama di kapal perompak, Mas'ud mengekori Biksu Tsing. Hal tersebut pun bukan tanpa alasan selain ingin selamat karena para perompak tidak berani menyentuhnya dan Biksu Tsing satu-satunya orang yang bisa diajaknya berbicara. 

Sama halnya tentang perjalanannya kali ini, bila Mas'ud ingin menuju Pulau Swarnadwipa untuk membuat peta tentang pulau tersebut dan beruntungnya kapal perompak ini mempunyai tujuan yang sama walau dengan rencana yang berbeda.

Dalam perjalanan menuju pulau itu ternyata tidak mudah, selain perompak musuh laut adalah cuaca. Adakalanya kini Mas'ud tidak akan khawatir lagi tentang perompak. Sebab dia saja sekarang ada di kapal raja perompak yang terkenal dengan kekejamannya melawan musuh. Lantas perompak mana yang berani mendekati?

Namun nyatanya, sekejam apapun raja perompak itu perubahan cuaca juga tidak mudah ditaklukkan. Beruntung di kapal itu ada Mas'ud yang dapat membaca situasi alam, sehingga mereka selamat dari badai dan cuaca buruk.

Berkat bantuannya tersebut, raja perompak mengundang Mas'ud ke ruangannya. Bahkan, dia dihadapkan kepada para hulubalang perompak. Dia dijamu bak tamu istimewa, sehingga para perompak di kapal begitu menyeganinya. Berikut dengan perompak yang hampir menebasnya hidup-hidup itu.

Enggak hanya itu, selama perjalanan Mas'ud dijadikan penasehat pun ahli strategi perang karena kemampuannya dalam bidang astronomi.

Eh, enggak salah, memangnya ada perang?

Yups, sebab pada dasarnya tujuan rombongan kapal perompak ke Pulau Swarnadwipa untuk melayangkan aksi balas dendam terhadap pemerintahan Kerajaan Sriwijaya yang pernah menghancurkan keharmonisan keluarga Remasut Sang Raja Perompak. 

Pengabdian Orang Laut
Orang Laut yang Tinggal di Kapal

Fyi, pada dasarnya Remasut merupakan suku orang laut tinggal nomaden di lautan. Hingga pada suatu ketika, mereka berhadapan dengan armada kerajaan Sriwijaya yang begitu benci pada bajak laut sehingga terjadilah pertempuran. Peristiwa itu membuat kapal Remasut beserta isinya hangus tenggelam. Satu-satunya orang yang selamat hanya Remasut yang berhasil melompat sebelum kapal meledak. 

Selain itu Remasut ingin menyadarkan para pimpinan di sana supaya tidak rakus kekuasaan yang mengakibatkan rakyatnya menderita. 

Saat rombongan para perompak tiba di pulau Swarnadwipa, peperangan tak bisa dielakkan lagi. Peperangan dari kedua belah pihak berlangsung sengit. Beruntung Raja Perompak memenangkan peperangan dan melucuti para pimpinan lawan yang selalu haus kekuasaan dan berhasil membalaskan dendamnya. 

Kendati demikian, Raja Perompak tidak menjarah pulau. Setelah misinya selesai, dia bahkan membubarkan para perompak dan dia memutuskan menjadi pengembara seperti ibunya dulu. Begitu pun Mas'ud, dia kembali ke Baghdad setelah menyelesaikan peta Pulau Swarnadwipa.

Fyi ... Sebenarnya banyak hal yang saya pelajari dari novel ini, bahkan dari tiap tokoh yang ada. Seperti halnya dari Biksu Tsing, Mas'ud ataupun belajar dari pengalaman masa lalu Remasut yang berhasil membuatnya menjadi Raja Perompak yang begitu disegani.

Sebab sebagai Raja Perompak, dia tidak langsung menghakimi orang yang dianggapnya lawan. Dia berbeda dengan perompak lain yang langsung dar-der-dor lawannya. Sang Raja Perompak masih memanusiakan manusia, walau kadang manusianya yang tidak bersikap seperti manusia. 

Menurut saya penyebutan Raja Perompak hanya sebatas julukan saja. Saya kira Remasut memang berbakat menjadi pemimpin. Namun sayang, dia memutuskan untuk mengembara.

Seperti yang diungkapkan oleh Biksu Tsing kepada Mas'ud, " Perompak mungkin saja tidak pernah punya niat baik, Al Baghdadi. Mereka hanya tahu soal menjarah, merampok. Tapi kadang kala saat sesuatu terlihat kejam, jahat, boleh jadi ada kebaikan di dalamnya."

Saya kira begitupun dengan Remasut. Pada awalnya dia tidak bermaksud untuk menjadi Raja Perompak, tapi keadaan yang mengubah segala sejak pertarungan masa lampau. Dia perlu menjadi kuat dan hebat bukan untuk pamer apalagi memanfaatkan kekuatannya. Melainkan untuk membela diri dan menjaga kehormatan keluarga terutama ibunya.

Secara keseluruhan kisah, memang novel Yang Telah Lama Pergi didominasi oleh kisah balas dendam dari para tokohnya. Namun saya kira balas dendam yang mereka lakukan masih memiliki nilai yang bisa dipetik pembelajarannya, bukan sembarang balas dendam.

Seperti halnya Mas'ud yang pada dasarnya dia memang seorang kartografer, tidak pernah memegang senjata, bertarung apalagi berperang, tapi semenjak bergabung dalam kapal perompak dia bisa belajar untuk menjaga diri sendiri. Kemampuan astronomi yang pada awalnya hanya untuk pengembangan membuat peta, malah bisa dimanfaatkan sebagai strategi perang. 

Dari novel ini saya belajar bahwa balas dendam yang elegan bukan perkara siapa yang akan kalah atau menang, tapi tentang siapa yang mampu berdamai dengan rasa sakit itu sendiri.

Post a Comment

0 Comments