“Apakah aku manusia normal?”
Enggak jarang saya mempertanyakan hal serupa pada diri.
Entah berapa ribu kali mempertanyaan kenormalan saya sebagaimana manusia pada
umumnya. Manusia yang katanya bisa normal karena bersosialiasi, manusia yang
banyak bicara, enggak kaku, sehingga dapat diterima dalam masyarakat.
Lantas anehkah mana kala saya beranggapan demikian?
Sebab enggak jarang orang sekitar terlalu melabeli saya sebagai orang pendiam dan tertutup. Sehingga membuat diri berasumsi, sebenarnya manusia yang normal itu yang banyak bicaranya kah atau yang bisa haha hihi sana sini?
Padahal pada dasarnya saya juga sama dengan mereka. Saya juga dapat melakukan hal-hal wajar selayaknya anggapan manusia normal. Akan tetapi argumen pun asumsi dari orang lain kadang kala mematahkan rasa percaya pada diri. Sesekali pun timbul rasa takut tidak diterima dan tidak dihargai serta overthingking terhadap isi kepala orang-orang.
Bisa jadi, hal tersebut menjadi alasan saya lebih suka bertemu dengan orang baru dan berada di lingkungan baru. Seseorang yang belum mengenal apapun baik kepribadian dan latar belakang saya, begitu juga sebaliknya.
Sebab orang baru tersebut tidak langsung menyudutkan saya
sebagai mana orang melabeli saya seperti sebelumnya. Kendati lambat laun dia
pun akan mengerti baik buruk saya setelahnya.
Saya rasa hubungan dengan orang-orang yang ditemui melalui pertemuan dan hubungan baru lebih terjalin akrab daripada orang-orang yang mengenal saya sedari kecil, baik saudara begitupun lingkungan. Sebab bertemu dengan orang yang sudah kenal lama terasa canggung.
Suatu ketika saya pernah berasumsi bila karakter yang
akan saya tampilkan tergantung dari apa yang orang-orang pikirkan tentang saya.
Seperti halnya bagaimana orang yang melabeli saya sebagai orang pendiam.
Dalam hal ini mungkin bisa dikatakan sebagai upaya untuk
bisa menjadi diri sendiri. Sebuah cara untuk bisa memahami dan menerima diri
dengan tidak memerdulikan lagi berbagai anggapan orang-orang mengenai saya.
Istilah kerennya sih lo jual gue beli,
haha.
Sebab jika ditelisik sebelum mengenal tentang diri, saya
sempat frustrasi. Saya merasa menjadi satu-satunya manusia yang memang
ditakdirkan “untuk tidak ditemani”. Parahnya, bukannya mencari jalan keluar,
saya malah terlampau sibuk memikirkan berbagai ungkapan dan pertanyaan
orang-orang dengan kesinisannya.
“Kamu kok sering sendirian?”
“Daritadi dia diam
terus,”
“Jangan terlalu jadi orang pendiam” dan sebagainya.
Hingga disuatu titik pertanyaan itu kembali muncul, “Apa memang
ada yang salah dengan diri saya?” Gilanya, sempat terlintas untuk melakukan
rukiah, yaa
ampun sudah sampai segitunya hahaha.
Akan tetapi saya tidak melakukankannya. Saya memilih mencoba
mengenal diri dengan membaca literatur mengenai psikolog, kepribadian dan
lain-lain. Hingga sampai akhirnya tahu,
bila saya seorang introvert.
You know-lah siapa yang enggak tahu introvert?
Introvert merupakan suatu kepribadian seseorang yang lebih
suka mengisi energinya secara independen. Karena secara independen inilah,
kadang disalahartikan bila si introvert enggak suka bersosialisasi, apalagi
suka bergaul. Namun pada kenyataannya bukan seperti itu.
Pada dasarnya introvert bisa bersosialisasi pun bergaul,
tapi yang membedakan adalah durasi dan bersama dengan siapa si introvert itu
berinteraksi.
Fyi dari pengalaman saja sih, dari 24 jam sehari
saya hanya membutuhkan waktu seperempatnya untuk berinterasi dengan orang lain,
sisanya dengan diri sendiri atau hewan peliharaan.
Jika terlalu lama berinteraksi dengan orang lain, malah
membuat saya mudah lelah, baik fisik maupun mental. Apalagi kalau berada dalam
perkumpulan orang-orang, bukannya senang banyak teman saya malah merasa
sendirian.
Jadi enggak heran juga sih bila teman saya sedikit. Saya
juga enggak ada ambisi untuk mempunyai banyak teman. Toh, semakin dewasa
manusia, tiap-tiap individu itu bisa saling mengeliminasi sesuai kebutuhan
hidup pun gaya hidup. Jadi saya enggak terlalu memusingkan sih walaupun
sedikit. Sebab yang penting mereka merupakan teman-teman berkualitas yang masih
terjalin secara harmonis hingga kini.
Di sisi lain saya yakin, orang-orang yang masih melabeli
saya sebagai orang pendiam belum tahu saja siapa si introvert ini. Btw, introvert itu enggak selalu hanya
mendengarkan loh! Sebab dia hanya akan menampakkan kekonyolannya pada
orang-orang tertentu yang membuat dia nyaman. Benar enggak?
Namun adakalanya dari berbagai perbedaan baik kepribadian
dan lainnya, masih membuat saya heran. Mengapa ya dalam interaksi sosial
perbedaan itu masih dipermasalahkan? Kurang sadarkah mereka bila pada dasarnya
tiap manusia memang dilahirkan berbeda?
Dalam agama yang saya anut dijelaskan bila manusia lahir
di dunia dengan membawa bakat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Namun kenapa
masih saja diperdebatkan?
Mungkin itulah salah satu alasan yang membuat seseorang
merasa minder karena tidak sesuai dengan standar yang berlaku dimasyarakat. Sama
halnya ketika saya sibuk memikirkan berbagai anggapan dan pertanyaan tentang
saya.
Beruntung saja sekarang saya tidak lagi memusingkan hal-hal demikian. Kini saya mulai sadar, jika bersosialiasasi menjadi nilai minus, saya hanya perlu mengembangkan hal-hal yang memang menjadi prioritas dalam hidup. Prioritas hidup saya salah satunya adalah bisa berdamai dan menerima diri sendiri. Memang sih, enggak akan mudah. Sebab pada kenyataannya butuh perjalanan panjang untuk bisa menerima diri sendiri, dengan keunikannya sendiri.
Rukiah dalam KBBI: pengobatan hati atau doa seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW., berfungsi untuk mengusir pengaruh jahat dari hati.
2 Comments
Keren ka,
ReplyDeleteTerima kasih 🙏
ReplyDelete