[Prosa]: Kau Misteri (diterbitkan dalam Antalogi Prosa Cinta dalam Diam oleh Penerbit RumahKayu Indonesia



Sudah kusadari semua, bahwasannya tak lebih dari setangkai benalu. Aku paham, bagaimana menjalani hari bersama sunyi, berkengkerama dengan sepi. Itu tak ubahnya sebagai waktu yang terus berjalan dalam kehidupan. Namun aku tidak bermaksud menciptakan hal yang sama dalam hari-harimu. Tidak akan pernah bisa aku melakukannya, meski itu sudah terjadi.

Kau lebih paham segalanya bukan? Hal tersirat selama ini, mungkin hanya bisa dikatakan oleh kebisuan. Dan mungkin aku terlalu pandir dalam membahasakannya, bersikap tak acuh  padahal acuh seperti dirimu. Jika aku ibaratkan, kau adalah siluet yang penuh misteri.

Kau tidak pernah mengeluhkan apa-apa. Tidak dengan yang kulakukan. Kau orang yang selalu meng-iya-kan apa yang kuminta. Tak tahukah kau, itu membuatku seperti delap? Ya, meski itu salah satu caramu bagaimana memperlakukan Si Bungsu dalam khayalannya. Namun kau, tetap saja menjadi kau siluet yang penuh misteri itu.

Sampai pada akhirnya, aku tidak tahu harus menggambarkannya bagaimana. Aku ikut terhanyut dengan caramu memperlakukanku. Diam. Bahasa sukma yang mulai merajut dalam benak. Aku malu. Bahkan terlalu malu. Sudah sedewasa ini belum pernah mengatakan kalau aku sangat menyayangimu, ayah.

Lumajang, 12 November 2017

[Puisi]: Ramadan Kembali Bercerita (diterbitkan dalam Antalogi Puisi "Hujan dan Sepotong Rindu"



Ruas-ruas anugerah bertaburan
Alangkah jelita dia menembang
Memecah sunyi sepanjang waktu
Aroma khas menjelang senja
Dalam gerak-gerik api dan tungku
Api dan jerih
Nan wanita  dengan nyanyiannya

Kala azan mengguncang dunia
Ego terpecah
Masjid berkumandang
Baki-baki menyusut isinya
Antero syukur begitu merdu, bagai
Lentera berbintang kesucian
Indah berkilau bak berlian

Berceritalah ramadan diperjalanan
Erat mengikat persaudaraan
Rebah dalam ketenangan
Cucur kasih sepanjang langkah
Eja setiap kisah
Ragam jiwa dan raga semesta
Insan pun tak luput ditaklukkan
Tetapi dia bercerita hanya satu kisah
Atas nama kebahagiaan




[Puisi]: Lepet (diterbitkan dalam Antalogi Puisi Hujan dan Sepotong Rindu)


Kau dibungkus keharmonisan
Dililit bambu kekuatan
Kerekatan butir ketan itu
Memberi ruang keakraban
Kaulah pengajar
Penjejak tingkah polah insan
Dalam tabir kehidupan


--Jember, 5 Oktober 2017

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE

2.1 Unsur Intrinsik dalam Fiksi

Unsur instrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. unsur yang dimaksud misanya, tokoh, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat.


 2.1.1 Tokoh

Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro, (2002:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Abrams dalam Nurgiyantoro (2002:165), tokoh cerita (characters) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Boulton dalam Aminuddin (2011:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, dan lain sebagainya.


2.1.2  Latar

Latar atau setting yag disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. (Abrams, dalam Nurgiyantoro; 2002:216). Stanton dalam Nurgiyantoro (2002: 126) mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasikan oleh pembaca secara faktual jika membaca ceita fiksi. Atau ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita.


2.1.3  Alur

Stanton dalam Nurgiyantoro (2002:113), mengemukakan bahwa plot atau alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny dalam Nurgiyantoro (2002:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.


2.1.4 Sudut Pandang

Abrams dalam Nurgiyantoro, (2002:248) mengemukakan bahwa sudut pandang, point of view merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.


2.1.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau style adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2002:276). Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pemilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain. Leech & Short dalam Nurgiyantoro (2002:276), stile adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung kontroversial, menyaran pada penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu dan sebagainya.


2.1.6 Tema

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto, dalam Nurgiyantoro, 2002:68). Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (2002:67), tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.


2.1.7 Amanat

Amanat merupakan pesan dari pengarang ke pada pembacanya yang terkandung di dalam cerita novel. Dalam menyampaikan maksud pesannya, sang penulis biasanya mengungkapkannya secara tersirat ataupun tersurat.


2.2 Unsur Ekstrinsik dalam Fiksi

Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Wellek & Warren dalam Nurgiyantoro, 2002:24). Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan di lingkungan pengarang.


2.2.1 Biografi pengarang

Unsur biografi merupakan unsur tentang latar belakang penulis, diantaranya seperti tempat tinggal penulis, keluarganya, latar belakang pendidikannya, lingkungannya, dan lain sebagainya.


2.2.2 Psikologi pengarang

Unsur psikologi pengarang mencakup proses kreatifitas pengarang.


2.2.3 Keadaan lingkungan pengarang

Unsur keadaan lingkungan pengarang erat hubungannya dengan kondisi masyarakat ketika puisi dibuat.

 

2.3 Analisis unsur intrinsik Novel Rindu karya Tere Liye

2.3.1 Tokoh dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Tokoh-tokoh dalam Novel Rindu karya Tere Liye meliputi Gurutta, Ambo Uleng, Daeng Andipati, Anna, Elsa, Istri Daeng Andipati, Meneer Houten, Chef Lars, Sergeant Lucas, Kaptain Phillips, Dale, Mbah Kakung Slamet, Mbah Putri Slamet, Ruben, Bapak Soerjaningrat, Bapak Mangoenkoesoemo, Bonda Upe, Suami Bonda Upe.

2.3.2 Latar dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Latar tempat pada Novel Rindu karya Tere Liye ini berada di Pelabuhan Makssar, pelabuhan, stasiun, dan Pasar Surabaya, Pelabuhan Semarang, Pelabuhan Batavia, Pelabuhan Lampung, Pelabuhan Bengkulu, Pelabuhan Banda Aceh, Pelabuhan Kolombo, Pelabuhan Jeddah, di kabin Kapal Blitar Holland, di geladak kapal, masjid kapal, dapur kapal.

Latar waktu pada Novel Rindu karya Tere liye terjadi pada tahun 1938 selama selama sembilan bulan. Perjalanan dimulai 30 hari melalui laut dari pelabuhan Makassar hingga pelabuhan Jeddah, 7 bulan dari pelabuhan Jeddah-Makkah-pelabuhan Jeddah, 30 hari dari pelabuhan Jeddah sampai pelabuhan Makassar. Lalu latar sosial dalam Novel Rindu karya Tere Liye dominan pada novel ini adalah keharmonisan, kekayaan, kerukunan.

2.3.3 Alur dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Pada novelnya yang berjudul Rindu ini, Tere Liye menggunakan alur campuran. Ada beberapa bagian mengisahkan tokoh dalam novel yang menceritkan masa lalu. Salah satunya cerita mengenai Ambo Uleng, yang memutuskan ikut berlayar dikarenakan Ambo kehilangan kekasih hatinya karena akan dijodohkan oleh orant tuanya, namun pada akhirnya ternyata orang yang akan dijodohkan tersebut adalah Ambo Uleng sendiri.

2.3.4 Sudut pandang dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Sudut pandang yang digunakan dalam Novel Rindu karya Tere Liye adalah sudut pandang persona ketiga “dia”.

Salah satu kutipan dalam novel yakni pada halaman 527:

“Bagaimana dengan anak-anak?” itu pertanyaan pertama Gurutta saat pertemuan darurat digelar di ruang mesin.

“Mereka baik-baik saja. Mereka pernah mengikuti demo keadaan darurat Gurutta. Setidaknya mereka tahu harus melakukan apa dalam situasi ini.” Ambo Uleng menjawab cepat.

 2.3.5 Gaya bahasa dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Adapun salah satu gaya bahasa dalam Novel Rindu karya Tere Liye yakni:

a.     Menggunakan gaya bahasa pleonisme pada halaman 27.

Kapten Philips mendongak dari kertas, menatap pemuda di depannya, “Boleh aku  memanggilmu Ambo? Dan apakah caraku menyebut namamu sudah benar?”

 

b.    Menggunakan gaya bahasa pars pro toto pada halaman 44.

Kepala-kepala itu hilang dari perukaan laut, meluncur mengejar uang logam, untuk beberapa detik kemudian kembali muncul, menunjukkan koin yang berhasil mereka tangkap.

 

c.    Menggunakana gaya bahasa hiperbola pada halaman 68

Kapal terus melaju membelah ombak.

2.3.6 Tema dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Pada Novel Rindu ini mempunyai tema sebuah perjalan mengenai rindu yang panjang. Dapat diartikan juga yakni sebuah perjalanan kehidupan. Dikatakan demikian, karena pada salah satu tokoh yakni Bunda Upe yang rindu berada di depan ka’bah. Kutipannya terdapat pada halaman 542.

“Bunda Upe terisak menatapnya. Lihatlah, semua kerinduan ini telah genap. Juga ribuan jamaah lainnya, terharu menatap selubung Ka’bah. Sungguh beruntung mereka telah melengkapi kerinduan itu.”

2.3.7 Amanat dalam Novel Rindu karya Tere Liye

Amanat yang dapat diambil dari Novel Rindu Tere Liye adalah:

1)   Lari dari kenyataan hanya akan menyulitkan diri sendiri.

2)  Kita tak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia. Tetapi teruslah berbuat baik, semoga ada satu perbuatan baik yang kita lakukan yang mampu mengampuni dosa-dosa kita sebelumnya.

3) Memaafkan bukanlah berarti persoalan ia salah dan kita benar. Namun memaafkan ialah memutuskan berdamai dengan keadaan yang sudah terjadi.

2.4 Analisis unsur ekstrinsik Novel Rindu karya Tere Liye

2.4.1 Biografi pengarang

Tere Liye lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia lahir pada tanggal 21 Mei 1979. Tere Liye menikah dengan Ny. Riski Amelia dan di karunia seorang putra bernama Abdullah Pasai. Tere Liye meyelesaikan masa pendidikan dasar sampai SMP di SDN 2 dan SMN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian melanjutkan ke SMUN 9 bandar lampung. Setelah selesai di Bandar lampung, ia meneruskan ke Universitas Indonesia dengan mengambil fakultas Ekonomi.

2.4.2 Psikologi pengarang

Meskipun Tere Liye bisa di anggap salah satu penulis yang telah banyak mengeluarkan karya-karya best seller. Namun ketika mencari biografi dalam novel akan sulit ditemukan. Berbeda dari penulis-penulis yang lain, Tere Liye memang sepertinya tidak ingin di publikasikan ke umum terkait kehidupan pribadinya. Mungkin itu cara yang ia pilih, untuk berusaha memberikan karya terbaik dengan tulus dan sederhana.

2.4.3 Keadaan lingkungan pengarang

Seperti di sebutkan di atas, Tere Liye tumbuh di Sumatera Pedalaman. Ia berasal dari keluarga sederhana yang orang tuanya berprofesi sebagai petani biasa. Ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara yang tumbuh dalam keluarga sederhana. Kehidupan masa kecil yang dilalui dengan penuh kesederhanaan membuatnya menjadi orang yang tetap sederhana pula hingga saat ini



Memparafrasa puisi "Kepada Saudaraku M Natsir" karya Buya Hamka

Meskipun (engkau)bersilang keris di leher
(Dan) berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau (harus) sebut juga (dengan) (ke)benar(an)

Cita (-cita) Muhammad biarlah lahir
Bongkar(kan) apinya sampai (kita) bertemu (dan)
Hidangkan(lah) di atas persada nusa (kejayaan)

Jibril berdiri (di) sebelah kananmu
(Dan) Mikail berdiri (di) sebelah kiri
Lindungan Ilahi (akan) memberimu tenaga (dalam membela kebenaran)

Suka dan duka (akan terus) kita hadapi
Suaramu wahai (saudaraku) Natsir, (dan) suara kaum-mu
Kemana lagi (kita akan berjuang), Natsir kemana kita (akan berjuang) lagi

(Kita) ini berjuta kawan sepaham (dalam perjuangan)
Hidup dan mati (kita akan melaluinya) bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi (untuk memperjuangkan keadilan)
Dan (nama) aku pun (kau) masukkan
Dalam (sebuah catatan) daftarmu .......!