Review Aldebaran Bagian 1 karya Tere Liye Tentang Pulang dan Menemukan

Menuju penghujung cerita dari novel serial petualangan dunia paralel, telah dirilis novel terbaru berjudul “Aldebaran l”. You know-lah, seperti yang pernah di spoiler oleh Bang Tere, bila novel serial petualang dunia paralel akan berakhir di novel Aldebaran. 

Namun yang nggak disangka, layaknya soal ujian bahasa Indonesia di sekolah, ternyata Aldebaran pun masih ada peranakannya. Aduh, jadi nostalgia masa sekolah nih! Hehe.

Akan tetapi terlepas beranak atau enggak, semoga seri petualangan dunia paralel endingnya tidak mengecewakan dan hubungan antar dunia paralel dapat berdamai dengan sejahtera, asyiiik. 

Review Aldebaran Bagian 1 Tentang Pulang dan Menemukan


Identitas Buku

Judul : Aldebaran I 

Pengarang : Tere Liye 

Penerbit : Sabak Grip 

Cetakan : Pertama, 2024

Tebal : 368 halaman


Berlanjut dari akhir cerita sebelumnya dalam Novel ILY, Raib dan Seli ketika kembali ke Bumi pun masih belum berbaikan. Bahkan, Seli sampai sakit parah karena terlalu banyak kehilangan kekuatan dan begitu bersalah kepada Raib.

Raib yang masih belum menerima kejadian itu, bahkan seolah tidak mengenali Seli. Mereka yang kerap bersama di sekolah, malah seperti orang asing. Bahkan Raib memilih untuk pindah tempat duduk. Alhasil, keterasingan keduanya pun berhasil menyita perhatian teman-teman di sekolah, walaupun mereka tidak tahu perkara yang dialami keduanya.

Sampai pada titik, Seli dalam keadaan kritis pun Raib tidak ingin tahu menahu soal hal tersebut. Ali yang mengetahui Seli dalam bahaya memutuskan untuk keluar dari Sagaras dan meninggalkan ibunya. Dia memutuskan untuk tetap tinggal di Bumi dan ingin berpetualang dengan kedua sahabatnya. 

Sehingga sekembalinya Ali ke Bumi, bertujuan tak lain untuk mendamaikan Raib dan Seli. Terlebih sekarang Seli membutuhkan bantuan dan hanya Raib yang bisa menyembuhkan Seli dengan kekuatan penyembuhannya. 

Pada awalnya memang butuh waktu untuk membawa Raib ke rumah Seli, tapi ide cemerlang Ali dengan membawa April, teman mereka di sekolah yang menjadi teman akrab Raib akhir-akhir ini dapat diajak bekerja sama. Akhirnya, Seli selamat dan berbaikan dengan Raib.

Namun kisah Aldebaran I tidak berhenti saat Raib dan Seli berbaikan. Malah kisah Aldebaran I dibuka ketika Raib dan Seli sudah berdamai dengan masa yang telah lalu, yakni tentang jiwa Tazk yang memang menginginkan untuk dimusnahkan oleh Seli dan memang bukan keinginan Seli sendiri untuk menyingkirkan jiwa Tazk dalam raga Raja Hutan Gelap. Sebab yang saya tangkap dari kisah Aldebaran I adalah tentang pulang dan menemukan.

Kisah utama pulang dan menemukan saya cermati dari Si Putih - Kucing yang selama ini bersama Raib ternyata berasal dari dunia paralel bernama Suaka. Suaka merupakan benteng terakhir hewan-hewan hidup damai. Petualangan N-ou dan Si Putih berhasil menemukan tempat lahir Si Putih yang ternyata dia bernama Shiroi yang diduga hilang waktu kecil.

Namun sayangnya, kedatangannya ke Suaka tidak disambut dengan baik. Hal tersebut dikarenakan Si Putih sudah melakukan bonding dengan N-ou, sedangkan Suaka sendiri begitu membenci manusia karena masa lalu leluhur para hewan yang dihabisi oleh manusia. Alhasil, Si Putih tetap memilih ikut dengan N-ou walaupun dia sudah bertemu dengan ibunya.

Kemudian kisah pulang dan menemukan akan dilanjutkan pada Aldebaran 2 yakni mencari portal jalan pulang untuk Ceros dan Cwaz yang dibantu oleh seluruh pemegang kekuatan.

Di akhir cerita Aldebaran I, Bibi Gill mencoba mengumpulkan seluruh pemegang kekuatan untuk membuka portal ke Klan Aldebaran. Namun berhasilkah mereka membuka portal tersebut, dan apakah akan ada kejutan-kejutan lainnya dalam petualangan kali ini? Heeem, kita tunggu saja di novel berikutnya Aldebaran 2.

Menyemai Kehidupan Menuju Ketahanan Pangan yang Sejahtera

Selain membaca, berkebun merupakan me time yang mengasyikkan. Sudah sejak dulu, saya sangat tertarik dengan kegiatan tanam-menanam terkhusus tanaman pangan. Rasanya bahagia sekali bila apa yang sudah ditanam memberikan tambahan bahan pokok di dapur walaupun itu hanya segenggam buah cabai. Eh! jangankan segenggam, sebiji atau sepohon tumbuhan yang dapat berbuah pun dapat mengobati penatnya duniawi. Bahkan, sudah serasa menjadi salah satu pegiat ketahanan pangan walaupun datangnya musiman, hahaha. 

Iya, musiman. Sebab maklumlah, saya masih beradaptasi dengan situasi sebagai new mom dari seorang toddler. Bukannya takut tanaman akan dicabut, saya lebih khawatir bila membawa toddler ke pekarangan rumah malah akan melukainya. Sebab you know-lah, pekarangan rumah bekas kandang ayam masih perlu dibersihkan dari berbagai paku pun benda tajam lainnya. Belum lagi, nyamuk yang sigap memangsa. Harap maklum bila tinggal di desa, lingkungan sekitar rumah masih penuh dengan pepohonan.

Berbeda dengan dulu saat masih gadis atau si toddler belum brojol alias melahirkan, jika sedang ingin menanam bisa langsung sikat. Kalau sekarang, perlu menunggu si toddler tidur atau sedang main dengan ayahnya baru si emak beraksi di pekarangan tempat istimewanya, hahaha.

Sama halnya karena obrolan ngalor-ngidul ini dibuat, saya menemukan sekumpul kehidupan baru yang sedang membutuhkan perhatian di pekarangan rumah, yakni bibit terong yang berhasil tumbuh subur dan menghidupkan kembali jiwa berkebun saya, hehe. 

Sebenarnya, bibit terong itu tidak tumbuh begitu saja. Sebab pada dasarnya saya sudah memiliki tiga pohon terong yang tumbuh begitu memuaskan. Yaaa bagaimana enggak puas coba? Kalau ketiga pohon itu bisa tumbuh subur dan berbuah lebat tanpa saya rawat sedikitpun. Bahkan bisa tahan terhadap hama yang pernah menyerang loh! Asli deh, ketiga pohon terong itu tumbuh organik tanpa tersentuh pupuk atau obat kimia. Namun bisa membuat saya kewalahan untuk memanennya, karena bisa seminggu sekali panen dengan buah yang besar dan panjang. 

Ketika melihat perkembangan pohon terong yang dapat tumbuh subur tersebut, akhirnya saya berinisiatif untuk melakukan pembibitan ulang dengan memanfaatkan buah terong yang sudah ada yakni dengan sengaja membuat salah satu buah terong menjadi tua (kulit menjadi kuning).

Ada dua buah terong yang sengaja saya biarkan untuk dijadikan bibit. Namun saya kalah cepat, karena bibit terong itu berhasil dikoyak-koyak ayam yang sedang kelaparan, hiks. Jadi saya perlu mengulanginya lagi, huuu.

Dalam proses kedua ini, saya dikejutkan dengan sebuah berkah yang tidak terduga. Ternyata, buah terong yang pernah dikoyak-koyak ayam berhasil tumbuh tanpa saya sadari. Bahkan, sudah berdaun empat yang artinya sudah cukup untuk dipindah tanam.

Bibit Terong
Bibit Terong 

Saya yang tidak ingin menyia-nyiakan peluang ini, akhirnya memutuskan untuk mencicil membersihkan pekarangan yang sudah penuh ditumbuhi rumput liar. Sebab sayangkan, kalau bibitnya dibiarkan begitu saja? Hihihi.

Padahal, waktu pembibitan pohon terong pertama saya cukup pesimis. Karena cuaca panas yang ekstrim membuat beberapa bibit yang saya tanam seperti cabai, kacang panjang, tomat, seledri jadi gagal tumbuh. Walaupun begitu saya masih bersyukur, sebab ada sawi, pakcoy dan terong yang berhasil menghiasi pekarangan rumah saya waktu itu. Semoga pun hingga kini dan seterusnya, aaammmiiinnnnn.