Tiga Pion Karakter yang Membuat Squid Game Berkesan

Emang siapa sih yang enggak tahu Squid Game? Bahkan keponakan saya yang usianya baru genap dua tahun, tahu loh! Yaaa mau bagaimana, ikut kakak-kakaknya. Saat ada yang ngomong “Mugunghwa kkoci pieot seumnida” si keponakan itu langsung diam-mematung. Persis seperti di drama. Kalau diingat, sungguh lucu.

Btw saya awalnya memang agak ragu ingin nonton drama serial ini. Sebab termakan rumor yang mengatakan ada adegan yang cukup kejam dan sadis. Namun bagaimana yaa namanya manusia yang suka sekali ingin tahu meski agak takut, tapi tancap gas saja, hahaha.

Secara singkat drama ini bercerita tentang sekelompok orang yang mempertaruhkan dirinya untuk mendapatkan hadiah, berupa uang sekitar 45.6 Miliar Won atau 38,7 juta dolar Amerika.

Tiga Pion Karakter yang Membuat Squid Game Berkesan


Nah hadiah tersebut akan didapat ketika berhasil memenangkan tahap demi tahap dalam permainan. Btw, permainannya bukan yang amat menguras pikiran, sebenarnya sederhana sih yakni sebatas permainan anak-anak. Akan tetapi yang membuat permainan ini menjadi ngeri bila ada pemain yang kalah dalam permainan akan langsung membayar dengan nyawanya.

Dalam hal ini, nyawa seperti barang yang enggak ada harganya. Padahal ‘kan sekali nyawa hilang, lenyaplah segala hidup. Memang sih semua dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang carut marut, apalagi dalam drama Squid Game sebagian besar tokoh yang ikut dalam permainan ini merupakan orang-orang yang sangat kepepet memiliki uang instan. Kalau dipikir-pikir, memangnya siapa sih yang enggak suka dengan uang?

Meskipun demikian, drama ini berhasil membuka sudut pandang saya tentang uang dari berbagai karakter pemainnya. Dari banyaknya karakter dalam Drama Squid Game, ada tiga karakter yang membuat berkesan. Kira-kira siapakah ketiga karakter tersebut?

Abdul  Ali

Pertama Abdul Ali yang dideskripsikan sebagai seseorang yang tulus. Peran yang dimainkan oleh Tripathi Anupan menurut saya berhasil menarik empati penonton. Sebab karakter yang dibawakan sangat polos dan begitu lemah lembut.

Ali juga digambarkan sebagai seseorang yang mudah menolong tanpa pandang bulu, beradap baik dan tidak ingin merepotkan orang lain meski dirinya pun mengalami kesulitan. Dia seorang yang penuh tanggung jawab, terutama kepada keluarganya.

Sebagai seorang imigran, Ali berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dia berharap dengan merantau bisa mensejahterahkan istri dan anaknya yang masih bayi. Namun sayang, diskriminasi terhadap orang asing masih terjadi dan membuat Ali tidak mendapatkan haknya dengan sesuai.

Perlakuan tersebut membuat Ali semakin terdesak. Kebutuhan yang semakin tak menentu membuat dia mengikuti permainan yang diiming-imingi uang tersebut.

Selain itu, saya mengamati karakter Abdul Ali sebagai orang yang selalu berpikir positif. Memang berpikir positif salah satu hal baik dan perlu dimiliki dalam kehidupan, tapi tak jarang orang yang demikian ini sering kali dimanfaatkan oleh orang lain. Dalam drama ini sebagai contoh ketika Ali bersedia mempercayakan kelerengnya kepada Sae Wo, tapi dia dikhiati sehingga Ali kalah di permainan kelereng dan hidupnya harus berakhir di tahap tersebut. Dalam drama Ali memang sudah meninggal, tapi kesan Ali masih hidup hingga Drama Squid Game selesai. right?

Kang Sae Byeok 

Kang Sae Byeok merupakan imigran pembelot asal negara tetangga–Korea Utara. Ayahnya tidak selamat dalam pelarian dan sang ibu masih menjadi tawanan sehingga dia hanya bertahan dengan adiknya yang dititipkan di panti asuhan.

Hidup tanpa orang tuanya tidak membuat Sae Byeok berdiam diri. Dia mencari peruntungan, tapi jalan tidak semudah itu. Dia akhirnya memutuskan menjadi seorang pencopet untuk bertahan hidup.

Peran Sae Byeok cukup penting dalam drama ini. Sebab menurut saya, posisi puncak konflik emosional sangat kuat pada peran Sae Byeok. Terlebih nih, Sae Byeok menjadi satu-satunya perempuan yang berhasil bertahan diurutan ketiga dari seluruh peserta. Keren ‘kan?

Mandiri dan Penyayang begitulah saya menggambarkan karakter perannya. Dia bertahan sampai titik darah penghabisan, tidak lain untuk kesejahteraan hidup bersama adiknya.

Kakek Oh Il Nam

Berbanding terbalik dari kisah Ali dan Sae Byeok yang mencoba bertahan hidup dan mencari kebahagiaan dari uang. Kisah Kakek Oh Il Nam mengajarkan saya bila uang tidak bisa menjadi tolak ukur seseorang bisa bahagia.

Loh kok begitu?

Bagi Teteman yang sudah nonton pasti pahamlah, drama yang dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi ini mempunyai plot yang begitu mengagumkan. Saya sempat mengamati sih, kedudukan Kakek Oh Il Nam dalam drama yang menurut saya enggak akan menjadi sebatas tokoh peserta nomor urut pertama yang sakit-sakitan. Kedudukan Kakek cukup mendominasi dan sedikit aneh pada bagian drama ketika bisa mendamaikan peserta yang saling tuduh dan menyelematkan diri sendiri.

Btw saya lupa dibagian permainan yang tahap ke berapa, tapi yang jelas saat itu si Kakek seperti sudah paham situasi dan begitu akrab dengan ruangan yang ditempati.

Lantas tahu sendirilah endingnya bagaimana?

Kakek Oh Il Nam merupakan dalang dari segala permainan tersebut. Usut punya usut, dia merasa kurang bahagia meskipun telah mempunyai banyak harta. Diusianya yang senja, Oh Il Nam malah merasa kesepian dan ingin kembali ke masa lalu sehingga terciptalah sebuah permainan ini.

Well memang begitulah manusia, sering lupa dengan kata cukup dan selalu haus segala hal. Kata puas seperti barang langka yang telah sukar ditemukan, right? Apalagi kini teknologi semakin canggih dan terdepan, apa-apa sudah mulai bisa didapat secara cepat, instan dan praktis.

Enggak heran juga sih bila mampu mengubah cara berpikir dan membuat daya tahan terhadap rasa ingin memiliki pun kepuasan tiap orang menjadi berbeda-beda. Kemudian bisa jadi berdampak seperti kisah para tokoh di drama ini. sehingga uang seolah-olah menjadi raja segalanya.

Akan tetapi saya enggak akan menampik bila kedudukan uang itu penting. Dalam hidup semua memang berhubungan dan membutuhkan uang. Namun bahagia bukan bersumber dari uang. Bagi saya bahagia itu berasal dari rasa cukup dan tahu cara menikmati hidup.

Lalu apa sumber bahagia Teteman?

Review Novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad

Ngomongin tentang Ario Muhammad, beliau saya kenal dari bukunya yang berjudul PhD Parents Stories. Teteman pasti tahu dong, buku tersebut cukup populer loh! 

Buku Phd Parents Stories ini bercerita tentang perjalan hidup Pak Ario juga kisah parenting yang cukup membuat kagum. Nah, dari buku itulah saya menjelajah karya-karya beliau dan bertemu novel Brizzle.

Btw, saya pun pernah mengulas novel lainnya berjudul Islammu adalah Maharku yang cukup asyik jadi teman merenung, *eh!

Identitas Novel

Judul Novel      : Brizzle Cinta Sang Hafizah

Pengarang       : Ario Muhammad

Penerbit          : Nea Publishing

Cetakan           : Pertama, 2019

Tebal               : ± x + 372 hlm.

 

Review Novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah karya Ario Muhammad

Brizzle: Cinta Sang Hafizah bercerita tentang perjalanan seorang hafizah dalam menggapai mimpi dan perjumpaan kisah asmaranya di Bristol. Dia bernama Dara Ayunindya, seorang yatim piatu yang sedari kecil tidak tahu asal usul kedua orang tuanya. Sebagai anak yang tinggal di panti asuhan dan paling dewasa, dia sangat rajin belajar. Dara berharap suatu saat nanti mendapat pekerjaan yang layak sehingga bisa membantu membiayai kebutuhan panti.

Usahanya pun membuahkan hasil, dia diterima beasiswa ke Brizzle dan bekerja part time untuk mencukupi kebutuhan sendiri pun saudara di Indonesia. Sebab panti mengalami sedikit masalah keuangan, itulah alasan dia gila bekerja.

Kisah Dara menjadi semakin menarik ketika dia menginjakkan kakinya di tanah Eropa tersebut, dari diganggu oleh orang asing, bertemu pemuda melayu, hingga Dara diperebutkan oleh dua laki-laki yang menawarkan diri untuk menjadi pendamping hidupnya. Tentu saja bukan kepalang, Dara bingung dan bimbang. Toh, perjalanannya ke Bristol bukan ajang mencari jodoh. Akan tetapi kalau menyelam sambil minum air bolehlah ya? Hihihi.

Kedua laki-laki itu bernama Tunku Amri Abd Aziz dan Raffaele de Luca. Amri merupakan seorang pemuda yang satu tahun lebih muda dari Dara. Dia seorang pengusaha, kaya raya, seorang Pangeran Johor Bahru Malaysia. Memang seagama, tapi perilaku Amri yang berjarak dari Tuhannya membuat Dara ragu.

Kemudian ada de Luca, dia dosen pembimbing dara seorang keturunan Italia. Tentu saja pemikirannya lebih dewasa dan menawan. Berperilaku baik, tapi tidak seiman. Apakah Dara menjadi ragu? Awalnya sih iya, tapi kesungguhkan dosen tersebut untuk memeluk dan mendalami Islam membuat Dara tertawan. Saat itu Dara menerima lamaran de Luca setelah menjadi mualaf dan Amri mencoba menerimanya dengan lapang dada.

Sayang, kisah Dara dan de Luca tidak berjalan dengan baik. Why? Bukankah secara tidak sengaja mereka bisa dikatakan sebagai pasangan yang sempurna? Sama-sama rupawan, otaknya cemerlang, adab baik dan seiman?

Ada satu alasan yang membuat mereka patah arang, tapi tidak menghanguskan kasih sayang keduanya adalah de Luca dan Dara merupakan adik kakak (dari ayah yang berbeda). Fyi, saya sudah sempat menduga sih, sebab ada bagian yang menjelaskan bila pandangan de Luca ketika melihat Dara mirip seperti ibunya, terlebih Dara enggak tahu asal usul kedua orang tuanya.

You know-lah, kejadian ini membuat Amri enggak mau menyia-nyiakan kesempatan. Meskipun adakalanya dia berjarak dengan Tuhannya, sejujurnya sih Amri seorang yang taat beribadah. 

Hingga suatu ketika ada satu peristiwa yang membuatnya mempertanyakan keadilan Tuhannya (tentang satu peristiwa kecelakaan yang merenggut ibu dan kekasihnya). Lantas pertemuannya dengan Dara cukup membuat Amri kembali lebih dekat kepada Sang Pembolak-balik Hati.

Kesempatan itu ternyata enggak mudah, sebab malah membuat Dara lebih selektif menilai Amri. Namun lambat laun Dara bisa merasakan ketulusan Amri, lantas kisah keduanya berakhir bahagia di pelaminan.

Well, begitulah secara garis besar dari Novel Brizzle: Cinta Sang Hafizah. Awalnya saya cukup ragu ingin mengunggah ulasan mengenai novel ini. Sebab ada beberapa bagian yang menurut hemat saya menjadi monoton. Entah karena saya telah membaca buku beliau yang lain atau hanya ketidakselarasan selera mengenai novel ini.

Pertama mengenai ide cerita yang mirip dari novel sebelumnya yang saya baca yakni Islammu adalah Maharku. Sang tokoh utama mendapat beasiswa ke luar negeri lalu terjadi cinlok antara mahasiswa dan dosennya. Mereka terhalang keyakinan, lalu sang dosen memilih berpindah keyakinan ketika “tanpa sengaja” mencari tahu kebiasaan mahasiswanya.

Kedua latar tempat utama yang sama, yakni suasana kampus dan eropa seperti novel sebelumnya. Kendati berbeda daerah, tapi masih membahas wilayah eropa.

Ketiga sang tokoh utama selalu perempuan muslim dari Indonesia. Saya jadi bertanya-tanya, apa sih alasan penulis menjadikan tokoh utama perempuan muncul di kedua karyanya?

Dari ketiga poin di atas, saya jadi ragu bila ingin membaca novel karya beliau yang lain. Bukan karena tidak ingin mengapresiasi karyanya, tapi kalau ceritanya begitu-begitu saja–buat apa? *eh saya mulai sok nih! Ini penilaian saya sih, terhadap buku ketiga beliau yang sudah saya baca. 

Padahal masih banyak buku beliau yang masih antre untuk dibaca. Emang ya, netizen seperti saya paling pintar kalau diminta cari kekurangan orang lain, haha.

Salah satu alasan mengapa saya tertarik untuk mengulas adalah karena karakter si tokoh wanita yang menurut hemat saya cukup kuat. Sebagai perempuan muslim, penulis berhasil menciptakan tokoh beserta karakternya dengan begitu baik. Dari latar belakang Dara juga plot twist hubungan Dara dengan de Luca cukup menarik. Kendati saya telah menebaknya, tapi salut sih!

Akan tetapi kalau diminta untuk memilih antara Brizzle: Cinta Sang Hafizah dengan Islammu adalah Maharku, saya akan merekomendasikan Teteman untuk membaca Islammu adalah Maharku. Why? 

Ada kemungkinan hanya perasaan saya saja, tapi bagi saya novel tersebut lebih tergarap dengan matang, dari segi latar dan alur (plottwist) juga tokoh yang mengagumkan, apalagi Prof. Chen! *eh, maaf gagal fokus hehe.

Dedikasi Sang Pendidik (Review Novel Guru Aini karya Andrea Hirata)

Kalau Teteman mendengar nama Andrea Hirata pasti akan langsung tertuju pada karya fenomenalnya berjudul “Laskar Pelangi” right? Nama Andrea Hirata selain didapuk sebagai pengarang yang mengangkat tema tentang pendidikan dan berkaitan dengan anak-anak, juga dikenal sebagai pengarang yang pada karya-karyanya kental mengangkat budaya Belitong. Seperti halnya Novel Guru Aini yang akan saya ulas kali ini.

 

Novel Guru Aini  merupakan prasekuel dari Novel Orang-Orang Biasa. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Bentang dengan tebal xii ± 336 halaman, pada Februari 2020 (itu artinya satu tahun setelah terbit Novel Orang-Orang Biasa). Lantas bagaimana sih kisah dari novel ini?


Dedikasi Sang Pendidik (Review  Novel Guru Aini karya Andrea Hirata)


Bagi Teteman yang telah membaca Orang-Orang Biasa pasti sudah tidak asing dong dengan Aini? Lupa? Itu loh siswi yang paling anti sama Matematika, tapi berkat kegigihannya dia berhasil masuk Fakultas Kedokteran! Ingat?

 

Nah, bila di Novel Orang-Orang Biasa lebih berfokus kepada Aini, lantas bagaimana dengan Novel Guru Aini?

 

Guru Aini menceritakan tentang gurunya Aini yakni Bu Desi. Seorang guru Matematika yang mempunyai cita-cita menjadi guru sejak kecil. Nah, gambaran besarnya sih pada novel ini si pengarang berupaya menceritakan asal mula dan alasan Bu Desi bisa menjadi seorang pendidik di Belantik, serta membantu Aini dalam mempelajari Matematika.

 

Perjalanan beliau untuk menjadi guru yang notabene tidak mudah. Sebab sempat tidak mendapatkan izin dari ibunya, karena harus mengajar di tempat pelosok, asing dan jauh dari keluarga tentu menciptakan satu pertanyaan besar. Padahal beliau termasuk orang yang cerdas dan menjadi siswa berprestasi saat sekolah, kok malah lebih memilih mengajar di tempat yang jauh?

 

Tentu saja alasan tersebut tidak jauh dari sifat Bu Desi yang dikenal sebagai guru idealis. Intinya sih, Bu Desi ingin mengembangkan bakat dan minat siswa terhadap Matematika. Beliau ingin mengubah persepsi siswa mengenai Matematika. Namun you know-lah ekspektasi dan realita tidak selamanya jalan beriringan. Tempat yang jauh dan kondisi siswa yang kurang mendukung, membuat keinginan tersebut hanya sebatas angan saja.

 

Akan tetapi, Bu Desi tidak menyerah. Beliau pernah mendapatkan siswa yang cerdas. Namun sayang, siswa itu memilih untuk berhenti sekolah (siswa itu Debud: teman Dinah Ibunya Aini, geng sepuluh siswa di Orang-Orang Biasa) yang tentu membuat beliau kecewa. Hingga pada akhirnya ada seorang siswi yang awalnya memiliki fobia pada Matematika, malah meminta tolong untuk dibantu hingga mahir.

 

Dari berbagai konflik dan alur yang tersaji dalam Novel Buru Aini. Ada satu hal menarik yang berhasil terngiang-ngiang di kepala saya. Hal menarik tersebut dari kisah Bu Desi, tekad beliau sembari memakai sepatu pemberian dari sang ayah. Sepatu olahraga putih bergaris merah-merah yang membuat  Bu Desi sempat berjanji pada diri sendiri, kalau beliau akan berganti sepatu bila keinginannya terwujud. Dari kisah sebelumnya bisa dibayangkan ‘kan, bagaimana kumal dan lusuhnya sepatu tersebut hingga keinginan Bu Desi terwujud?


Dedikasi Sang Pendidik (Review  Novel Guru Aini karya Andrea Hirata)

 

Seperti karya-karya Andrea Hirata yang pernah saya baca, meski cerita terkesan sedikit berat (mungkin bagi sebagian orang akan berpendapat demikian), tapi pengarang menyelipkan hal-hal jenaka yang cukup mengimbangi latar suasana yang haru. Selain menghibur, kisah dari Bu Desi memunculkan perenungan dalam diri saya, tentang perjuangan dan mempertahankan prinsip yang enggak mudah. Terlebih tentang ikhlas, terhadap apa-apa yang terjadi dalam hidup.

 

Ah! sepertinya enggak perlu panjang lebar lagi deh! Buat Teteman yang penasaran bisa langsung meminang novelnya. Saya yakin, pasti akan ada hal menarik lainnya yang tidak akan Teteman temukan dari sudut pandang saya dalam mengulas novel ini. Ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan nih, novel ini wajib dimiliki Teteman yang suka membaca novel tentang pendidikan! Wajib!





“Dalam kesepian yang getir dan menyesakkan, tersemat sesuatu yang paling didambakan manusia... kemerdekaan!”

-Andrea Hirata (2020:294)



Resensi Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia

 “pergilah ke mana  engkau mau

biar aku yang membasuh lukamu,”

Begitulah kata pembuka yang terdapat dalam cover Novel Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia. Kemudian, di bawah ini resensinya. Semoga bermanfaat.



Identitas buku
Judul Novel    Cinta dalam 99 Nama-Mu
Pengarang       : Asma Nadia
Penerbit          : Republika Penerbit
Cetakan          : I, April 2018
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal               : vi +307 hlm.

Kepengarangan

Asma Nadia dikenal sebagai salah satu penulis best seller paling produktif di Indonesia. Sudah lebih dari 50 buku  yang diterbitkan dalam bentuk novel, kumpulan cerpen, dan nonfiksi. Sejak 2011, sang penulis menjadi kolumnis tetap rubrik Resonansi di harian nasional Republika, setiap hari Sabtu.

Berbagai penghargaan di bidang penulisan diraihnya. Selain itu Komunitas Internasional mengakui kiprah ibunda dari Putri Salsa dan Adam Firdaus ini. Sang penulis tercatat sebagai salah satu dari 500 muslim paling berpengaruh di dunia, 2013 dan 2014.


Sinopsis

Cinta dalam 99 Nama-Mu bercerita tentang dua orang pemuda pemudi yang mempunyai latar belakang dan masalah yang berbeda. Tokoh pertama adalah Arum–gadis muslimah yang baik hati dia suka membantu orang lain, dan seorang pekerja sosial di tempat ayahnya bekerja. Dia menyukai anak-anak dan membuat rumah singgah untuk anak-anak jalanan yang ingin belajar, khususnya agama. Arum adalah seorang anak tunggal dari sebuah keluarga yang berkecukupan. Ayahnya adalah seorang penjaga di tahanan sedangkan ibunya seorang dokter. Tidak ada yang salah memang dalam menghitung berapa jumlah harta yang dimiliki oleh keluarga Arum, namun yang terpenting bagaimana kondisi keluarga itu sehari-hari. Bagaimana ayah dan ibunya yang selalu berbeda tujuan, bagaimana ibunya yang selalu memperiotaskan gengsinya kepada rekan kerja, dan hal lain. Kadang pertengkaran kedua orang tua itu membuat Arum sedih, terlebih lagi mengenai kondisinya yang sejak kecil telah mengidap kanker tulang. Namun penyakit yang dialami tidak menyurutkan Arum untuk berbuat baik, penyakit membuat dia menyadari bahwa manusia pasti memiliki akhir dari perjalanannya di dunia.

Tokoh kedua adalah Alif–anak tunggal dari mantan seorang pejabat  yang memiliki hobi melukis mural. Alif memiliki banyak penggemar wanita meski sejatinya dia adalah bad boy yang bergaul dengan dunia hitam. Akan tetapi tidak satupun wanita yang benar-benar dia cintai.  Alif kehilangan arah, ketika ibunya meninggal. Terlebih masalah semakin pelik ketika ayahnya juga menyusul. Alif difitnah oleh saudaranya yang ingin menguasai harta warisan dan mencebloskan Alif ke penjara.

Di dalam penjara itulah, Alif dan Arum menjadi dekat. Keduanya saling melengkapi kekosongan ruang batin sembari lebih mengenal nama-nama Sang Pemilik Hati. Namun kebahagiaan tetaplah tidak selamanya menetap. Ketika Alif sudah memantapkan hatinya kepada Arum, hati Arum semakin goyah. Bukan karena dia sudah tidak peduli lagi dengan Alif. Bukan karena dia tidak mempunyai perasaan yang sama. Namun waktu terbatas yang dimiliki Arum, akibat penyakit yang dideritanya, membuat dia harus memilih melepaskan atau menggenggam Alif.

Lantas apa yang akan Arum pilih? Melepaskan atau menggenggam tangan Alif?

Seperti yang sudah kekalian ketahui, bahasa yang digunakan oleh Bunda Asma Nadia sederhana dan lugas. Bahkan banyak sekali hal-hal yang dapat dipetik hikmahnya dari setiap karya-karya beliau. Salah satu hal yang bisa diteladi dari novel ini adalah, jangan menyerah Allah selalu bersama kita, bagaimana pun kondisinya. Keep Spirit!

Meneladani Kehidupan Si Pemelihara Pusaka (Review Novel Janji karya Tere Liye)

Sepertinya sudah enggak perlu basa-basi tentang siapa pengarang novel yang akan saya ulas kali ini. You know-lah, saya telah beberapa kali mengulas karya Bang Tere. Buat Teteman yang sering nangkring *eh singgah di blog ini pasti sudah paham, hehe.  Memangnya siapa sih yang enggak tahu Tere Liye?

Awal tahu Bang Tere akan menerbitkan novel teranyarnya berjudul Janji, saya sangat gembira dan heboh sendiri. Apalagi waktu tahu cover buku cetaknya, meski terkesan sederhana malah membuat penasaran dengan adanya pusara. Jadi kira-kira tempat siapa pusara itu? Apakah sang tokoh utama meninggal dengan diakhiri sad ending? Ataukah masih ada prakiraan lainnya?

Entah bagaimana cara Bang Tere meramu karyanya kali ini, tapi saya yakin tidak akan kecewa. Yups, dari novel ini saya banyak belajar tentang kehidupan dan value dengan segala kerumitannya.

Identitas buku

Judul Novel     : Janji

Pengarang       : Tere Liye

Penerbit          : Sabak Grip Nusantara

Cetakan           : I, 2021

Tebal               : ± 488 hlm.

Review Novel Janji karya Tere Liye


Secara singkat Novel Janji bercerita tentang salah seorang santri yang yatim piatu sejak lahir, pun sangat bandel bernama Bahar. Usianya kala itu belasan tahun ketika diantar oleh neneknya ke pesantren. Bahar bukan hanya bebal di pesantren, tapi juga sering memprofokasi dan membuat onar di kampungnya. Sehingga sang nenek yang sudah menyerah dengan tingkah Bahar mengirimnya ke pesantren.

You know-lah tujuan nenek baik, supaya Bahar dapat arahan dari pengasuh (kyai/buya) di sana. Namun karakter Bahar yang memang sudah bebal, dia pun berusaha membuat onar di pesantren. Beberapa kali membuat onar, tapi masih dimaafkan oleh Buya. Hingga suatu ketika Bahar melakukan hal yang benar-benar fatal, dia hampir membakar seluruh pesantren dan menewaskan seorang santri yang memang tidak sempat menyelamatkan diri disebabkan santri tersebut seorang tunadaksa.

Peristiwa duka itu tidak bisa membuat Buya (sebagai pendiri dan pemilik pesantren) mempertahankan Bahar. Dengan berat hati Buya melepaskan Bahar, sebab Buya pernah berjanji tidak akan mengeluarkan seorang santri dengan situasi maupun kondisi bagaimanapun. Namun perbuatan Bahar berbeda hal, dia sudah melewati batas.

Setelah Bahar diusir dari pesantren, selama tiga hari Buya bermimpi dengan mimpi yang persis sama. Dalam mimpi itu Buya tengah berjalan di tengah gurun (ceritanya di padang masyar) berjalan kaki bersama para manusia lainnya. Ada beberapa yang naik kendaraan dan juga berjalan kaki seperti Buya. Dalam perjalan itu Buya bertanya (kepada malaikat), apakah kendaraan ini untuknya? Namun malaikat itu menjawab bila kendaraan itu bukan milik Buya, lantas beliau berjalan lagi.  Hingga beberapa saat kemudian datang kendaraan yang begitu mewah dan canggih menghampirinya. Buya ingin mengajukan pertanyaan lagi, tapi tiba-tiba kaca kendaraan itu terbuka dan betapa terkejutnya beliau setelah melihat seseorang yang menawarinya naik kendaraan adalah Bahar.

Ketika bangun dari tidur, Buya berusaha mencari Bahar. Dari rumah nenek dan tempat-tempat malam lainnya, tapi Buya tidak menemukan jejak Bahar. Sampai tahun-tahun berikutnya, ternyata Buya masih belum menyerah mencari keberadaan Bahar. Buya masih memiliki satu pertanyaan mengapa Bahar bisa mempunyai kendaraan itu? Bukankah selama ini sikap Bahar sangat bebal dan berperilaku kurang baik?

Akan tetapi hingga bertahun-tahun pertanyaan Buya tidak menemukan jawaban. Pesantren itu diturunkan kepada anaknya. Para santri juga menyebutnya sebagai Buya . Kini Buya menyuruh ketiga santrinya untuk mencari Bahar. Ketiga santri itu sama bebalnya dengan Bahar dulu, selalu buat onar pesantren. Namun kali ini, Buya tidak akan mengeluarkan ketiganya dari pesantren. Sebab telah berjanji kepada Buya (ayahnya pendiri dan pemimpin terdahulu) dan memberi mereka tugas, bila menemukan keberadaan Bahar mereka diperbolehkan memilih untuk tetap di pesantren atau lulus dengan hak istimewa (sebab tugas mereka tidak mudah untuk mencari Bahar yang sudah berpuluh tahun hilang tidak ada kabarnya).

Ketiga santri itu bernama Hasan, Baso dan kaharuddin. Mereka mempunyai kepribadian berbeda, tapi hobi yang sama. Ya apalagi kalau bukan pembuat onar? Ketiganya pun datang ke pesantren dengan latar belakang juga konflik yang berbeda. Hasan misalnya, di sekolahkan ke pesantren supaya tidak mengikuti jejak ayahnya yang korup pada negara, ibunya pun depresi. Orang tua Kaharuddin terlalu sibuk bekerja sehingga tidak bisa mengurus anak-anak. Begitu pun dengan Baso.

Setelah mendapat tugas itu ketiganya merasa antusias, karena bisa jalan-jalan di luar pesantren. Kendati mereka bebal, tapi sangat bertanggung jawab mengerjakan tugas tersebut. Adakalanya pencarian Bahar tidak mudah, penuh teki-teki. Namun pada akhirnya mereka dapat menemukan keberadaannya meski bukan bertatapan langsung. Melainkan akhir perjalanan mereka berkunjung ke pusara Bahar.

Fyi, salah satu kunci dari Novel Janji ini adalah kisah dari Bahar, terutama lika-liku yang dialaminya setelah keluar dari pesantren. Btw, Bahar cukup menyesal terhadap perbuatannya yang telah membuat salah seorang kawannya tewas juga masa-masa kelamnya.

Sehingga apapun yang dialaminya setelah keluar dari pesantren, bagi Bahar merupakan karma yang memang harus dia alami. Misalkan saja ketika dia mendapat gunjingan atau celaan dari para tetangganya ataupun tatapan jijik dari orang-orang, perlakuan tidak adil yang dia dapatkan saat di penjara pun setelah keluar dari penjara dll. Namun Bahar tidak menaruh dendam dan rasa sakit hati kepada orang-orang yang memperlakukannya dengan sedemikian rupa. Sebab Bahar menganggap dia memang pantas diperlakukan demikian dan sebagai upayanya dalam menebus dosa.

Namun ada satu peristiwa yang membuat Bahar meragukan keyakinannya pada Tuhan, ketika sang pujaan hatinya meninggal dunia. Pada saat itu setelah melewati berbagai hal, Bahar menikah dengan seorang gadis keturunan Tionghoa bernama Delima. Namun tidak lama menikah mereka terpisah selama-lamanya, setelah peristiwa anarkis pada masa (kejadian 1998). Bahar sangat terpukul dan larut begitu lama. Dia mencoba bunuh diri, tapi selalu gagal.

Sampai suatu ketika, Bahar menyadari bila selama ini yang dia ingat hanyalah masalah atau kejadian menyedihkan. Dia melupakan hal-hal bahagia dengan sang istri. Hingga membuatnya berlarut-larut dengan rasa sakit dan mempertanyaan keadilan dari Tuhannya. Setelah menyadarinya, Bahar kembali menata hidupnya terlebih menjaga janji yang pernah Buya pesankan kepadanya.

Btw, Teteman masih penasaran enggak dengan pertanyaan Buya mengenai apa alasan Bahar dalam mimpi Buya bisa mengendari kendaraan mewah tersebut?

Ternyata, sebelum Buya mengizinkan Bahar meninggalkan pesantren beliau memberi pesan (pusaka) atau nasehat kepada Bahar. Bisa dikatakan pesan ini merupakan tanda izin Buya jika Bahar keluar nanti. Nah, pesan itu isinya sebagai berikut.

Pertama, selalu hormati dan bantu tetanggamu.

Kedua, selalu melindungi yang lemah dan teraniaya.

Ketiga, senantiasa jujur dan tidak pernah mencuri.

Keempat, bersabarlah atas apapun ujianmu.

Kelima, bersedekah, bersedekah dan bersedekahlah.

Kelima pesan itu selalu dipegang Bahar, hingga sampai menjelang akhir hayatnya Bahar pun sempat bermimpi persis yang dialami oleh Buya. Namun dalam mimpi itu Bahar bertanya kepada (malaikat) apakah kendaraan ini miliknya? Sang malaikat itu menjawab bila kendaraan itu bukan milik Bahar, tapi milik Buya. Akan tetapi Bahar diperbolehkan menaikinya.

Well itulah sekilas mengenai Novel Janji. Saya sarankan untuk Teteman baca sendiri novelnya hehe.. yakin deh, enggak akan kecewa. Ngomong-ngomong novel ini agak mirip dengan Novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu yang membahas masalah kehidupan dengan gaya berceritanya pun mirip. Bedanya, novel ini sedikit memuat tema religi, menyinggung sedikit keadaan pesantren dan keyakinannya.

Tips kalau baca Novel Janji, sebisa mungkin disuasana dan tempat yang nyaman yaaa... jangan lupa siapin tisu, hehe. Meski diisi dengan kejenakaan dari tingkah trio: Hasan, Kaharuddin dan Baso, tapi kisah Bahar cukup membuat pilu.

Saya pun enggak bisa menyebutkan pesan yang bisa diambil dari novel ini, terlalu banyak dan memang lima pesan Buya itu pula yang membekas di hati saya (sebagai pembaca). Btw, bagi saya Novel Janji masuk dalam kategori novel terbaik dari Bang Tere, yaaa.. setelah petualangan Bujang dan Sintong juga Kak Laisa juga perjalanan Gurutta.

Eh, ngomong-ngomong Bujang... sebentar lagi akan diliris novel terbaru Bang Tere, “Bedebah Di Ujung Tanduk”. Heemm, siap-siap nabung.

Kisah Sunyi Sang Pengintai (Review Novel Bibi Gill karya Tere Liye)

 

Novel Bibi Gill merupakan novel ke-12 dari novel serial Bumi karya Tere liye. Seperti halnya pada judul, novel ini tidak menceritakan tentang kelanjutan petualangan Raib, Seli dan Ali melainkan mengupas tuntas latar belakang Bibi Gill.

Seperti yang telah Teteman tahu, Bibi Gill merupakan salah satu pengajar di Akademi Bayangan Tingkat Tinggi (ABTT) yang mengampu mata kuliah Malam dan Misterinya. Selain itu you know-lah Bibi Gill merupakan salah satu petarung hebat; seorang pengintai terbaik.

Akan tetapi dibalik kehebatannya tersebut, Bibi Gill memiliki kisah yang begitu menyedihkan dan tragis. Gill–merupakan sapaan akrab keluarganya begitu juga masyarakat Distrik Malam dan Misterinya. Dia adalah anak perempuan satu-satunya yang paling kecil dari tujuh bersaudara.

Dia pun seperti anak-anak pada umumnya, suka bermain dan bercanda. Namun yang membedakan dari teman sebayanya, Gill mempunyai kode genetik yang super langka seperti halnya pemilik keturunan murni.

Review Novel Bibi Gill karya Tere Liye

Adakalanya bagi Teteman akan berujar, “Wah hebat dong Bibi Gill mempunyai kode genetik yang super langka.” Namun bagi Gill dan masyarakat Distrik Malam dan Misterinya mempunyai kode genetik itu seperti sebuah kutukan. Sebab ketika Gill menggunakan kekuatannya tersebut, akan muncul monster kegelapan yang begitu bengis dan jahat. Itulah yang menjadi alasan mengapa Gill pantang untuk menggunakan kekuatannya.

Hingga disuatu ketika, saat itu usianya sembilan tahun dia terpaksa menggunakan kekuatannya untuk menolong sang ayah yang tenggelam ketika memancing ikan. Lantas dengan seketika monster kegelapan itu muncul dan menghancurkan Distrik Malam dan Misterinya. Semua warga tewas tak tersisa, begitu pula keluarga Bill. Kini Distrik Malam dan Misterinya itu seolah lenyap dari peradapan klan. Kemudian untuk mengenang dan menghormati tempat kelahirannya tersebut Gill gunakan sebagai mata kuliah di ABTT.

Setelah kehilangan semuanya, Gill mencari sumber informasi di perpustakan setempat. Tujuannya adalah mencari jawaban tentang si moster itu dan cara melawannya. Bertahun-tahun dia belajar dan bertahan hidup sendiri di Distrik Malam dan Misterinya, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berpetualang dan memutuskan untuk masuk ABTT.

Di ABTT, Gill tidak hanya belajar. Namun dengan sendiri menyusuri lorong-lorong perpustakan untuk mencari perkamen-perkamen langka yang bisa saja menjadi sumber informasinya dikemudian hari. Awalnya memang dilakukan sendiri, menjadi seorang pengintai di malam hari. Akan tetapi salah seorang sahabatnya begitu mengenal Gill, memutuskan untuk ikut bergabung setelah mengetahui gelagat anehnya.

Bersama keenam sahabatnya, Gill menemukan perkamen langka yang membuat mereka menemukan salah satu bangkai kapal Aldebaran. Mereka senang bukan main bisa menemukan kapal dan data-data kapal super canggih itu. Namun kebahagiaan itu tidak lama. Moster itu kembali menyerang keenam sahabatnya dan menyisakan Gill sendiri.

Gill sudah tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Monster itu selalu datang pergi sesuka hati dan itulah yang membuat Gill sangat marah juga menaruh dendam yang begitu besar. Meskipun begitu Bill tidak boleh berhenti.

Hingga disuatu ketika, Gill bertemu dengan teman lamanya-Bill. Dia seorang laki-laki, sedikit dewasa dari Gill. Dia tetangga depan rumah di Distrik Malam dan Misterinya. Kawan lama itu selamat, sebab pindah ke tempat lain sebelum peristiwa itu pecah. Pertemuan dengan sahabat lamanya membuat Bill dan Gill terharu.

Sampai disuatu ketika Bill meminang Gill untuk menjadi istrinya. Awalnya Gill menolak sebab dia mempunyai kode genetik kutukan. Selain itu Gill mulai menceritakan semuanya, pengalamannya mencari jawaban dan kekuatan untuk membalas dendam kepada monster terkutuk itu. Begitu pula kisah tragisnya bersama orang-orang terkasih. Akan tetapi Bill tidak peduli dengan masa lalu itu, dia meyakinkan Gill. Mereka akhirnya menikah dan dikarunia dua anak berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Keluarga mereka sangat bahagia dan terasa begitu lengkap. Namun monster yang lama tidak muncul itu, tiba-tiba datang dan menyerang keluarga Gill. Gill kembali sendiri, suami dan dua anaknya tewas karena monster itu.

Kisah dari tiga peristiwa tragis itu, semakin membuat Gill marah. Dia akhirnya memutuskan untuk mencari tiap jawaban dan kekuatan untuk melawan si monster. Dalam petualangan itu dia bertemu dengan seorang Kakek Tua yang duduk di kursi roda dan seekor kucing. Mereka bertiga berpetualang untuk mencari induk naga. Yups... jawabannya sudah jelas, Gill ingin bonding dengan induk naga untuk mengalahkan monster kegelapan.

Penjalanan mencari sarang induk naga tidak semudah yang dipikirkan. Akan tetapi akhirnya Gill berhasil menemukan sarang dan menaklukkan induk naga tersebut.

Namun yaaa, seperti yang sudah-sudah. Ketika Gill merasa sudah siap melawan tiba-tiba sang monster datang dan tanpa aba-aba merenggut induk naga beserta kawanannya. Tetapi kali ini bukan hanya kawanan naga, melainkan Kakek Tua yang telah bersamainya berpetualang.

Gill mengaku kalah dan memohon kepada si monster agar tidak menyentuh Kakek Tua. Namun seolah-olah monster itu menertawainya dan Kakek Tua. Dalam dekapan monster berkali-kali Kakek Tua menyuruh Gill untuk sadar, tapi Gill tidak menghiraukannya. 

Kucing yang seolah paham dengan situasi terdesak itu, akhirnya menegur Gill mencoba menyadarkannya. Lambat laun Gill tersadar, monster itu hilang. Namun Kakek Tua tidak bisa diselamatkan.

Loh, ini bagaimana ceritanya?

Kakek Tua itu sebenarnya bukan kakek biasa. Dia pandai membaca isi pikiran lawan bicaranya, bahkan tanpa dipaksa, seseorang yang menjadi lawan bicara si Kakek akan dengan senang hati bercerita banyak hal. Nah, dikeadaan genting ketika monster itu muncul si Kakek menyadari bila sebenarnya monster itu adalah Gill sendiri.

Usut punya usut Gill mempunyai penyakit bipolar, mungkin sejenis pula dengan kepribadian ganda; yang mana bila Gill terlalu bahagia, sisi gelap itu muncul dan marah; merasa iri dengan sisi putih Gill. Ketika Gill menyadari hal tersebut, tentu membuatnya merasa bersalah. Sebab kekacauan selama ini, tidak lain tercipta oleh dirinya sendiri.

Dengan kata lain, kini Gill hanya perlu melawan diri sendiri agar sisi lain darinya tidak menguasai. Seperti pesan Kakek Tua sebelum meninggal, Gill harus belajar mengendalikan monster yang ada di tubuhnya. 

Saya enggak bisa membayangkan bila berada diposisi Bibi Gill. Jalan hidupnya panjang dan luar biasa hebat. Pantas saja kini Bibi Gill menjadi petarung terhebat dunia paralel. Seperti kata pepatah, pengalaman memang guru terbaik.

Well... dari kisah Bibi Gill, saya mendapat sebuah pandangan tentang betapa pentingnya mengenali diri sendiri. Sebab dengan mengenali diri sendiri, kita bisa mengerti kemauan, kelemahan, kelebihan, bahkan hal-hal lainnya.

Mengenali diri sendiri memang enggak semudah seperti mengeksplorasi orang lain. Apalagi yang paling jago untuk mencari-cari kesalahan orang lain, upss hehe. Mengeksplorasi diri menjadi satu fase yang cukup susah menurut hemat saya. Akan tetapi jika sudah berhasil, saya yakin bisa semakin bersyukur terhadap hidup yang dijalani. So, jangan pernah menyerah, apalagi untuk mengenal dirimu sendiri. 


Btw, Bibi Gill bisa Teteman baca via online di Google Play Books yaaa..

Benang Merah Toko Kelontong Namiya dengan Taman Marumitsu (Review Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya Karya Keigo Higashino)

Keajaiban Toko Kelontong Namiya karya Keigo Higashino merupakan salah satu novel yang cukup menarik perhatian saya. Sebab setelah menonton versi filmnya, saya begitu penasaran pasti lebih menarik lagi dalam versi buku. You know-lah, sering kali cukup kecewa dengan film-film yang diadaptasi dari novel, karena lebih gereget dan enggak selengkap yang di buku. Padahal kadang ada bagian (scene) kesukaan di buku yang enggak ditayangkan dalam filmnya, sayang sekali. 

Namun setelah menonton dan membandingkannya dengan versi bukunya, Keajaiban Toko Kelontong Namiya cukup memuaskan. Sembari membaca saya mengingat bagian-bagian dalam film. Ternyata banyak hal-hal yang terlewatkan dan ada kesalahpahaman saat menonton. 

Beruntung setelah membaca versi bukunya, saya menjadi lebih paham dan mengerti tentang seluk beluk dan relevansi Toko Kelontong Namiya dengan salah satu tempat singgah (panti asuhan) Taman Marumitsu. Meski demikian, kisah terbaik masih jatuh pada Musisi Toko Ikan yang tetap menjadi bagian kesukaan saya.

Review Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya Karya Keigo Higashino


Identitas buku

Judul buku : Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Pengarang : Keigo Higashino

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Pertama, 2020

Tebal : ± 400 hlm.


Secara singkat Keajaiban Toko Kelontong Namiya bercerita tentang sebuah toko milik Tuan Yuji yang digunakan sebagai media komunikasi (tempat orang-orang curhat dari yang remeh-temeh sampai tingkat yang sukar). Tuan Yuji adalah seorang paruh baya yang tinggal sendiri di toko tersebut setelah istrinya meninggal, sedangkan kedua anaknya telah berkeluarga dan hidup masing-masing di Tokyo.

Tuan Yuji yang masih bersedih karena kehilangan istrinya, menemukan alternatif baru dengan telaten menjawab curhatan-curhatan anak-anak tentang masalah sekolah. Namun lambat laun, Tuan Yuji mendapat curhatan yang kompleks dan susah dengan perenungan yang mendalam. Dari sanalah, orang-orang mengenal Toko Kelontong Namiya yang cukup dikenal sebagai tempat nasehat yang bijaksana.

Hingga suatu ketika, Tuan Yuji mendapatkan kiriman surat yang begitu aneh. Dalam surat itu terdapat kata-kata modern, seperti internet dan gawai. Bahkan isi surat tersebut tidak lagi ditulis tangan melainkan seperti cetakan mesin (kisah ini diceritakan sebelum teknologi menggelobal). 

Memang sejatinya toko tersebut sebatas toko biasa, tapi uniknya toko tersebut terdapat aliran waktu. Mengetahui keanehan ini tidak membuat Tuan Yuji surut, dia malah berwasiat kepada anaknya untuk tetap membuka sesi curhat ditiap peringatan Tuan Yuji bila sudah meninggal nanti. Sebab Tuan Yuji seperti mempunyai firasat, bila sesi curhat ini tidak akan berhenti walaupun Tuan Yuji telah meninggal. Seperti yang telah diwasiatkan kepada putranya, Toko Kelontong Namiya masih berdiri kokoh meski tidak lagi terawat. 

Hingga tiba diperingatan kematian Tuan Yuji 32 tahun kemudian. Ada tiga pemuda yang masuk ke toko tersebut. Ketiga pemuda itu tengah bersembunyi setelah merampok rumah salah seorang direktur bernama Harumi yang cukup kaya raya di daerah itu. Mereka berencana akan pergi setelah pagi, sebab kendaraan yang mereka bawa sebelumnya tengah mogok.

Mereka adalah pemuda yang dibesarkan dari Taman Marumitsu yang kini menganggur dengan alasan masing-masing. Mereka memutuskan merampok rumah Direktur Harumi karena kesalahpahaman tentang Taman Marumitsu yang ingin dibangun ulang sebagai hotel. 

Dalam persembunyiannya, ketiga pemuda itu dikagetkan dengan adanya sepucuk surat yang tiba-tiba jatuh dari pintu. Mereka menganggap bila persembunyian telah diketahui. Akan tetapi lambat laun mereka menyadari tentang keanehan toko itu dan bukannya takut, mereka malah mengikuti kebiasaan Tuan Yuji untuk membalas surat-surat yang datang.

Bagi mereka ini adalah pertama kalinya, membalas surat dari orang-orang yang membuat mereka merasa berguna dan baik. Terlebih banyak hal positif yang mereka dapatkan baik dari si penerima dan pengirim. Seperti ketika mereka menasehati pengirim bernama Anak Anjing yang Kehilangan Arah, mereka menuntun pengirim untuk berinvestasi di bidang properti dll. Sebab di tahun yang akan datang bisnis tersebut cukup menjanjikan.

Meski balasan surat dari Toko Kelontong terdengar mengada-ada, tapi Anak Anjing yang Kehilangan Arah mengikuti saran tersebut. Kini dia berhasil menjadi orang sukses dan ingin membantu Taman Marumitsu yang dikabarkan mengalami banyak krisis setelah pergantian kepemilikan. Btw, Anak Anjing yang Kehilangan Arah juga pernah tinggal di Taman Marumitsu.

Fyi, Taman Marumitsu merupakan tempat singgah rumah perlindungan bagi anak-anak yang kurang beruntung. Sehingga di dalam tempat tersebut terdiri dari anak-anak dengan berbagai latar belakang. Taman ini didirikan oleh seseorang wanita bernama Akiko yang begitu peduli pada anak yatim piatu dan mendedikasikan diri pada pendidikan. Setelah Akiko meninggal tempat itu diurus oleh adiknya Minazuki dan setelah itu digantikan oleh putra sulung Minazuki bernama Kariya yang diduga telah menggelapkan dana bantuan Taman Marumitsu.

Itulah alasan mengapa Anak Anjing yang Kehilangan Arah ingin membantu Taman Marumitsu. Akan tetapi, niat baik Anak Anjing tidak disambut baik oleh Kariya. You know-lah, pasti Kariya tidak ingin kedoknya diketahui, bahkan dia menyebarkan gosip kepada penghuni Taman Marumitsu bila Anak Anjing yang Kehilangan Arah itu sengaja ingin membangun ulang Taman Marumitsu untuk dijadikan hotel dan mengambil keuntungan pribadi.

Akibat gosip itu, ketika Anak Anjing yang Kehilangan Arah datang ke Taman Marumitsu tidak disambut baik oleh anak-anak. Bahkan mereka sempat diusir dan tidak boleh lagi datang. Namun Anak Anjing tidak menyerah begitu saja, dia ingat dengan Toko Kelontong dan ingin mencari solusi atas apa yang terjadi.

Saat itu sudah malam, Anak Anjing yang Kehilangan Arah baru pulang ke rumah keduanya sebelum mengirim surat ke Toko Kelontong, tapi dia dikagetkan dengan suasana rumah yang berbeda. Dia tahu ada orang tidak diundang di sana. Beberapa saat kemudian muncul satu persatu dari mereka dan menyekap, merampok barang-barang berharga juga surat yang ada di dalam tasnya.

Well,  para perampok itu tidak lain adalah ketiga pemuda yang tengah bersembunyi di Toko Kelontong. Mereka baru menyadari bila Anak Anjing yang Kehilangan Arah adalah Direktur Harumi yang mereka bantu hingga menjadi orang sukses. 

Mereka baru sadar, setelah menemukan sepucuk surat di dalam tas yang ditujukan kepada Toko Kelontong. Mereka tentu saja terkejut dan tidak pernah menduganya. Setelah itu mereka memutuskan untuk meminta maaf dan menyelamatkan Direktur Harumi. Mereka tidak lagi peduli dengan apa yang akan terjadi, begitu pula dengan konsekuensi atas apa yang telah dilakukan. 

Dari kesekian konflik yang tertuang dalam Keajaiban Toko Kelontong, tak menampik bila semua itu berasal dari hubungan Toko Kelontong dan Taman Marumitsu. Kisah dalam novel ini seperti berputar dan kembali ke Toko Kelontong dan Taman Marumitsu. Apapun yang ada kaitannya dengan Taman Marumitsu akan bertemu pula di Toko Kelontong.

Saat membaca saya begitu penasaran sebenarnya apa sih di balik relevansi Toko Kelontong dengan Taman Marumitsu? mengapa setiap tokoh yang tersorot masih bersangkutan atau setidaknya pernah mengenal salah satu dari kedua tempat itu? Sehingga saya pun menemukan satu asumsi yang cukup mengharukan.

Kilas balik tentang pendiri Taman Marumitsu–Nyonya Akiko merupakan keturunan orang berada. Dia mempunyai kekasih seorang buruh pabrik yang tragisnya mereka tidak mendapat restu dari orang tua Akiko. Sempat terbesit untuk kawin lari, tapi sang lelaki memilih mundur dan mengikhlaskan segalanya. Bahkan dia meminta Akiko untuk melupakannya.

Mungkin bagi Akiko, lelaki itu adalah cinta sejatinya. Sehingga sampai akhir hayat, dia tidak menikah meski telah beberapa kali dijodohkan oleh orang tuanya. Akiko dengan penuh dedikasi mengabdikan dirinya untuk pendidikan anak-anak dan membangun rumah perlindungan untuk anak-anak yang kurang beruntung.

Tahu enggak sih, siapa sang lelaki yang begitu dicintai Akiko itu? Lelaki itu Tuan Yuji muda, pemilik Toko Kelontong Namiya. Ih, benar-benar kejutan enggak sih? 

Dewasa saya, Toko Kelontong dan Taman Marumitsu itu seperti Yin dan Yang; yang entah mengapa ketulusan keduanya masih terasa bahkan setelah hubungan mereka berpisah; baik di dunia dan alam lain. Ah! Apakah itu yang disebut sebagai cinta sejati? *sembari bertanya pada terik matahari yang hari ini, entah mengapa begitu terang.

Menjadi Apa Adanya, Bahagia menurut Versiku (Review Imperfect karya Meira Anastasia)


“Salah satu hal paling beracun di dunia ini adalah ketika mulut dan pikiran yang bersinergi dengan jejemari yang licik.” – Titik Literasi

Memangnya siapa sih yang enggak merasakan insecurity? Apalagi dimasa modern seperti sekarang yang notabene sangat setia dengan media sosial. Tiap menit kadang terasa aneh bila tidak berselancar diinternet, right?

Walaupun demikian, penggunaan internet apalagi medsos enggak baik bila digunakan terlalu sering dan berlama-lama. Meskipun banyak yang berdalih: “Dari medsos kita bisa memiliki banyak informasi!” Ya, saya pun setuju. Namun enggak tiap menit juga harus pegang gawai, apalagi hanya untuk melihat unggahan terbaru dari orang-orang. Nanti bukannya menjalin silaturahmi malah menambah dosa. *eh!

Btw, kira-kira dosa yang bagaimana? 

Sebagai manusia kita enggak tahu isi hati atau pikiran orang lain ‘kan? Bisa jadi, ada saja “kesalahpahaman” dalam bermedia sosial. Misalkan saja  menganggap salah satu dari teman kita sedang pamerlah, apalah. Namun kita ‘kan enggak mengerti niat sebenarnya mengapa salah satu teman tersebut melakukan hal itu? Bisa jadi, dia hanya ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan dengan versi dia.

Namun dari deskripsi tersebut enggak sedikit yang malah mengkritik dengan tajam. Berkomentar diunggahannya, tanpa berpikir bila jari-jari tersebut akan melukai bahkan mempunyai dampak bagi diri sendiri terlebih orang yang dikritik. 

Kalau di medsos sih masih bisa dihapus, tapi bagaimana bila jejak digital tersebut malah menjadi bumerang dan abadi di hati teman yang sebenarnya enggak mempunyai maksud apa-apa? Antara ingin percaya atau enggak, tapi  itulah yang banyak terjadi dimasa kini. Right?

Sejujurnya saya enggak paham dengan warga +62 ini, kadang dibuat miris juga tertawa diwaktu yang bersamaan. Miris, sebab mempunyai beda persepsi yang membuat salah satu pihak “merasa” dirugikan. Tertawa, karena masih saja berkomentar enggak nyambung terhadap suatu unggahan tertentu. Misal si pengunggah membahas A, si komentator kritiknya E yang bisa menyenggol S,Q dan seterusnya. 

Hal yang menurut saya lebih memprihatinkan, ketika netizen mencoba menghakimi seorang figur yang menurut mereka “diharuskan” selalu tampil sempurna (menurut kacamata manusia). Rasanya enggak boleh ada celah sedikitpun, padahal figur pun sama seperti para netizen–mereka manusia.

Saya yakin, kemungkinan muncul sanggahan seperti ini. “Loh, dia ‘kan figur dan tugasnya dikonsumsi oleh umum. Kalau enggak mau dikritik jangan jadi figur dong!” tentu pernyataan itu enggak salah, hanya saja kalau memang si netizen itu enggak suka mengapa enggak diam saja? Duduk manis dan skip kalau memang “benci” dengan beberapa unggahannya. Beres toh? Enggak perlu ngegas apalagi mengucapkan ujaran kebencian dan melontarkan kalimat-kalimat yang bisa menjurus pada perundungan (bullying).

Tahu enggak sih, apa akibat dari perundungan (bullying) ini?  beberapa akibat dari kasus bullying yang dialami korbannya adalah dihantui rasa takut, tidak nyaman, kurang percaya diri, tidak bisa mempercayai orang lain, bahkan ada yang menyakiti diri sendiri serta lainnya. 

Dampaknya enggak main-main loh! Jadi tolonglah, adakalanya bagi kalian mungkin ucapan itu hanya candaan, tapi bagi mereka bukan sekadar itu. Mereka butuh waktu yang lama dan jangka panjang untuk pulih dan kembali sembuh dari berbagai ujaran dan tingkah kalian–wahai para netizen!

Anyway, ini juga pengingat untuk saya supaya tidak semena-mena. Sebab saya pun bukan orang baik. Saya hanya ingin berbagi persepsi mengenai kasus bullying dari media sosial. Sebab kisah dari salah satu istri figur Indonesia ini, saya menjadi belajar tentang penerimaan dan motivasi untuk lebih mencintai diri sendiri. 


Identitas buku

Judul : Imperfect

Pengarang : Meira Anastasia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : I, 2018

Tempat Terbit : Jakarta

Tebal : ±  172 hlm.


Meira Anastasia seorang istri dari komika Ernest Prakasa. Dia lahir di Pematang Siantar pada 1983. Meira yang kerap disapa Mamak ini merupakan ibu dari dua orang anak. Meira cukup aktif di media sosial @meiranastasia yang membagikan tutorial olahraga dan berbagi curhat. Selain menulis buku, dia juga kerap berkolaborasi dengan sang suami dalam beberapa projek seperti: Cek Toko Sebelah, Milly & Mamet dan Susah Sinyal.

Review Imperfect karya Meira Anastasia

Secara singkat Imperfect karya Meira Anastasia adalah kumpulan cerita suka duka Meira tentang kegelisahannya terhadap diri sendiri; yang tanpa sengaja terdekte oleh persepsi orang lain. Seperti halnya judul Imperfect–ungkapan enggak sempura itulah yang cukup membanjiri pikiran ibu dua orang anak tersebut. Sebab tanpa dipungkiri untuk jadi seorang istri public figure pun dapat sorotan dari berbagai pihak terutama para netizen yang budiman.

Dalam unggahannya di media sosial, Meira kerap mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan. Dia mendapatkan perlakuan tersebut sebab enggak sesuai dengan ekspektasi netizen yang beranggapan seharusnya istri seorang public figure tampil sempurna. Bukan seperti Meira yang seperti saat itu, tampil apa adanya dengan rambut pendek, tubuh yang katanya enggak semampai, kulit lebih gelap dengan gaya berpakaian yang begitu-begitu saja dan lainnya. 

Jikalau mendapatkan komentar demikian, memangnya siapa sih yang mentalnya enggak down? Apalagi menurut saya hal tersebut sudah menjurus kepada salah satu bentuk perundungan.

Pada situasi demikian, Meira mencoba mengubah dirinya dengan beberapa cara yang awalnya tentu enggak mudah. Dari operasi hingga hal sederhana yakni melakukan olahraga. Siapa sih yang enggak mengerti olahraga?

Setelah berdrama-drama tentang operasi yang dialaminya, Meira memutuskan me time dengan berolahraga. Meskipun membutuhkan waktu yang enggak sebentar, olahraga mampu mengatasi beberapa bentuk kegelisahan Meira (entah saya baca dimana lupa sumbernya, tapi salah satu manfaat dari olahraga adalah mengatasi emosi dan membuat perasaan lebih bahagia. It’s true, saya mengalaminya. Jika sudah suntuk dan penat, biasanya saya gunakan untuk olahraga mekipun itu hanya di dalam rumah. Eh ingat, stay at home!)

Lantas, apakah pada kasus ini Meira mampu menghadapi berbagai komentar dari netizen seperti sebelumnya?

Tentu kini dia mampu mengatasinya meski enggak sepenuhnya. Sebab memulihkan luka dari perundungan itu enggak mudah. Namun yang terpenting, sang penulis ‘kan sudah tahu cara untuk menyenangkan diri sendiri. Menurut saya itu merupakan salah satu jalan keluar penulis dalam menemukan kebahagiaan versinya.

Akan tetapi dibalik semua itu, ada satu komponen pentingnya–niat, berubah untuk diri sendiri. Sebab karena keinginan sendiri tidak akan timbul keterpaksaan.

“Aku tidak pernah setuju dengan orang yang ingin berubah karena dan untuk orang lain, bukan benar-benar untuk dirinya sendiri” (Meira, 2018:29). Dengan begitu olahraga pun bisa dilakukan jangka panjang, tanpa adanya keluh kesah dan tetek bengeknya.

You know-lah sebuah proses itu enggak instan. Proses itu biasanya lambat, pelan, bertahap dan kadang-kadang mundur. Kemudian saat kita mencoba menerima sebuah kekurangan atau ketidaksempurnaan malah bisa membuat sumber kekuatan. Sebab kita pun berhak memilih bahagia yang seperti apa. Toh, manusia dianugerahi dua kacamata dari sudut positif ataupun negatif. Sekarang tinggal memilih, dari kacamata mana ingin melihat isi seluruh semesta.

  

5 Novel dengan Tema Terbaik karya Tere Liye, sudah pernah baca?

Siapa sih yang enggak tahu Tere Liye? Penulis kelahiran Sumatra ini termasuk salah satu penulis besar Indonesia. Karya-karyanya banyak digandrungi berbagai kalangan. Sehingga tak ayal bila sering kali Tere Liye dinobatkan sebagai penulis bestseller loh!

Karya-karya dari Tere Liye enggak melulu soal hal-hal mellow yang kerap kali betebaran di media sosial. Lebih dari itu, banyak yang isinya sarat makna kehidupan yang bisa kalian renungkan.

5 Novel dengan Tema Terbaik karya Tere Liye

Dari puluhan buku yang ditulis Tere Liye, ada 5 rekomendasi novel dengan tema terbaik yang wajib kalian baca!


5. Serial Bumi: Petualangan Dunia Paralel Raib, Seli dan Ali 

Serial Bumi adalah novel fantasi remaja petualangan dunia paralel dengan tokoh utama Raib, Seli dan Ali. Mereka berpetualang melintasi dunia paralel untuk menjaga keserasian antarklan; baik klan Bumi, Bulan, dan lainnya. 

Novel ini memang ditujukan untuk kalangan remaja, tapi tidak menuntut kemungkinan kalian juga membaca buku ini. Sebab banyak juga loh, kalangan usia dewasa yang masih mengikuti novel serial ini.

Kini, Serial Bumi telah merilis sebelas novel yang diantaranya Novel Bumi, Bulan, Matahari, Bintang, Ceros & Batozar, Komet, Komet Minor, Selena, Nebula, Si Putih dan Lumpu. Fyi, tentu saja petualangan Raib dkk masih panjang. Sebab Bang Tere sendiri telah membocorkan garis besar cerita yang akan berakhir di Novel Aldebaran.

Kabar gembira lainnya, dalam waktu dekat Bang Tere akan merilis kelanjutan novel serial ini berjudul “Bibi Gill”. Wahh, enggak sabar ingin segera baca, hehe. Bagaimana dengan kalian?

 

4. Pergi

Novel Pergi juga salah satu novel seri aksi-petualangan dari Bang Tere. Berbeda dengan Serial Bumi, Pergi lebih kepada pencarian diri dengan dilatarbelakangi tema ekonomi-politik.

Bujang, namanya si tokoh utama dalam novel ini. Dia seorang pemuda cerdas dan tangguh yang berhasil mengambil alih kekuasaan dan menjadi penentu haluan shadow economy. Btw bagi yang belum tahu shadow economy ini semacam black market–yang berurusan mengenai pencucian uang, persenjataan dll.

Sebagai penentu haluan shadow economy tentu tidak mudah, banyak halang rintang, baik yang berurusan dengan para keluarga lain atau penghianatan dari dalam keluarga sendiri. Apalagi permasalahan hatinya dengan Maria.  Itulah mengapa perjalanan pencarian diri Bujang atau Si Babi Hutan sangat ditunggu-tunggu oleh pembaca setia sampai saat ini.

Fyi, Novel Pergi adalah novel keempat dari serial aksi yang terdiri dari Novel Negeri Di Ujung Tanduk, Negeri Para Bedebah, Pulang, Pergi, dan Gnalup-Pergi (Pulang-Pergi). Ehem! Saya dapat bocoran lagi nih, novel kelanjutan dari Gnalup-Pergi berjudul Bedebah di Ujung Tanduk; semoga segera diliris, hehe.

 

3. Selamat Tinggal

Selamat Tinggal ini merupakan novel urutan ketiga sebagai rekomendasi tema terbaik karya Tere Liye. Why? Ada tiga pokok bahasan yang cukup menarik. Pertama, tentang perjalan tokoh utama Sintong dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Kedua, tentang latar belakang seorang penulis kritis yang kini terlupakan; dan ketiga kritik tentang pembajak buku.

Dari karyanya ini Bang Tere mencoba mengkritik fenomena tentang pembajakan buku yang cukup marak di tengah pandemi tahun lalu. Eh, bukan tahun lalu saja sih, tapi pembajakan buku yang belum bisa terselesaikan hingga saat ini.

Meski secara garis besar  Selamat Tinggal menceritakan tentang perjalanan Sintong Tinggal dalam menyelesaikan tugas akhirnya, tapi penambahan topik tentang pembajakan buku yang berelevansi dengan kehidupan Sintong cukup menarik perhatian. Dalam novel dikisahkan Sintong seorang penjual buku bajakan yang telah insaf, hehe.

Selain itu, dari Novel Selamat Tinggal kalian bisa belajar tentang sejarah. Utamanya tentang kisah perjalanan Sutan Pane yang kini hilang tanpa jejak. Siapa itu Sutan Pane?

Beliau seorang penulis multigenre yang begitu kritis. Tulisan-tulisan Sutan Pane sangat inspiratif, nasionalis dan tidak timpang sebelah; selama tidak melanggar prinsip-prinsipnya.

Dari penambahan topik tentang Sutan Pane, saya menjadi berasumsi bila sang penulis mencoba menyebarkan kembali semangat juang nasionalis kepada para pembacanya. Khususnya kritis dalam literasi–supaya tidak melahap mentah-mentah berita yang bertebaran di media sosial.


2. Rindu

Novel Rindu–menjadi salah satu novel yang memberikan gambaran tentang masa lalu. Terutama perjalan haji di tahun 1938. Dalam novel ini terdapat banyak tokoh seperti Gurutta, Ambo Uleng, Daeng Andipati, Anna, Elsa, Istri Daeng Andipati, Meneer Houten, Chef Lars, Sergeant Lucas, Kaptain Phillips, Dale, Mbah Kakung Slamet, Mbah Putri Slamet, Ruben, Bapak Soerjaningrat, Bapak Mangoenkoesoemo, Bonda Upe, Suami Bonda Upe; yang tentunya dengan persoalan yang berbeda-beda.

Dari sekian tokoh, kisah yang mengharukan tentang Mbah Kakung Slamet dan Mbah Putri Slamet. Sepasang kakek nenek ini meninggal dalam keberangkatan dan pulang dari Makkah.

Btw setting dan latar dari novel ini sangat kompleks, sehingga terilustrasi sangat nyata. Apalagi diselingi dengan persoalan atau konflik tokoh yang penuh intrik dan plottwist. Bagi saya Novel Rindu mendapat dua jempol karena selain bertema religi masa lalu juga diselingi setting dan latar di tahun sebelum kemerdekaan yang sangat apik.


 

1. Dia kakakku (Bidadari-Bidadari Surga)

Dia Kakakku merupakan novel yang bercerita tentang perjuangan seorang kakak bernama Laisa. Novel bertema keluarga ini, menggambarkan keluarga sederhana yang sejatinya penuh lika-liku.

Kisah lika-liku tersebut berawal dari siapa dan mengapa Laisa bisa menjadi bagian keluarganya. Memang benar Laisa bukan kakak kandung dari keempat adiknya, tapi dengan ikhlas memperjuangkan kesejahteraan mereka sampai sukses.

Meski pada akhirnya, Laisa tidak bisa bersama mereka lagi karena penyakit yang dideritanya. Namun bagi Laisa adik-adik dan keluarganya adalah segalanya. Dia seperti tidak menyesal telah menjadi tameng bagi mereka.

Well itulah novel-novel  rekomendari dari saya, adakah novel-novel di atas yang pernah kalian baca? Lalu bangaimana kesan dan pesannya?