Analisis “Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Dengan Model Pembelajaran Asistensi (Assisted Learning) (Suatu Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VII E Sekolah Menengah Pertama 3 Colomadu Kabupaten Karanganyar)”

Kegiatan guru dalam pelaksanaan tindakan kelas dalam Peningkatkan Prestasi Belajar Membaca dengan Model Pembelajaran Asistensi pada Aiswa Kelas VII E dilakukan tiga siklus.  Siklus pertama guru menggunakan metode ceramah, siklus kedua menggunakan metode pembelajaran asistensi dibantu oleh empat siswa sebagai tutor yang mendapatkan nilai membaca terbaik, dan siklus ketiga juga menggunakan metode pembelajaran asistensi yang dibantu oleh 19 siswa yang mendapatkan nilai evaluasi meningkat.
Dalam langkah-langkah pembelajaran pada pelaksanaan tindakan kelas Peningkatkan Prestasi Belajar Membaca dengan Model Pembelajaran Asistensi pada Siswa Kelas VII E, dijelaskan bahwa dalam rencana pelaksanaan pembelajaran siswa mencermati teks bacaan yang disampaikan narasumber dan membentuk kelompok kemudian berdiskusi dan menyampaikan hasil yang sudah didiskusikan di depan kelas. Pada saat itu guru mengajar dengan menggunakan metode ceramah dalam mencermati gagasan utama teks bacaan. Dari metode ceramah yang sudah dilakukan guru menyebabkan adanya hambatan dalam perkembangan proses belajar siswa.
Seperti yang sudah dilakukan oleh peneliti bahwa pelaksanaan tindakan kelas ketika menggunakan metode klasikal banyak ditemukan permasalahan. Banyaknya permasalahan tersebut diantaranya guru kurang perhatian kepada siswa karena jumlahnya yang banyak, sehingga guru tidak dapat memperhatikan kemajuan siswa satu persatu. Kemudian ketika proses belajar ada beberapa siswa yang mendengarkan dan memperhatikan bahkan mencatat materi yang telah disampaikan oleh guru, sedangkan beberapa siswa lain ada yang diam tidak memperhatikan, mengantuk, atau melakukan aktivitas lain.
Evaluasi didapat dengan melakukan ulangan harian. Kemajuan pada siklus satu dengan metode ceramah daya serap yang diperoleh siswa adalah 74%, tetapi secara klasikal belum tercapai ketuntasan belajar sebagaimana dikehendaki peneliti, karena masih terdapat 10 anak yang belum tuntas.
Pada siklus kedua proses pembelajaran menggunakan model asistensi dengan kelompok besar. Dalam proses pembelajaran ini guru dibantu oleh empat siswa sebagai asisten atau tutor secara sukarela. Keempat anak ini bertugas sebagai ketua kelompok dan mengajari temannya bagaimana cara membaca yang baik dengan memperhatikan tanda baca serta bagaimana memahami isi teks.
Dalam proses pembelajaran ini, guru sering menggunakan metode demonstrasi dan diskusi informasi. Selama proses pembelajaran berlangsung siswa diberi kesempatan yang cukup untuk berinteraksi. Kemudian asistensi memulai tugasnya dengan menunjuk anggota kelompok untuk membaca secara bergantian. Jika ada anak yang membaca tidak benar, maka tutor segera membetulkan kesalahan tersebut. Apabila muncul permasalahan dalam kelompok, diharapkan asistensi dapat berdiskusi dengan anggotanya, jika semua tidak bisa maka guru baru bisa meluruskan permasalahan tersebut.
Pada siklus kedua siswa lebih aktif mendengarkan, memperhatikan penjelasan, kemudian lebih fokus kepada materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga pada tahap evaluasi ada enam anak yang belum mencapai standar ketuntasan.
Kemudian pada siklus ketiga proses pembelajaran menggunakan model asistensi dengan kelompok kecil yang terdiri satu asisten dan satu anggota. Pada siklus ini, guru hanya sebagai pengawas dan memantau tiap kelompok.
Proses pelajaran pada siklus ketiga ini siswa melakukan tanya jawab dengan pasangan masing-masing mengenai isi bacaan yang telah dibaca, kemudian mengerjakan dan mendiskusikan  tes yang dibuat oleh guru. Proses pembelajaran ini ternyata dapat mengatasi kesulitan membaca siswa, karena siswa tidak merasa sungkan untuk bertanya kepada temannya, sehingga terjadi interaksi yang sangat komunikatif dalam tiap kelompok, dan dalam evaluasi ada empat anak yang belum mencapai standar ketuntasan.
Pada proses pengajaran tindakan kelas ini, guru menerapkan teori belajar kontruktivistik. Siswa mendapatkan bahan baru mengenai cara dalam menentukan gagasan utama kemudian siswa berusaha untuk mengembangkan lagi pemahaman yang telah didapatnya. Seperti yang telah diketahui, dalam penelitian ini guru berusaha untuk meningkatkan pengetahun, menumbuhkan kemandirian dan menyediakan peluang siswa untuk berlatih dengan membantu membentuk pengetahuan siswa itu sendiri.
Sumber :
Sari, Devina Aria.2009. PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN ASISTENSI (ASSISTED LEARNING)(Suatu Penelitian
Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII E Sekolah Menengah  Pertama 3 Colomadu
Kabupaten Karanganyar).Surakarta.
(http://eprints.ums.ac.id/3553/1/A310040021.PDF, diakses pada 6 Juni 2018).

[Puisi]: Aku & Waktumu


Kuingat waktumu yang terbatas
Wajahmu yang sendu memaksakan senyuman tulus
Kau pendusta! Kau sembunyikan itu semua
hanya untuk memberikan tertanda
Bahwa kau tak bisa menanggung kepahitan ini
Dan kau tak mampu merasakannya lagi

Kutahu memang berat, karena tiada insan juga menginginkannya
Tapi tidakkah kau berpikir tindakanmu itu adalah kebenaran?
Dan sekali lagi, kau hanya tersenyum dan membuatku bingung
Bahkan kau terkekeh seolah menghiburku
Tapi aku hanya bisa menundukkan kepala dengan keanehan yang ada

Apakah sekaranglah waktunya?
Sebelum semprotan fajar terlukis
Jiwamu terbang di tengah malam yang dingin
Menumbuhkan berjuta penyesalan
Dan menyulut emosiku yang masih labil

Dan masih tentang waktumu yang terbatas
Di mataku, sampai saat ini kau tetap pendusta
Senyum yang menyayatku dikala sunyi
Karena tak kusangka itu senyum terakhirmu yang kulihat
Kau tetap pendusta! Kau tetap pendusta yang sangat kurindukan

[Puisi]: Bertemu Rindu (diterbitkan dalam Antalogi Renjana oleh Penerbit Graha Litera




Asa berpaut jemu
Diantara lembayung melenggok sedu
Dikau rupa bertabur bayangan
Semu, tersamar dalam kebisuan

Aku telah meretakkan dusta
Bahkan menyusun kepingan gulana
Dalam senyap semua terbaca
Tatkala sunyi segala tercipta

Ketika angin meliur, sebuah ketakutan datang
Aku bersama daun yang berguguran
Beriring gerimis memecah tabu
Mengundangmu bertemu rindu yang dulu



Jember, 6 September 2018

ANALISIS TEMA DALAM NASKAH DRAMA “JANJI SENJA ” KARYA TAOFAN NALISAPUTRA

Cara menantukan Tema

Menurut Hartoko & Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2012:68) tema merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan, perbedaan-perbedaan. Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. 

Aminuddin (1987:91) tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, pembaca harus terlebih dahulu memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.  

Sedangkan menurut Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2012: 67), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.

Dari pemaparan pendapat di atas dapat dipastikan bahwasannya, setiap fiksi haruslah memiliki dasar atau tema yang merupakan sasaran tujuan. Dengan demikian tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa tema ini merupakan hal yang paling penting dalam seluruh cerita (Tarigan, 1984:125).

Menurut Santosa (1995:117) ada beberapa cara menemukan tema cerita, antara lain: 
  1. permasalahan judul yang mendukung cerita, biasanya judul sudah menyiratkan adanya tema;
  2. kejelasan gagasan sentral sebagai pusat permasalahan; 
  3. melalui pencarian isotopi-isotopi;
  4. kata-kata kunci yang sering diulang dalam karya sastra; 
  5. kesatuan hubungan antarunsur dalam cerita; 
  6. pengaluran yang logis dan sistematis; 
  7. penokohan yang kuat; 
  8. pelataran yang baik;
  9. nada dan suasana penceritaan. 

Analisis Tema Naskah Drama “Janji Senja” karya Taofan Nalisaputra


Pada pembahasan ini penulis menentukan tema naskah drama “Janji Senja” karya Taofan Nalisaputra dengan mengambil satu cara yang sudah dipaparkan oleh Santosa, yakni permasalahan judul yang mendukung cerita. 

Naskah drama karya Taofan Nalisaputra yang berjudul “Janji Senja” memiliki tiga pemaknaan yang berbeda. Pertama dari judul naskah sendiri, kata “janji” dalam KBBI adalah ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu), sedangkan kata “senja” adalah waktu (hari) setengah gelap sesudah matahari terbenam. Jadi, pada pemaknaan pertama dari judul naskah “Janji Senja” dapat dimaknai sebagai arti sebenarnya yakni sebuah janji ketika senja atau menjelang matari tenggelam. 

Bukti mengenai arti sebenarnya tentang sebuah janji ketika senja atau menjelang matahari tenggelam, terdapat pada kutipan berikut.

Anak

: Ibu...jangan kau ceritakan lagi apa pun tentang ayah.

Ibu

Kenapa?

Anak

 : (sambil memandang ke arah langit senja) karena ayah tak pernah datang, dan kukira ia emang tak akan pernah datang.

Ibu

 : (tenang/datar) ayahmu berjanji akan datang saat senja.

Anak

 :(agak meninggikan nada bicara) sudah tak terhitung lagi jumlah senja yang kita lalui... di sini..tempat ini...sedari dulu waktu aku masih dalam kandungan hingga kini, namun ayah tak jua datang.


Pada penggalan kutipan yang terdapat pada adegan 1 di atas, sang ibu menyanggah anaknya yang mengatakan kalau sang ayah tak akan pernah datang. Namun ibu mengatakan bahwa ayah akan datang saat senja.

Pemaknaan kedua judul “Janji Senja” adalah bahwa Senja adalah nama dari seorang laki-laki yang dipanggilnya ayah. Dari pemaknaan kedua ini, diartikan bahwa “Janji Senja” adalah janji dari seorang ayah yang bernama Senja. Bukti tersebut dapat di lihat dari kutipan adegan 1 dan adegan 3 berikut.

Adegan 1

Ibu

 : Tidak rindukah kau pada ayahmu?

Anak

 : Rindu…tapi itu dulu, sekarang tidak lagi.

Ibu

 : (menatap tajam pada anaknya) kenapa?

Anak

 : (diam sejenak) karena aku tak lagi menganggap senja sebagai ayahku, bagiku dia hanyalah lelaki yang menitipkan sperma pada ibu.

 


Adegan 3

Anak

Aku berharap ibu memberi restu untukku.

Ibu masih terdiam, sang anak pun  kembali memalingkan wajahnya ke arah senja sembari memainkan ujung bajunya dan jemarinya.

Ibu

: Ibu akan meresetuimu. Tapi.. Kau juga harus meminta restu pada senja…  ayahmu.

Sang anak melongo terheran-heran.


Kemudian untuk pemaknaan yang terakhir, yaitu “Janji Senja” digambarkan dengan sebuah janji yang melukiskan sebuah kegalauan. Dikatakan demikian, dalam judul “Janji Senja” kata senja sendiri dapat diartikan sebagai perasaan sedih dan galau. Bukti mengenai “Janji Senja” adalah janji yang melukiskan sebuah kesedihan dan kegalauan yang dirasakan ibu ketika menunggu ayah, terdapat pada adegan 2, adegan 3 dan adegan 4.

Adegan 2

Ibu

Ibu masih ingin menunggu ayahmu di sini, di rumah ini setiap senja.

Anak

Dimanapun itu kita akan tetap menikmati senja yang sama.

(ibu terdiam sembari tersenyum dan tetap menatap ke arah senja)

Anak

Ibu bisa menikmati senja bersamaku. (mencoba membujuk)

Ibu

Ibu hanya ingin menunggu ayahmu di sini, di rumah ini.

 


Adegan 3

Ibu

: Ibu akan meresetuimu. Tapi.. Kau juga harus meminta restu pada senja…  ayahmu.

Sang anak melongo terheran-heran.

Ibu

Tinggallah dulu disini beberapa waktu. Ayahmu pasti akan datang. Ibu yakin.

 

Adegan 4

Ibunya kemudian terdiam. Matanya berkaca-kaca, airmatanya nampak akan jantuh. Sang anak berlalu meninggalkan ibunya. Ibu masih diam menatap senja dengan linangan air mata.

 

Pada kutipan di atas, ibu setia terhadap janji ayah meski harus merasakan kesedihan dan kegalauan. Sedih, karena sang anak mulai tidak peduli lagi, apakah ayahnya akan datang atau tidak. Galau, karena  janji yang pernah ayah ucapnya menimbulkan abu-abu pada harapan ibu ketika senja. Meskipun begitu ibu tetap menanti ayah dengan sabar.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, bahwa tema dari naskah drama “Janji Senja” adalah sabar, ikhlas, serta tabah adalah obat dari kesedihan dan kegalauan.

Apresiasi Terhadap Naskah Drama “Janji Senja” karya Taofan Nalisaputra


Tokoh dalam naskah drama “Janji Senja” karya Taofan Nalisaputra ada tiga, yakni ibu, anak, dan ayah. Keseluruhan cerita, didominasi oleh dialog ibu dan sang anak, sedangkan peran ayah dalam cerita sebagai figuran dan tidak memiliki dialog.

Adapun hal menarik dan diapresiasi dari naskah drama ini, ketika sang ibu tetap sabar menanti suaminya. Meski sang anak sudah menyerah menanti sang ayah, namun ibu dengan berlapang hati menghalau harapan abu-abu tersebut dengan pengharapan besarnya sang suami dapat pulang dan menepati janjinya. 

Pelajaran yang dapat dipetik dari naskah drama “Janji Senja” yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwasannya tidak semua harapan yang diinginkan dapat terwujud. 

Kekurangan dari naskah “Janji Senja” ini adalah ending cerita yang mengambang. Ketika sang anak meninggalkan ibu yang masih setia menanti sang suami di rumah, namun tidak diceritakan apakah sang suami pulang atau tidak. Hal ini yang membuat pihak pembaca dan penulis sendiri bertanya-tanya, apakah memang niatan pengarang menuliskan ending seperti ini?  Dari segi alur dan latar sudah baik, meski dalam naskah drama ini menggunakan alur backtracking namun ceritanya tetap runtut dan jelas.

ASPEK KEGRAFIKAN BUKU TEKS

2.1  Kelayakan Kegrafikan Buku Teks

BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) menetapkan beberapa kriteria kualitas buku teks pelajaran Bahasa Indonesia yang memenuhi syarat kelayakan yang meliputi empat komponen. Berbicara mengenai buku teks, penetapan pemerintah terkait dengan tugas BSNP sebagai penilai kelayakan buku teks mengesahkan PP No.19/2005 pasal 43 ayat (5): “Kelayakan isi, bahasa penyajian, dan kegrafikan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.”

Dalam makalah ini penulis tidak menggunakan semua kriteria yang telah ditetapkan oleh BSNP, akan tetapi hanya membahas dari segi kegrafikan suatu buku teks. Kelayakan kegrafikan buku teks pelajaran dapat dinilai dari (1) tata letak unsur grafika estetis, dinamis, dan menarik serta menggunakan ilustrasi yang memperjelas pemahaman materi buku, (2) tipografi yang digunakan mempunyai tingkat keterbacaan yang tinggi dan (3) ilustrasi dan tata letak mempermudah pemahaman. Menurut Muslich (2010) kelayakan kegrafikan, terdapat tiga indikator yang harus diperhatikan dalam buku teks, yaitu ukuran buku, desain kulit buku, dan desain isi buku.

1)   Ukuran buku

    Indikator ukuran buku yaitu: kesesuaian ukuran buku dengan standar ISO. Ukuran buku teks adalah A4 (210 x 297 mm), A5 (148 x 210 mm), dan B5 (176 x 250 mm). Toleransi perbedaan ukuran antara 0- 20 mm. Penggunanan format yang terstandar suatu BTBI, biasanya menggunakan ukuran format buku dengan font antara 12 – 14 point size  untuk Times New Roman, atau yang sebanding dengannya untuk jenis font lain, kecuali judul maka disesuaikan dengan kebutuhan.

2)    Kesesuaian ukuran dengan materi isi buku.

   Pemilihan ukuran buku teks perlu disesuaikan dengan materi isi buku berdasarkan bidang studi tertentu. Hal ini akan memengaruhi tata letak bagian isi dan jumlah halaman buku.

3)    Desain bagian kulit

     Desain kulit BTBI harus menarik, sederhanailustratrif dan mudah dibaca. Baik dari pemilihan font, warna, dan ilustrasi. Hal ini juga merupakan faktor penentu kualitas BTBI yang baik.

a.    Tata letak

   Penampilan unsur tata letak pada kulit muka, belakang, dan punggung secara harmonis memiliki irama dan kesatuan serta konsisten. Penampilan pusat pandang (center point) yang baik. Komposisi dan ukuran unsur tata letak (judul, pengarang, ilustrasi, logo, dan lain-lain), proposional, seimbang, dan seirama dengan tata letak isi sesuai pola. Warna unsur tata letak harmonis dan memperjelas fungsi tertentu. Warna judul buku kontras dengan warna latar belakang.

b.   Penggunaan huruf

    Pada buku teks, penggunaan huruf tidak menggunakan terlalu banyak kombinasi jenis huruf. Tidak menggunakan huruf hias dan jenis huruf sesuai dengan huruf isi buku.

c.    Kualitas kertas

   Kualitas kertas sebuah BTBI untuk SMP dan SMA harus yang kuat dan berkualitas. Misalnya menggunakan kertas Power Mac G4. Kualitas kertas yang digunakan sudah baik, karena kertasnya tebal pada umumnya buku teks.

d.   Kualitas cetakan

    Kualitas cetakan BTBI yang baik yaitu kualitas cetakan yang bersih, jelas dan kontras. Baik putih, hitam, maupun warna-warna yang lain.

e.     Kualitas jilidan

    Kualitas penjilidan BTBI untuk SMA dan SMP harus menggunakan kualitas penjilidan yang baik dan kuat, agar tidak mudah rusak (terlipat atau sobek).

 

4)    Desain bagian isi indikator pemakaian bahasa yang komunikatif

   Desain isi pada BTBI harus mudah dibaca dan mendukung materi. Dapat dilihat dari jenis font, ukuran font, warna font, bentuk paragraf, ilustrasi, dan ilustrasi gambar.

a. Pencerminan isi buku. Menggambarkan isi atau materi ajar dan mengungkapkan karakter objek. Bentuk warna, ukuran, proporsi objek sesuai realita. Penempatan unsur 29 tata letak konsisten berdasarkan pola. Pemisahan antar paragraf jelas, tidak ada widow atau orphan.

b. Keharmonisan tata letak. Bidang cetak dan margin proporsional. Margin dua halaman yang berdampingan proposional. Spasi antar teks dan ilustrasi sesuai.

c.  Kelengkapan tata letak. Judul bab, subjudul bab, dan angka halaman atau folio dan ilusrtasi, dan keterangan gambar.

d. Daya pemahaman tata letak. Penempatan hiasan atau ilustrasi sebagai latar belakang tidak mengganggu judul, teks, dan angka halaman. Penempatan judul, subjudul, ilustrasi, dan keterangan gambar tidak mengganggu halaman.

e. Tipografi isi buku. Tipografi isi buku meliputi kesederhanaan, daya keterbacaan, dan daya kemudahan pemahaman.

f.   Ilustrasi isi. Ilustrasi isi daya meliputi: pemerjelas dan pemermudah pemahaman dan kedayatarikan ilustrasi isi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar penyusunan buku teks harus memerhatikan segi isi/materi, pendekatan, bahasa, serta media yang terdapat dalam buku teks.

Ukuran buku bahasa Indonesia ekspresi diri dan akademik untuk SMA kelas XI penerbit kementrian pendidikan dan kebudayaan  ialah x, 134 hlm, ilus : 25 cm. Menurut kami, kesesuaian ukuran buku dengan materi yang ada dalam buku tersebut telah bisa dikatakan sesuai dengan standar yang ada. Sebuah buku teks yang telah memenuhi standar syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran memiliki ciri sebagai berikut:

a. Tercantum ISBN (International Standard Book Number)

             ISBN terdiri dari 10 digit nomor dengan urutan penulisan adalah kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi. Namun, mulai januari 2007 penulisan ISBN mengalami perubahan mengikuti pola EAN, yaitu 13 digit nomor. Perbedaannya hanya terletak pada tiga digit nomor pertama ditambah 978. Jadi, penulisan ISBN 13 digit adalah 978-kode negara-kode penerbit-kode buku-no identifikasi.

b.  Tertuliskan

        Buku ini telah memenuhi syarat kelakyaan pembelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Nomor: 26 Tahun 2005 tanggal 26 Desember 2005. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Nomor: 26 Tahun 2005 tentang: Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa Menteri Pendidikan Nasional.

2.2  Analisis Kelayakan Kegrafikan Buku Teks Bahasa Indonesia SMP Kelas IX

1)   Ukuran buku. Dalam buku Bahasa Indonesia untuk SMP/Mts kelas XI, ukuran format buku sesuai dengan ISO yang telah ditentukan pemerintah, menggunakan ukuran kertas B5 (276x250 mm).

2)   Kesesuaian materi dengan isi buku. Kesesuaian ukuran dengan materi isi buku, pada buku Bahasa Indonesia untuk SMP/Mts kelas XI, sudah dapat dikatakan proporsional karena materi yang disampaikan pada buku tersebut terdiri dari empat bab, dengan ukuran kertas B5 membuat buku tidak terlalu tebal.

3)    Desain bagian kulit

a. Tata Letak

    Dalam Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX, penempatan unsur tata letak (judul, sub judul, kata pengantar, daftar isi, dan ilustrasi) pada setiap awal bab sudah konsisten. Judul bab di tulis secara lengkap dengan angka kegiatan (kegiatan I, II dan seterusnya). Penulisan sub judul sudah disesuaikan dengan penyajian materi ajar. Ilustrasi ditempatkan ditengah bacaan dengan ukuran lebih besar dari pada huruf teks. 

    Penampilan pusat pandang (center point) sudah termasuk baik. Komposisi dan ukuran unsur tata letak (judul, pengarang, teks, ilustrasi, keterangan, gambar, nomor halaman dan logo) sudah dicetak secara proposional, dan seirama dengan tata letak isi sesuai pola. Warna unsur tata letak harmonis dan memperjelas fungsi tertentu. Penempatan unsur tata letak pada setiap halaman dalam buku ini sudah mengikuti pola dan tata letak yang ditetapkan.

b.     Penggunaan huruf. Penggunaan huruf pada cover belakang dan depan pada Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX menggunakan huruf Time New Roman.

c.     Kualitas kertas. Kualitas kertas pada Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX sudah baik, karena kertas yang digunakan tebal.

d.     Kualitas cetakan. Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX  sudah baik, bersih dan jelas terdapat perpaduan warna yang kontras anatara putih biru dan warna lainnya.

e. Kualitas penjilidan. Kualitas penjilidan Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX, yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah cukup baik dan bertahan lama.


4)   Desain bagian isi indikator

 a)   Pencerminan isi buku

Dalam buku Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX:

1) Menunjukkan urutan/hierarki susunan teks secara berjenjang sehingga mudah di pahami. Hierarki susunan teks dapat dibuat dengan perbedaan jenis huruf, ukuran huruf dan variasi huruf/( bold, italic, all capital, small capital).

2)  Hierarki judul sudah ditampilkan cara proporsional, tidak menggunakan perbedaan ukuran huruf yang terlalu mencolok.

 

 b)  Keharmonisan tata letak

Dalam buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX, sudah memperhatikan tampilan warna secara keseluruhan yang dapat memberikan nuansa lembut untuk dapat memperjelas materi atau isi buku, dan sudah sesuai dengan tata letak yang telah ditetapkan.

 c)  Kelengkapan tata letak

Penulisan sub judul sudah disesuaikan dengan penyajian materi ajar. Ilustrasi ditempatkan ditengah bacaan dengan ukuran lebih besar dari pada huruf teks.

 d)  Daya pemahaman tata letak

Penempatan judul, sub judul, ilustrasi dan keterangan gambar tidak mengganggu pemahaman. Judul, sub judul, ilustrasi dan keterangan pada buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX, sudah ditepatkan sesuai dengan pola yang telah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah interpretasi terhadap materi yang disampaikan.

 e)  Tipografi isi buku

Penggunaan tipografi isi buku pada Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX menggunakan huruf Time New Roman.

 f)  Ilustrasi isi buku

Dalam buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX, ilustrasi isi sudah memenuhi kriteria:

1.     Mampu mengungkapkan makna atau arti dari objek. Berfungsi untuk memperjelas materi/teks sehingga mampu menambah pemahaman dan pengertian peserta didik pada informasi yang disampaikan.

2. Bentuk akurat dan proporsional sesuai dengan kenyataan. Bentuk dan ukuran ilustrasi sudah tepat dan secara rinci dapat memberikan gambaran yang akurat tentang objek yang di maksud. Misalnya ilustrasi pesawat sebagai salah satu keinginan Pemerintah Indonesia untuk memiliki pesawat khusus. Selain itu,  bentuk ilustrasi sudah profesional sehingga tidak menimbulkan salah tafsir peserta didik pada objek yang sesungguhnya. Misalnya ilustrasi “Bagaimana Cara Membuat Termometer Sederhana”  digambarkan dengan ilustrasi termometer.

 

3.1  Simpulan

        BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) menetapkan beberapa kriteria kualitas buku teks pelajaran Bahasa Indonesia yang memenuhi syarat kelayakan yang meliputi ukuran buku, desain kulit buku, dan desain isi buku.

        Pada Buku Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan untuk SMP/Mts kelas IX, ukuran format buku sesuai dengan ISO yang telah ditentukan pemerintah, penempatan unsur tata letak (judul, sub judul, kata pengantar, daftar isi, dan ilustrasi) pada setiap awal bab sudah konsisten. Kesesuaian ukuran dengan materi isi buku, sudah dapat dikatakan proporsional. Desain bagian isi menunjukkan urutan/hierarki susunan teks secara berjenjang sehingga mudah di pahami, dan hierarki judul sudah ditampilkan cara proporsional, tidak menggunakan perbedaan ukuran huruf yang terlalu mencolok.

 

 

Sumber:

Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2015. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,Balitbang,Kemdikbud.