Tipu Muslihat Nonoguchi Osamu (Review Novel Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis karya Keigo Higashino)

Keigo Higashino–entah sedari kapan saya menjadi suka membaca karya-karyanya. Nagih saja rasanya ketika tahu karya pengarang dari negeri Sakura ini. Sejak membaca novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya atau Kesetiaan Mr.X?

Kalau benar demikian, saya jadi ingat ungkapan salah satu duta baca Indonesia sebelumnya yang mengatakan “Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu. Mari jatuh cinta.” yang dengan kata lain, kedua novel tersebut menjadi batu loncatan saya untuk membaca karya Keigo Higashino lainnya, wahhh!

Selain itu, novel Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis memang begitu menyita perhatian. Dari judulnya saja membuat saya tergugah. Kira-kira cerita apa yang akan disuguhkan oleh Keigo Higashino kali ini ya?

Apakah tokoh penulis dalam karyanya melakukan tindak kejahatan untuk membuat karyanya semakin realistis? Ataukah tokoh penulis sekadar tidak sengaja menemukan catatan pembunuhan sehingga dijadikannya ide dalam karya kriminalnya tersebut?

Daripada menerka-nerka, mari dibahas bersama.

Review Novel Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis karya Keigo Higashino

Identitas Buku

Judul Novel      : Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis

Pengarang       : Keigo Higashino

Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan           : Pertama, 2020

Tebal               : ±  304 hlm.

 

Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis secara garis besar bercerita tentang teka-teki terbunuhnya seorang penulis ternama bernama Hidaka Kunihiko. Dia adalah penulis yang cukup populer dan karya-karyanya best seller. Namun ketika dia berencana pindah ke Kanada, dia ditemukan tergeletak tak bernyawa di ruang kerjanya.

Dalam kasus ini, seorang detektif bernama Kaga Kyoichiro mengendus kejanggalan terhadap barang bukti, apalagi para saksi yang telah dimintai keterangan. Para saksi tersebut ialah Rie-san (istri kedua Hidaka), Nonoguchi Osamu (teman sekolah Hidaka), keluarga Fujio Miyako. Dari ketiga saksi tersebut, detektif Kaga menaruh kecurigaan kepada Nonoguchi Osamu.

Selain teman masa sekolah, Nonoguchi Osamu merupakan seorang penulis anak. Dulu dia seorang guru, tapi memutuskan untuk mengejar cita-citanya sebagai penulis. Hidaka membantu Nonoguchi bertemu orang-orang penerbitan, sehingga dia bisa menulis sampai sekarang. Akan tetapi, Nonoguchi tidak seberuntung Hidaka yang kini karyanya selalu ditunggu para pembaca.

Lantas apa yang membuat detektif Kaga meragukan kesaksian Nonoguchi dalam investigasi kematian Hidaka?

Usut punya usut nih, pada awalnya Nonoguchi memberikan kesaksian palsu bila dulu Nonoguchi dan almarhum istri pertama Hidaka memiliki hubungan gelap. Namun tidak lama, Hidaka mengetahuinya dan memaksa Nonoguchi untuk menjadi ghost writer-nya.

Nah, Nonoguchi memberikan petunjuk kepada detektif Kaga bila salah satu karya terkenal milik Hidaka adalah karangannya. Bukan hanya itu, dia juga memancing detektif untuk menginvestigasi ulang kematian almarhum istri Hidaka.

Nyatanya, semua hanya akal-akalan Nonoguchi yang ingin mencoreng nama baik Hidaka. Toh, kematian sang istri memang murni karena kecelakaan. Lantas plagiasi tersebut? Tentu saja sama.

Fyi, Nonoguchi ini memberikan kesaksian melalui sebuah karya seperti cerpen bersambung atau novel berseri? Maksud Nonoguchi supaya memudahkan detektif Kaga dalam memecahkan kasus sang maestro tersebut.

Pada awalnya detektif dibuat terkecoh. Namun kesaksian dari karya Nonoguchi membuat detektif Kaga semakin yakin, bila pembunuh sebenarnya tak lain adalah Nonoguchi.

Memangnya apa sih motif Nonoguchi Osamu sehingga memutuskan membunuh teman masa sekolahnya tersebut, bukankah selama ini Hidaka selalu baik kepadanya?

Detektif Kaga menyebutkan bila Nonoguchi menghabisi nyawa Hidaka karena dia memegang rahasia masa lalunya. Sebab dulu, Nonoguchi pernah bergabung dengan geng pembully yang di ketuai Fujio dan membully Hidaka.

Padahal sebelum bergabung dengan Fujio, awalnya Nonoguchi yang menjadi sasaran. Kemudian Hidaka membelanya. Adakalanya akibat rasa percaya diri Hidaka membuat Fujio semakin geram dan ingin menindasnya.

Fyi, inilah alasan mengapa diawal keluarga Fujio menjadi saksi. Alasan keluarga berkunjung ke rumah Hidaka sebelum tewas untuk meminta Hidaka menarik peredaran karyanya yang berkaitan dengan kisah pembullyan di sekolah. Sebab mereka merasa karya tersebut  telah mencemarkan nama Fujio yang kini sudah tiada.

Nah, dari latar belakang tersebut Nonoguchi takut Hidaka akan membeberkan masa lalunya. Nonoguchi ingin reputasinya bagus sebagai penulis. Selain itu, saya kira dia selama ini selalu merasa was-was, sehingga rencana keji itu begitu terencana dengan baik dan detail.

Selain itu saya kira motif lainnya dia merasa iri dengan kesuksesan Hidaka, sedangkan Nonoguchi sebatas penulis anak dan kini menderita penyakit akut yang perlu dioperasi.

Well... begitulah ringkasan novel Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis karya Keigo Higashino. Ngomong-ngomong, saya tidak bisa menceritakan alurnya secara mendetail karena memang banyak plottwist dan malah bisa menjebak. Pokoknya kalau ditulis ulang dan tidak fokus akan semakin banyak dan membingungkan.

Sebab saya pada awalnya malah terkecoh dengan pengakuan Nonoguchi. Asli, Keigo Highasino berhasil menggiring opini saya bila dia adalah seorang mantan pendidik yang berbudi, haha.

Jadi pada intinya kisah ini adalah sebuah niat jahat seorang penulis yang membunuh teman penulisnya dalam sebuah karya.

Emm... memang ya, kalau manusia sudah dengki jalan apa saja terasa baik dan benar. Padahalkan segala rejeki sudah ada yang mengatur dan enggak akan tertukar.

Dari Malice: Catatan Pembunuhan Sang Novelis ini saya belajar, kendati rumput tetangga lebih hijau tetap syukuri bagaimana pun perkembangan rumput di halaman rumah sendiri. Semua butuh proses, bisa saja rumput tersebut butuh waktu untuk tumbuh lebat, right?

 

Konspirasi Gucheon (Review Drama Korea Big Mouth 2022)

Big Mouth–drama Korea yang diperankan oleh Lee Jong Suk dengan Im Yoona (Girls Generation) akhirnya telah saya tonton, yeay! Serial televisi ini adalah drakor serial yang paling saya tunggu-tunggu sejak satu tahun yang lalu dan penantian saya terbayarkan oleh kisah dan talenta para pemerannya yang begitu mengagumkan.

You know-lah, siapa sih yang enggak tahu Lee Jong Suk dan Im Yoona?

Eh, bukan karena ketenaran mereka ya? Melainkan kedua orang tersebut memang mempunyai skill yang mumpuni. Lihatlah, menurut saya keduanya berhasil membawakan kisah Big Mouth.

Selain itu, sungguh diluar ekspektasi saya enggak menyangka Im Yoona benar-benar mendalami perannya sebagai Ko Mi Ho istri Park Chang Ho. Emm, bagaimana jadi penasaran enggak kisah dari Big Mouth ini?

Big Mouth atau dikenal juga dengan Big Mouse merupakan drama Korea bergenre hukum, kriminal yang telah tayang sejak 29 Juli 2022. Drama yang ditulis oleh Kim Ha Ram dan disutradarai oleh Oh Chung Hwan juga Bae Hyun Jin ini berjumlah enam belas episode. Big Mouth baru saja berakhir loh! Kendati sudah berakhir, Teteman bisa menontonnya di Disney+.

Memangnya Big Mouth bercerita tentang apa sih?

Sinopsis atau kisah singkat dari Big Mouth sendiri ialah terjebaknya seorang pengacara dalam kasus konspirasi besar. Dia harus menggali konspirasi keluarga kelas atas untuk bertahan hidup dan melindungi keluarganya serta hidup sebagai Big Mouse.

Ada kalanya Teteman akan beranggapan, dia kan pengacara pasti bisa dong menggali konspirasi besar tersebut?

Namun sayangnya seorang pengacara tersebut kurang mumpuni dengan profesinya. Sebelum terjebak dalam kasus ini saja, dia kalah dalam persidangan kliennya. Jadi ada sedikit kesempatan dia dapat memecahkan kasus tersebut.

Seorang pengacara dengan kinerja buruk itu bernama Park Chang Ho (diperankan oleh Lee Jong Suk) yang seketika menjadi buah bibir karena disinyalir sebagai Big Mouse.

Pada awalnya dia ditangkap karena diduga sebagai pengguna obat-obatan terlarang dan menimbulkan kecelakaan. Namun tak lama di penjara, dia ditunjuk Big Mouse untuk menjalankan misinya yakni menegakkan keadilan karena hukum tumpul ke bawah.

Fyi, Big Mouse adalah sebutan untuk seorang penipu kelas atas yang telah melakukan banyak kejahatan, seperti penipuan dll. Namun sebenarnya tujuan Big Mouse melakukan hal tersebut untuk menegakkan keadilan di Gucheon dan memecahkan suatu kasus konspirasi besar. Sebab hukum diwilayah tersebut hanya tunduk pada golongan kelas atas saja.

Nah, Big Mouse ini merupakan nama ketua dari organisasi pencari keadilan tersebut. Identitas Big Mouse sendiri sangat misterius, apalagi para anggotanya sangat pandai berkamuflase dan berbaur dengan masyarakat.

Misi demi misi yang diperintahkan oleh Big Mouse berhasil Chang Ho pecahkan. Dia dibantu istrinya, ayah mertua juga pengacaranya.

Fyi, sang istri bernama Ko Mi Ho. Dia seorang perawat dan memutuskan pindah ke rumah sakit Gucheon untuk melakukan investigasi. Sebab dia  begitu percaya bila sang suami bukanlah Big Mouse. Sehingga dia pun mencari cara untuk membersihkan nama suaminya. Dia juga ikut melakukan penyelidikan walaupun sangat berbahaya.

Hingga pada akhirnya Chang Ho ingin menangkap sendiri Big Mouse dan memberikan hukuman yang setimpal. Sebab dia merasa tidak adil karena perlu menanggung beban yang begitu besar dan rumit.

Review Drama Korea Big Mouth 2022

Suatu ketika Chang Ho berhasil bertemu dengan Big Mouse yang ternyata adalah rekan satu selnya. Dia tidak menyangka dan marah. Akan tetapi, ketika dia mengetahui alasan terbentuknya organisasi besar tersebut, bukannya berhenti Chang Ho melanjutkan misinya untuk membongkar konspirasi besar dan alasan Big Mouse telah bertindak sejauh ini.

Akan tetapi tak lama identitas Big Mouse terbongkar, dia tewas dibunuh. Namun sebelumnya Big Mouse pun sempat berpesan kepada seluruh anggotanya, bila Chang Ho yang akan meneruskan misinya. Dengan kata lain, Park Chang Ho menjadi Big Mouse selanjutnya.

Fyi, Big Mouse hanya seorang ayah yang ingin memberikan sebuah keadilan kepada putrinya yang tewas. Dia seorang wartawan dan menghilang karena ingin mengekspos makalah seorang dokter yang berkaitan dengan kegiatan ilegal yang dilakukan oleh rumah sakit ternama di Gucheon.

Btw, Gucheon adalah wilayah yang dikuasai oleh Presdir Kang. Presdir Kang mengembangkan banyak perusahaan salah satunya rumah sakit dan perusahaan kimia (NK Chemical).

Saat itu NK Chemical mengembangkan NF9 dengan efek yang berbahaya. Sebab proses pemurnian NF9 menghasilkan air limbah dan radiasi dengan dosis besar. Nahasnya selama 30 tahun mereka membuang limbah secara ilegal ke peternakaan ikan. Peternakan ikan dibuat sebagai kedok untuk membuang banyak air limbah ke laut yang menyebabkan meningkatnya masyarakat meninggal atau menderita kanker. 

Sebenarnya pada masa lalu, rekan Presdir Kang sudah mengingatkan jika NF9 mempunyai efek yang sangat berbahaya. Namun Presdir Kang yang terlanjur gila kekuasaan dia malah membunuh dokter dan keluarganya.

Akan tetapi kini Presdir Kang tidak ada lagi. NK Chemical telah diwariskan kepada Wali Kota Gucheon Choi Do Ha (yang diperankan oleh Kim Joo Hun). Selama Presdir Kang masih hidup, Do Ha salah satu orang yang menginginkan warisan dari Presdir Kang. Jadi jangan tanya, apakah sebagian besar kekayaan dengan suka rela diberikan kepada Do Ha?

Tentu saja tidak. Sebab Choi Do Ha–lah dalang atas kematian Presdir Kang. Dia bahkan mengganti nama ahli waris. Alasannya, karena Presdir Kang tahu bila Choi Do Ha selama ini menyembunyikan identitasnya. Choi Do Ha a.k.a Cho Sung Hyun merupakan cucu rekan Presdir Kang yang tewas dahulu.

Jadi intinya itu, Choi Do Ha ingin berbalas dendam kepada Presdir Kang dan mengambil semua harta dan kekuasaannya. Sebab tanpa dinyana, dia pun tutup mulut pada kasus NF9, bahkan nih dulu Do Ha yang membereskan masalah yang berkaitan dengan kegiatan ilegal tersebut.

Selain licik kepada Presdir Kang, kenyataannya Choi Do Ha telah menipu Park Chang Ho. Dialah yang memberikan obat-obatan kepada Chang Ho hingga masuk penjara. Pada awalnya dia meminta Chang Ho untuk menjadi pengacara boneka. Ketika Do Ha telah mendapatkan apa yang dimau, lalu membuang Chang Ho ke penjara.

Kemudian dia juga yang menghalagi Mi Ho dalam menyelidiki kasus NF9. Dia pun yang telah membunuh Big Mouse sebelumnya dan mencuri emas dari rekannya untuk mengumpulkan kekuasaan dan pengakuan dari Presdir Kang. Gila kan orang satu ini?

Hingga pada akhirnya pun, titik terang dari benang merah kisah ini adalah pertarungan Big Mouse (Park Chang Ho) dengan si licik Choi Do Ha.

Lalu apa hubungan makalah seorang dokter dengan tewasnya putri Big Mouse sebelumnya?

Ini sebatas perspektif saya sih, saya kira dokter Seo Jaeyoung atau profesor Seo Jaeyoung merupakan orang yang jujur dan bersih. Dia melakukan penelitian dan menyusun makalah tentang NF9 di rumah sakit Gucheon. Sehingga petinggi yang tidak ingin hal tersebut terpublikasikan memutuskan untuk mengakhiri hidup dokter Seo Jaeyoung.

Pengembangan NF9 memang dilakukan di perusahan kimia NK Chemikal, akan tetapi oknum-oknum tersebut melakukan penelitian (malpraktek) terhadap para korban radiasi. Sebab setiap tahun jumlah penderita kanker di rumah sakit terus meningkat.

Ko Mi Ho yang menyadari adanya ketidakberesan pada rumah sakit, melakukan infestigasi diam-diam. Dia bahkan mulai menyusun benang merah atas kasus yang diberikan oleh Big Mouse. Sampai dia tidak menyadari, bila dirinya pun terpapar radiasi dari pipa yang meledak di pembuangan bawah tanah ketika mencari barang bukti.

Lalu bagaimanakah alur kisah selanjutnya?

Park Chang Ho dan Cho Do Ha saling serang dan mempertajam taring masing-masing. Kendati Park Chang Ho dkk berhasil menguak kasus NF9 ke publik, tapi hukum tidak berpihak kepada mereka.

Alhasil, sebagai Big Mouse Park Chang Ho melawan Do Ha dengan cara paling keji. Dia mengganti air kolam yang biasa dipakai Do Ha berenang dengan air yang telah terkontaminasi radiasi NF9. Enggak beberapa lama, Do Ha tewas di kolam renang.

Di sisi lain, Park Chang Ho harus mengikhlaskan sang istri. Ko Mi Ho meninggal dengan tenang setelah dokter mendiaknosisnya menderita Limfoma stadium 4 akut.

Kemudian yang saya kira Park Chang Ho akan berhenti menjadi Big Mouse setelah semua usai, ternyata diluar dugaan. Sepertinya Chang Ho mengikuti permintaan istrinya untuk menjadi Big Mouse yang baik. Menjadi Big Mouse yang memihak pada yang lemah dan menghukum bedebah yang egois. Sebab pada ending, Park Chang Ho menjadi pengacara para korban dan menyumbangkan beberapa harta ke panti asuhan.

Lantas akankah dia terus menjadi Big Mouse di masa yang akan datang?

Drakor Big Mouth dipandang dari sisi hubungan Park Chang Ho dan Ko Mi Ho memang bukan dibumbui dengan percakapan dan adegan romantis seperti pada drakor-drakor lainnya. saya kira malah terlampau tragis.

Namun dari sepasang suami istri ini, secara tersirat saya dapat membaca bahasa cinta dan kasih sayang. Apalagi menjelang meninggalnya Ko Mi Ho dan tahu awal pertama mereka bertemu hingga menikah.

Dari pasangan Park Chang Ho dan Ko Mi Ho saya belajar, bila cinta itu mengenai kelembutan. Kendati hal paling menyakitkan adalah mengiklaskan orang yang dicintai.

Kembali Dimulai dari Nol

Terlalu idealis sepertinya, membuat saya suka mengotak-atik blog yang telah menemani selama beberapa tahun ini. Padahal tahu sendirilah, mengotak-atik blog dapat mengubah banyak hal pun harus membuat saya kembali ke titik nol atau memulai dari awal.

Memang sih, blog Titik Literasi bukanlah blog besar. Kendati demikian saya tetap bersyukur mempunyai blog ini, begitupun suka duka yang telah dilalui. Seperti halnya pengalaman yang akan saya bagi kali ini.

Ada kalanya mungkin ada yang sadar atau cuek-cuek saja, haha. Satu perubahan krusial pada blog. Sebab antara nekad dan sedang uji nyali, saya memutuskan untuk mengubah domain blog.

You know-lah, pada awalnya blog ini beralamat domain nama lengkap saya yang panjangnya seperti rel kereta api. Kemudian saya mendapatkan bisikan gaib untuk mengubahnya menjadi https://titikliterasi.blogspot.com (yang masih setia dengan hal gratisannya, ups!) hahaha.

kembali-dimulai-dari-nol

Memangnya apa sih yang berubah setelah saya mengganti nama domain blog?

Menurunnya Traffic

Sebelumnya yang perlu diketahui, domain itu ibarat alamat rumah kita. Jadi bisa dibayangkan bila seseorang ingin pergi ke rumah kita, tapi kita telah pindah rumah ke alamat yang baru. Bagaimanakah kiranya, pasti bingung dan mencari alamat lain toh?

Begitu pulalah dengan pengunjung alamat lama domain saya. Mereka akhirnya menghilang tak tersisa. Ada kemungkinan mereka kebingungan karena rumah lama tidak lagi berpenghuni dan mereka meyakini sang penghuni telah meninggalkan rumah tersebut selama-lamanya. Padahal yang terjadi sang pemilik rumah memilih alamat rumah baru.

Bisa disimpulkan sendirilah yaa, satu hal paling krusial mengganti alamat domain adalah kehilangan traffic yang akan berpengaruh pula pada rank di halaman google. Ibaratnya nih, berganti rumah berganti pula isi dan keseluruhannya.

Perlu Mengindeks Ulang

Beberapa postingan lama perlu diindeks ulang agar terbaca oleh mesin pencarian google. You know-lah, alamat domain diganti, berarti perlu diindeks ulang pula postingan-postingan sebelumnya.

Dalam hal ini, saya mencari cara cepat untuk mengindeks ulang semua postingan, tapi belum menemukan caranya. Maklum saya masih awam dalam dunia per-bloger-an. Jadinya yaa secara manual meski tidak semua hanya beberapa postingan yang menurut saya banyak dicari.

Mendaftar Ulang Domain ke Google AdSense

Ini nih yang paling menegangkan, hahaha. Selama mendaftar ulang dengan alamat domain baru, saya telah ditolak tiga kali. Padahal pertama kali mendaftar pada alamat domain pertama, saya tidak mengharapkan apa-apa. Eh, bahkan pada waktu itu saya tidak tahu cara dan apa kegunaan Google AdSense. Sebatas iseng, ikut-ikutan dan diterima, Alhamdulillah. Ternyata seiseng itu saya bermain-main dengan google ya? hahaha.

Penolakan pertama saya kira karena terlalu terburu-buru. Sebab pada saat itu alamat baru belum ada pengunjung dan postingan, tapi saya nekad mendaftar Google AdSense. Jadinya yaa ditolak dong!.

Kedua pun sama, karena kurangnya pengunjung dan belum ada postingan. Ketiga diblog sudah ada beberapa postingan, tapi saya masih terlalu terburu-buru untuk mendaftar kembali.

Jujur, pada saat itu cukup gugup. Karena setelah membaca pengalaman-pengalaman para suhu mendaftar ulang AdSense katanya sih mudah. Namun coba lihat saya, sudah ditolak tiga kali. Apanya yang mudah coba, suhu?

Kemudian pendaftaran keempat, saya putuskan untuk menunggu beberapa minggu dari pesan penolakkan sebelumnya. Kira-kira satu, dua minggu dengan mencoba memposting artikel secara rutin. Memang sih, traffic-nya belum banyak. Akan tetapi satu bulan kemudian saya mendapatkan pesan manis dari Google AdSense. Saya sangat bersyukur, diterima didetik-detik ingin menyesali keputusan ini, hahaha.

Selain ketiga hal krusial tersebut, saya juga perlu mendaftar ulang domain di Google Publisher, Google Search Console dan mengubah Google Analytics. Cukup melelahkan memang, tapi di sisi lain cukup puas dengan tekad saya sebelumnya. Eksperimen saya mengubah domain sekiranya cukup berhasil, Alhamdulillah.

Sudah tahu seribet itu kenapa memutuskan tetap mengganti nama domain sih?

You know-lah, saya terlalu idealis dan keras kepala. Saya pun sudah membaca akibat dan dampak bila melakukan hal tersebut dari berbagai pengalaman para bloger. Namun saya telah meyakini diri, bila semua ada resikonya dan harus menerima bagaimana pun hasil akhirnya.

Sejujurnya sih, saya kira tidak akan menyesal bila pun hal-hal di atas tidak berjalan lancar. Enggak tahu kenapa, saya suka sekali bereksperimen dengan blog yang saya miliki ini.

Kalau begitu kenapa enggak langsung menggunakan bloger yang berbayar?

Entahlah, belum terpikirkan. Saya masih nyaman walaupun dengan bloger gratisan.

Well... begitulah hal-hal krusial dari pengalaman saya mengganti nama domain beberapa bulan lalu. Emmm, saya kira tidak merekomendasikan hal ini kepada Teteman yang sudah mulai serius ngeblog dengan SEO yang sudah bagus. Yah, tahu sendirilah resikonya nanti hehe.

So, semoga pengalaman saya pun bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Teteman yang mempunyai kelakuan “mirip” dengan saya yaa, hehe. Namun bila memaksa melakukan hal yang sama, yaa enggak apa-apa sih! Resiko ditanggung penumpang~ see yaa!

Bahagia: Sederhana Apa Adanya (Review Buku Goodbye, Things karya Fumio Sasaki)

Eh, sudah berapa bulan blog ini tidak mengulas buku? Aduh, saya kira terakhir membahas novelnya Bang Tere yang Bedebah di Ujung Tanduk. Wah, berarti sudah cukup lama dong hehe.

Apakah blog ini sudah tidak akan membahas tentang buku lagi?

Oh, tentu saja tidak. Buku masih menjadi bagian dalam hidup saya. Jadi, tidak perlu khawatir kendati tidak membahas sesering sebelumnya. You know-lah, panggilan dari dunia nyata sangat memekakkan telinga. Emm, ada saja alasan untuk tidak menulis. Dasar saya! Hahaha.

Ngomong-ngomong memang sudah lama saya ingin membaca buku Goodbye Things karya Fumio Sasaki ini. Pada saat itu saya menonton ulasannya disalah satu jejaring sosial yang langsung dibuat tertarik, apalagi topiknya tentang hidup minimalis.

Harap maklumlah, saya salah seorang yang sukar sekali membuang barang kenangan pun sebagainya. Lantas bagaimana bisa minimalis, coba?

Oleh sebab itu, kiranya buku ini akan mengubah dan menambah perspektif saya tentang hal tersebut.

Identitas Buku

Judul Buku       : Goodbye, Things

Pengarang       : Fumio Sasaki

Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan           : Pertama, 2018

Tebal               : ±  242 hlm.

 

Review-Buku-Goodbye-Things-Fumio-Sasaki


Ngomongin masalah minimalis, buku Goodbye Things menjadi buku minimalis kedua yang telah saya baca. Buku pertama yakni  Seni Hidup Minimalis karya Francine Jay yang ternyata juga diterbitkan pada tahun yang sama.

Sama halnya buku Seni Hidup Minimalis, buku Goodbye Things merupakan kisah pengalaman penulisnya yang menjalani hidup sederhana atau minimalis. Akan tetapi, saya kira Buku Goodbye Things isinya lebih kompleks karena juga melampirkan kisah para minimalis yang dapat dijadikan referensi.

Ngomong-ngomong, Buku Goodbye Things ini berisi lima bab. Pada bab pertama membahas mengenai definisi minimalisme sebagai mana topik bahasan. Bab kedua mengenai alasan manusia suka menyimpan barang, bab ketiga membahas tentang teknik dasar ataupun cara menyingkirkan barang.

Pada bab keempat membahas pengalaman dan perubahan penulis setelah menjadi seorang minimalis. Kemudian pada bab kelima berisi perasaan penulis saat menjadi lebih bahagia setelah menjalani hidup minimalis.

Fyi, pada dasarnya keseluruhan isinya cukup menarik. Hanya saja, saya menjadi gagal fokus ketika dihadapkan dengan subtopik dengan judul “Merasa Bahagia” Alih-alih “Menjadi Bahagia” yang terdapat pada bab kelima.

Memangnya, hubungan minimalis dengan bahagia apa coba?

Pada dasarnya hidup minimalis bisa meminimalisasikan waktu dalam membereskan atau membersihkan barang-barang yang dimiliki. Sehingga menjadi seorang milimalis, dapat mempunyai waktu luang “lebih” dan tidak berpaku untuk beres-beres saja.

You know-ah, membereskan rumah bahkan sekadar kamar tidur atau tempat belajar itu enggak cukup satu jam, apalagi bila dikelilingi dengan banyak barang.

Pengalaman saya, membersihkan rak buku membutuhkan satu jam lebih. Bisa dibayangkan bila membereskan seisi rumah butuh waktu berapa jam?

Sebagai manusia, saya yakin bila waktu adalah emas. Sebab pikiran manusia itu sangat kompleks dan ingin melakukan banyak hal right? baik menyoal hobi dan lain-lain. Apalagi untuk IRT, waktu luang bukan lagi emas, tapi surga hahaha. Jadi enggak mungkin kan, bila waktu luang yang berharga itu hanya sebatas untuk beberes saja, lantas kapan me time-nya coba?

Dalam bukunya Sasaki menjelaskan sebuah penelitian tentang bahagia. Menurut psikolog Sonja Lyubomirsky, 50% rasa bahagia ditentukan oleh genetis, 10% oleh keadaan atau situasi hidup, 40% ditentukan oleh pilihan dan tindakan individu sendiri (meliputi) pernikahan, pekerjaan dll.

Coba amati lagi Teteman, 40% rasa bahagia ditentukan oleh pilihan individu. Jika misalkan individu memilih untuk menjadi seorang mimimalis, ada kemungkinan akan mendapatkan tambahan waktu “luang” yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang me time individu tersebut. Toh, dia enggak perlu dipusingkan dengan beberes yang memerlukan waktu berjam-jam tersebut, right?

Dengan begitu dapat dikatakan memilih menjadi minimalis dapat menambah rasa bahagia seseorang dalam kehidupan kesehariannya.

Jadi bagaimana Teteman, tertarik menjadi seorang minimalis selanjutnya?

Kalau saya cukup tertarik. Ketika membaca buku Goodbye Things ini saja, saya pun sembari memilah barang-barang yang sebatas jadi hiasan saja dan memutuskan memberikan barang yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain atau membuangnya bila itu benar-benar tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Hingga pada akhirnya pun, buku Fumio Sasaki ini benar-benar menumbukan berbagai perspektif baru dalam kehidupan saya. Utamanya tentang kebahagiaan itu sendiri.

Saya tersadar, bila kebahagiaan itu bukan sebatas tentang hawa nafsu duniawi. Misalkan saja jika orang lain (tetangga, saudara, adik, dll) punya ini, kita pun harus punya “itu” juga. Bukan, kebahagian bukan tentang hal tersebut.

Kebahagiaan itu sesederhana ketika kita puas dan merasa cukup dengan kehidupan yang dijalani. Enggak perlu repot-repot memusingkan standar kebahagiaan  orang lain. Sebab kita mempunyai standar kebahagian sendiri–yakni sebagai seorang minimalis.