Dedikasi Sang Pendidik (Review Novel Guru Aini karya Andrea Hirata)

Kalau Teteman mendengar nama Andrea Hirata pasti akan langsung tertuju pada karya fenomenalnya berjudul “Laskar Pelangi” right? Nama Andrea Hirata selain didapuk sebagai pengarang yang mengangkat tema tentang pendidikan dan berkaitan dengan anak-anak, juga dikenal sebagai pengarang yang pada karya-karyanya kental mengangkat budaya Belitong. Seperti halnya Novel Guru Aini yang akan saya ulas kali ini.

 

Novel Guru Aini  merupakan prasekuel dari Novel Orang-Orang Biasa. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Bentang dengan tebal xii ± 336 halaman, pada Februari 2020 (itu artinya satu tahun setelah terbit Novel Orang-Orang Biasa). Lantas bagaimana sih kisah dari novel ini?


Dedikasi Sang Pendidik (Review  Novel Guru Aini karya Andrea Hirata)


Bagi Teteman yang telah membaca Orang-Orang Biasa pasti sudah tidak asing dong dengan Aini? Lupa? Itu loh siswi yang paling anti sama Matematika, tapi berkat kegigihannya dia berhasil masuk Fakultas Kedokteran! Ingat?

 

Nah, bila di Novel Orang-Orang Biasa lebih berfokus kepada Aini, lantas bagaimana dengan Novel Guru Aini?

 

Guru Aini menceritakan tentang gurunya Aini yakni Bu Desi. Seorang guru Matematika yang mempunyai cita-cita menjadi guru sejak kecil. Nah, gambaran besarnya sih pada novel ini si pengarang berupaya menceritakan asal mula dan alasan Bu Desi bisa menjadi seorang pendidik di Belantik, serta membantu Aini dalam mempelajari Matematika.

 

Perjalanan beliau untuk menjadi guru yang notabene tidak mudah. Sebab sempat tidak mendapatkan izin dari ibunya, karena harus mengajar di tempat pelosok, asing dan jauh dari keluarga tentu menciptakan satu pertanyaan besar. Padahal beliau termasuk orang yang cerdas dan menjadi siswa berprestasi saat sekolah, kok malah lebih memilih mengajar di tempat yang jauh?

 

Tentu saja alasan tersebut tidak jauh dari sifat Bu Desi yang dikenal sebagai guru idealis. Intinya sih, Bu Desi ingin mengembangkan bakat dan minat siswa terhadap Matematika. Beliau ingin mengubah persepsi siswa mengenai Matematika. Namun you know-lah ekspektasi dan realita tidak selamanya jalan beriringan. Tempat yang jauh dan kondisi siswa yang kurang mendukung, membuat keinginan tersebut hanya sebatas angan saja.

 

Akan tetapi, Bu Desi tidak menyerah. Beliau pernah mendapatkan siswa yang cerdas. Namun sayang, siswa itu memilih untuk berhenti sekolah (siswa itu Debud: teman Dinah Ibunya Aini, geng sepuluh siswa di Orang-Orang Biasa) yang tentu membuat beliau kecewa. Hingga pada akhirnya ada seorang siswi yang awalnya memiliki fobia pada Matematika, malah meminta tolong untuk dibantu hingga mahir.

 

Dari berbagai konflik dan alur yang tersaji dalam Novel Buru Aini. Ada satu hal menarik yang berhasil terngiang-ngiang di kepala saya. Hal menarik tersebut dari kisah Bu Desi, tekad beliau sembari memakai sepatu pemberian dari sang ayah. Sepatu olahraga putih bergaris merah-merah yang membuat  Bu Desi sempat berjanji pada diri sendiri, kalau beliau akan berganti sepatu bila keinginannya terwujud. Dari kisah sebelumnya bisa dibayangkan ‘kan, bagaimana kumal dan lusuhnya sepatu tersebut hingga keinginan Bu Desi terwujud?


Dedikasi Sang Pendidik (Review  Novel Guru Aini karya Andrea Hirata)

 

Seperti karya-karya Andrea Hirata yang pernah saya baca, meski cerita terkesan sedikit berat (mungkin bagi sebagian orang akan berpendapat demikian), tapi pengarang menyelipkan hal-hal jenaka yang cukup mengimbangi latar suasana yang haru. Selain menghibur, kisah dari Bu Desi memunculkan perenungan dalam diri saya, tentang perjuangan dan mempertahankan prinsip yang enggak mudah. Terlebih tentang ikhlas, terhadap apa-apa yang terjadi dalam hidup.

 

Ah! sepertinya enggak perlu panjang lebar lagi deh! Buat Teteman yang penasaran bisa langsung meminang novelnya. Saya yakin, pasti akan ada hal menarik lainnya yang tidak akan Teteman temukan dari sudut pandang saya dalam mengulas novel ini. Ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan nih, novel ini wajib dimiliki Teteman yang suka membaca novel tentang pendidikan! Wajib!





“Dalam kesepian yang getir dan menyesakkan, tersemat sesuatu yang paling didambakan manusia... kemerdekaan!”

-Andrea Hirata (2020:294)



Resensi Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia

 “pergilah ke mana  engkau mau

biar aku yang membasuh lukamu,”

Begitulah kata pembuka yang terdapat dalam cover Novel Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia. Kemudian, di bawah ini resensinya. Semoga bermanfaat.



Identitas buku
Judul Novel    Cinta dalam 99 Nama-Mu
Pengarang       : Asma Nadia
Penerbit          : Republika Penerbit
Cetakan          : I, April 2018
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal               : vi +307 hlm.

Kepengarangan

Asma Nadia dikenal sebagai salah satu penulis best seller paling produktif di Indonesia. Sudah lebih dari 50 buku  yang diterbitkan dalam bentuk novel, kumpulan cerpen, dan nonfiksi. Sejak 2011, sang penulis menjadi kolumnis tetap rubrik Resonansi di harian nasional Republika, setiap hari Sabtu.

Berbagai penghargaan di bidang penulisan diraihnya. Selain itu Komunitas Internasional mengakui kiprah ibunda dari Putri Salsa dan Adam Firdaus ini. Sang penulis tercatat sebagai salah satu dari 500 muslim paling berpengaruh di dunia, 2013 dan 2014.


Sinopsis

Cinta dalam 99 Nama-Mu bercerita tentang dua orang pemuda pemudi yang mempunyai latar belakang dan masalah yang berbeda. Tokoh pertama adalah Arum–gadis muslimah yang baik hati dia suka membantu orang lain, dan seorang pekerja sosial di tempat ayahnya bekerja. Dia menyukai anak-anak dan membuat rumah singgah untuk anak-anak jalanan yang ingin belajar, khususnya agama. Arum adalah seorang anak tunggal dari sebuah keluarga yang berkecukupan. Ayahnya adalah seorang penjaga di tahanan sedangkan ibunya seorang dokter. Tidak ada yang salah memang dalam menghitung berapa jumlah harta yang dimiliki oleh keluarga Arum, namun yang terpenting bagaimana kondisi keluarga itu sehari-hari. Bagaimana ayah dan ibunya yang selalu berbeda tujuan, bagaimana ibunya yang selalu memperiotaskan gengsinya kepada rekan kerja, dan hal lain. Kadang pertengkaran kedua orang tua itu membuat Arum sedih, terlebih lagi mengenai kondisinya yang sejak kecil telah mengidap kanker tulang. Namun penyakit yang dialami tidak menyurutkan Arum untuk berbuat baik, penyakit membuat dia menyadari bahwa manusia pasti memiliki akhir dari perjalanannya di dunia.

Tokoh kedua adalah Alif–anak tunggal dari mantan seorang pejabat  yang memiliki hobi melukis mural. Alif memiliki banyak penggemar wanita meski sejatinya dia adalah bad boy yang bergaul dengan dunia hitam. Akan tetapi tidak satupun wanita yang benar-benar dia cintai.  Alif kehilangan arah, ketika ibunya meninggal. Terlebih masalah semakin pelik ketika ayahnya juga menyusul. Alif difitnah oleh saudaranya yang ingin menguasai harta warisan dan mencebloskan Alif ke penjara.

Di dalam penjara itulah, Alif dan Arum menjadi dekat. Keduanya saling melengkapi kekosongan ruang batin sembari lebih mengenal nama-nama Sang Pemilik Hati. Namun kebahagiaan tetaplah tidak selamanya menetap. Ketika Alif sudah memantapkan hatinya kepada Arum, hati Arum semakin goyah. Bukan karena dia sudah tidak peduli lagi dengan Alif. Bukan karena dia tidak mempunyai perasaan yang sama. Namun waktu terbatas yang dimiliki Arum, akibat penyakit yang dideritanya, membuat dia harus memilih melepaskan atau menggenggam Alif.

Lantas apa yang akan Arum pilih? Melepaskan atau menggenggam tangan Alif?

Seperti yang sudah kekalian ketahui, bahasa yang digunakan oleh Bunda Asma Nadia sederhana dan lugas. Bahkan banyak sekali hal-hal yang dapat dipetik hikmahnya dari setiap karya-karya beliau. Salah satu hal yang bisa diteladi dari novel ini adalah, jangan menyerah Allah selalu bersama kita, bagaimana pun kondisinya. Keep Spirit!

Meneladani Kehidupan Si Pemelihara Pusaka (Review Novel Janji karya Tere Liye)

Sepertinya sudah enggak perlu basa-basi tentang siapa pengarang novel yang akan saya ulas kali ini. You know-lah, saya telah beberapa kali mengulas karya Bang Tere. Buat Teteman yang sering nangkring *eh singgah di blog ini pasti sudah paham, hehe.  Memangnya siapa sih yang enggak tahu Tere Liye?

Awal tahu Bang Tere akan menerbitkan novel teranyarnya berjudul Janji, saya sangat gembira dan heboh sendiri. Apalagi waktu tahu cover buku cetaknya, meski terkesan sederhana malah membuat penasaran dengan adanya pusara. Jadi kira-kira tempat siapa pusara itu? Apakah sang tokoh utama meninggal dengan diakhiri sad ending? Ataukah masih ada prakiraan lainnya?

Entah bagaimana cara Bang Tere meramu karyanya kali ini, tapi saya yakin tidak akan kecewa. Yups, dari novel ini saya banyak belajar tentang kehidupan dan value dengan segala kerumitannya.

Identitas buku

Judul Novel     : Janji

Pengarang       : Tere Liye

Penerbit          : Sabak Grip Nusantara

Cetakan           : I, 2021

Tebal               : ± 488 hlm.

Review Novel Janji karya Tere Liye


Secara singkat Novel Janji bercerita tentang salah seorang santri yang yatim piatu sejak lahir, pun sangat bandel bernama Bahar. Usianya kala itu belasan tahun ketika diantar oleh neneknya ke pesantren. Bahar bukan hanya bebal di pesantren, tapi juga sering memprofokasi dan membuat onar di kampungnya. Sehingga sang nenek yang sudah menyerah dengan tingkah Bahar mengirimnya ke pesantren.

You know-lah tujuan nenek baik, supaya Bahar dapat arahan dari pengasuh (kyai/buya) di sana. Namun karakter Bahar yang memang sudah bebal, dia pun berusaha membuat onar di pesantren. Beberapa kali membuat onar, tapi masih dimaafkan oleh Buya. Hingga suatu ketika Bahar melakukan hal yang benar-benar fatal, dia hampir membakar seluruh pesantren dan menewaskan seorang santri yang memang tidak sempat menyelamatkan diri disebabkan santri tersebut seorang tunadaksa.

Peristiwa duka itu tidak bisa membuat Buya (sebagai pendiri dan pemilik pesantren) mempertahankan Bahar. Dengan berat hati Buya melepaskan Bahar, sebab Buya pernah berjanji tidak akan mengeluarkan seorang santri dengan situasi maupun kondisi bagaimanapun. Namun perbuatan Bahar berbeda hal, dia sudah melewati batas.

Setelah Bahar diusir dari pesantren, selama tiga hari Buya bermimpi dengan mimpi yang persis sama. Dalam mimpi itu Buya tengah berjalan di tengah gurun (ceritanya di padang masyar) berjalan kaki bersama para manusia lainnya. Ada beberapa yang naik kendaraan dan juga berjalan kaki seperti Buya. Dalam perjalan itu Buya bertanya (kepada malaikat), apakah kendaraan ini untuknya? Namun malaikat itu menjawab bila kendaraan itu bukan milik Buya, lantas beliau berjalan lagi.  Hingga beberapa saat kemudian datang kendaraan yang begitu mewah dan canggih menghampirinya. Buya ingin mengajukan pertanyaan lagi, tapi tiba-tiba kaca kendaraan itu terbuka dan betapa terkejutnya beliau setelah melihat seseorang yang menawarinya naik kendaraan adalah Bahar.

Ketika bangun dari tidur, Buya berusaha mencari Bahar. Dari rumah nenek dan tempat-tempat malam lainnya, tapi Buya tidak menemukan jejak Bahar. Sampai tahun-tahun berikutnya, ternyata Buya masih belum menyerah mencari keberadaan Bahar. Buya masih memiliki satu pertanyaan mengapa Bahar bisa mempunyai kendaraan itu? Bukankah selama ini sikap Bahar sangat bebal dan berperilaku kurang baik?

Akan tetapi hingga bertahun-tahun pertanyaan Buya tidak menemukan jawaban. Pesantren itu diturunkan kepada anaknya. Para santri juga menyebutnya sebagai Buya . Kini Buya menyuruh ketiga santrinya untuk mencari Bahar. Ketiga santri itu sama bebalnya dengan Bahar dulu, selalu buat onar pesantren. Namun kali ini, Buya tidak akan mengeluarkan ketiganya dari pesantren. Sebab telah berjanji kepada Buya (ayahnya pendiri dan pemimpin terdahulu) dan memberi mereka tugas, bila menemukan keberadaan Bahar mereka diperbolehkan memilih untuk tetap di pesantren atau lulus dengan hak istimewa (sebab tugas mereka tidak mudah untuk mencari Bahar yang sudah berpuluh tahun hilang tidak ada kabarnya).

Ketiga santri itu bernama Hasan, Baso dan kaharuddin. Mereka mempunyai kepribadian berbeda, tapi hobi yang sama. Ya apalagi kalau bukan pembuat onar? Ketiganya pun datang ke pesantren dengan latar belakang juga konflik yang berbeda. Hasan misalnya, di sekolahkan ke pesantren supaya tidak mengikuti jejak ayahnya yang korup pada negara, ibunya pun depresi. Orang tua Kaharuddin terlalu sibuk bekerja sehingga tidak bisa mengurus anak-anak. Begitu pun dengan Baso.

Setelah mendapat tugas itu ketiganya merasa antusias, karena bisa jalan-jalan di luar pesantren. Kendati mereka bebal, tapi sangat bertanggung jawab mengerjakan tugas tersebut. Adakalanya pencarian Bahar tidak mudah, penuh teki-teki. Namun pada akhirnya mereka dapat menemukan keberadaannya meski bukan bertatapan langsung. Melainkan akhir perjalanan mereka berkunjung ke pusara Bahar.

Fyi, salah satu kunci dari Novel Janji ini adalah kisah dari Bahar, terutama lika-liku yang dialaminya setelah keluar dari pesantren. Btw, Bahar cukup menyesal terhadap perbuatannya yang telah membuat salah seorang kawannya tewas juga masa-masa kelamnya.

Sehingga apapun yang dialaminya setelah keluar dari pesantren, bagi Bahar merupakan karma yang memang harus dia alami. Misalkan saja ketika dia mendapat gunjingan atau celaan dari para tetangganya ataupun tatapan jijik dari orang-orang, perlakuan tidak adil yang dia dapatkan saat di penjara pun setelah keluar dari penjara dll. Namun Bahar tidak menaruh dendam dan rasa sakit hati kepada orang-orang yang memperlakukannya dengan sedemikian rupa. Sebab Bahar menganggap dia memang pantas diperlakukan demikian dan sebagai upayanya dalam menebus dosa.

Namun ada satu peristiwa yang membuat Bahar meragukan keyakinannya pada Tuhan, ketika sang pujaan hatinya meninggal dunia. Pada saat itu setelah melewati berbagai hal, Bahar menikah dengan seorang gadis keturunan Tionghoa bernama Delima. Namun tidak lama menikah mereka terpisah selama-lamanya, setelah peristiwa anarkis pada masa (kejadian 1998). Bahar sangat terpukul dan larut begitu lama. Dia mencoba bunuh diri, tapi selalu gagal.

Sampai suatu ketika, Bahar menyadari bila selama ini yang dia ingat hanyalah masalah atau kejadian menyedihkan. Dia melupakan hal-hal bahagia dengan sang istri. Hingga membuatnya berlarut-larut dengan rasa sakit dan mempertanyaan keadilan dari Tuhannya. Setelah menyadarinya, Bahar kembali menata hidupnya terlebih menjaga janji yang pernah Buya pesankan kepadanya.

Btw, Teteman masih penasaran enggak dengan pertanyaan Buya mengenai apa alasan Bahar dalam mimpi Buya bisa mengendari kendaraan mewah tersebut?

Ternyata, sebelum Buya mengizinkan Bahar meninggalkan pesantren beliau memberi pesan (pusaka) atau nasehat kepada Bahar. Bisa dikatakan pesan ini merupakan tanda izin Buya jika Bahar keluar nanti. Nah, pesan itu isinya sebagai berikut.

Pertama, selalu hormati dan bantu tetanggamu.

Kedua, selalu melindungi yang lemah dan teraniaya.

Ketiga, senantiasa jujur dan tidak pernah mencuri.

Keempat, bersabarlah atas apapun ujianmu.

Kelima, bersedekah, bersedekah dan bersedekahlah.

Kelima pesan itu selalu dipegang Bahar, hingga sampai menjelang akhir hayatnya Bahar pun sempat bermimpi persis yang dialami oleh Buya. Namun dalam mimpi itu Bahar bertanya kepada (malaikat) apakah kendaraan ini miliknya? Sang malaikat itu menjawab bila kendaraan itu bukan milik Bahar, tapi milik Buya. Akan tetapi Bahar diperbolehkan menaikinya.

Well itulah sekilas mengenai Novel Janji. Saya sarankan untuk Teteman baca sendiri novelnya hehe.. yakin deh, enggak akan kecewa. Ngomong-ngomong novel ini agak mirip dengan Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu yang membahas masalah kehidupan dengan gaya berceritanya pun mirip. Bedanya, novel ini sedikit memuat tema religi, menyinggung sedikit keadaan pesantren dan keyakinannya.

Tips kalau baca Novel Janji, sebisa mungkin disuasana dan tempat yang nyaman yaaa... jangan lupa siapin tisu, hehe. Meski diisi dengan kejenakaan dari tingkah trio: Hasan, Kaharuddin dan Baso, tapi kisah Bahar cukup membuat pilu.

Saya pun enggak bisa menyebutkan pesan yang bisa diambil dari novel ini, terlalu banyak dan memang lima pesan Buya itu pula yang membekas di hati saya (sebagai pembaca). Btw, bagi saya Novel Janji masuk dalam kategori novel terbaik dari Bang Tere, yaaa.. setelah petualangan Bujang dan Sintong juga Kak Laisa juga perjalanan Gurutta.

Eh, ngomong-ngomong Bujang... sebentar lagi akan diliris novel terbaru Bang Tere, “Bedebah Di Ujung Tanduk”. Heemm, siap-siap nabung.