You know-lah, perkembangan zaman membuat generasi bangsa mengalami kemerosotan nilai sosial. Kepedulian dalam bersosialisasi terus turun akibat sikap ingin menang sendiri.
Enggak heran bila menurunnya kepedulian sosial mengakibatkan banyak efek negatif terutama dalam pergaulan remaja, baik di sekolah maupun lingkungan.
Saat membaca berita elektronik, saya cukup tercengang dan merasa prihatin terhadap kasus-kasus yang dilakukan remaja masa kini. Kasus yang saya kira tidak pantas dilakukan oleh remaja di bawah umur.
Tidak ada dalam pikiran saya si remaja dapat melakukan hal amoral tersebut. Lantas siapakah yang perlu bertanggung jawab terhadap tindakan pun perilaku si remaja, orang tua, warga, para guru di sekolah ataukah pemerintah?
Sehubungan dengan hal itu, saya kira pembelajaran sastra menjadi salah satu cara untuk mengarahkan remaja dalam mendekatkan pemahaman tentang nilai sosial, baik dampak dan manfaatnya dalam kehidupan. Sebab pembelajaran sastra mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam memahami, menghayati dan menikmati karya sastra bahkan mampu mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.
Seperti halnya menurut Al-Ma’ruf dalam Nursalim (2019:3) yang mengungkapkan sastra berperan penting bagi kehidupan manusia. Dalam proses pembelajaran, sastra bermanfaat sebagai media untuk meningkatkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai kearifan lokal, sosial, budaya dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi.
Nah! Salah satu karya sastra yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran sastra yaitu novel. Menurut Nurgiantoro (2013:9) “Novel adalah karya sastra yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.”
Menurut Mujtaba mengungkapkan (2021:110) “... Novel merupakan salah satu karya sastra yang berisi berbagai peristiwa yang dialami oleh tokoh secara sistematik dengan menampilkan unsur cerita paling lengkap. Novel mempunyai tugas yang penting sebagai bahan bacaan yang dapat memberi pengaruh moral atau nilai yang positif bagi pembacanya....”
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kurniasari (dalam Setianingrum, 2018:32) bahwa “Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku”.
Jadi enggak perlu ragu deh, bila novel dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pembelajaran sastra terkhusus nilai sosial di sekolah.
Akan tetapi nilai sosial itu apa sih?
Nilai merupakan sesuatu yang berlaku, mengikat dan dapat diterima oleh semua orang, baik individu maupun masyarakat. “Nilai berasal dari bahasa Latin valere yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang ....” (Adisusilo, 2013:56). Menurut Bertens (2013:111) nilai merupakan sesuatu yang menarik, menyenangkan dan diinginkan, dan berkonotasi positif.
Menurut Umar (2021:11) sosial berasal dari bahasa Yunani kata “Socius” yang berarti kawan atau masyarakat. Menurut KBBI kata sosial berarti berkenanaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dsb).
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bila nilai sosial adalah sesuatu yang baik juga bermanfaat dalam bermasyarat.
Dalam pembahasan kali ini saya akan menyajikan salah satu alternatif materi pembelajaran sastra dari novel karya Tere Liye berjudul Janji. Btw, sinopsis novel Janji karya Tere Liye sudah pernah saya bahas, bisa Teteman baca dipralana berikut. Meneladani Kehidupan Si Pemelihara Pusaka ( Review Novel Janji karya Tere Liye)
Analisis Nilai Sosial Tokoh Bahar dalam Novel Janji karya Tere Liye
Menurut Wellek dan Werren (2016:100) terdapat tiga jenis
pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra yakni:
(1) Sosiologi
pengarang yang berkaitan dengan masalah dasar ekonomi sastra, status
pengarang, latar belakang sosial, dan ideologi pengarang di luar karya sastra;
(2) Sosiologi
karya yang berkaitan dengan isi, tujuan, dan hal-hal yang tersirat dalam
karya sastra itu sendiri yang berhubungan dengan masalah sosial; dan
(3) Sosiologi
pembaca berkaitan dengan masalah pembaca dan dampak sosial karya
sastra.
Analisis kali ini menggunakan sosiologi sastra yang
mempermasalahkan karya sastra itu sendiri yakni novel Janji karya Tere Liye
untuk mengungkapkan isi, tujuan, dan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra dan
berhubungan dengan masalah sosial.
Nilai sosial sendiri terdiri atas beberapa sub nilai.
Menurut Zubaedi (2012:13) nilai-nilai tersebut
terdiri atas:
(1) Loves (kasih sayang) yang terdiri atas pengabdian,
kekeluargaan, tolong menolong, kepedulian, dan kesetiaan;
(2) Responsibility (tanggung jawab) yang terdiri atas nilai
rasa memiliki, empati, dan disiplin; dan (3)
Life Harmony (keserasian hidup) yang terdiri atas nilai keadilan, kerja sama, toleransi, dan demokrasi.
Berdasarkan sub nilai-nilai sosial tersebut, nilai sosial
tokoh Bahar dalam novel Janji karya Tere Liye diantaranya: taat beribadah,
ringan tangan, pekerja keras, rajin beredekah, pemaaf,
bersikap adil, giat belajar, rendah hati dan mempunyai prinsip hidup. Berikut ulasan
penjelasannya.
Taat Beribadah
Sebagai manusia yang beragama, melaksanakan ibadah
merupakan suatu hal yang tidak bisa dilanggar begitu saja. Kendati setiap agama
mempunyai cara ibadah yang berbeda-beda.
Ibadah menurut KBBI merupakan perbuatan untuk menyatakan
bakti kepada Allah SWT yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Begitupun yang dilakukan oleh Bahar. Kendati dia bersikap
semena-mena dan masih bertingkah kurang baik. Namun dia tidak sekalipun
meninggalkan ibadah wajib yakni salat. Seperti dalam salah satu kutipan novel
Janji karya Tere Liye berikut.
"Ah iya, sebelum pergi aku melihatnya melakukan
gerakan-gerakan aneh, seperti senam. Wajahnya basah, tangannya basah, dia
seperti habis menggunakan keran taman dekat kamar itu. Saat kembali masuk,
pintu kamar terbuka, jadi aku bisa melihatnya melakukan senam tersebut."
Berdasarkan kutipan novel di atas, Bahar diketahui sedang
melaksanakan salat subuh di rumah Koh Acong–seorang preman dan pengusaha
keturuhan Cina. Koh Acong membawa Bahar ke rumahnya, sebab semalam dia tidak
sadarkan diri setelah banyak minum di salah satu bar di daerah tersebut.
Koh Acong yang tidak tahu alamat teman mengobrolnya
tersebut, memutuskan membawa dia ke rumah. Lantas keesokan paginya, Bahar sudah
menghilang sebelum si tuan rumah bangun dari tidur.
Seorang pembantu bernama Bibi Li menjelaskan, bila Bahar
pergi setelah melakukan “senam” tersebut. Koh Acong kandati seorang keturunan
cina tidak terkejut dengan istilah senam yang disebut itu. Dia tahu Bahar
sedang menunaikan salat.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan pula bila ibadah
adalah suatu kebutuhan rohaniah bagi setiap manusia. Sebuah kebutuhan yang
hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang dengan sungguh-sungguh meyakini
keimanannya dalam diri.
Walau pada dasarnya sikap Bahar cukup kurang ajar, tapi dia tetap menjalankan kewajiban sebagaimana seorang muslim pada umumya. Toh, iman dan ketakwaan seseorang tidak bisa diraba oleh alat indera kan?
Ringan Tangan
Tolong-menolong adalah perilaku terpuji yang mesti
dimiliki oleh setiap makluk di bumi. Enggak hanya manusia, hewan bahkan
mempunyai naluri untuk saling menolong kendati bukan dengan sesama jenisnya
loh!
Jadi enggak bisa dipungkiri nih, bila tolong-menolong
atau ringan tangan ini sangat penting dalam berinteraksi sosial. Selain bisa
meringankan beban seseorang (yang ditolong), perilaku terpuji tersebut dapat
menumbuhkan rasa kepedulian dan kasih sayang. Sebab seseorang yang ditolong
akan merasa diperhatikan.
Dalam novel Janji karya Tere Liye selain taat beribadah,
tokoh Bahar juga dideskripsikan sebagai orang yang ringan tangan. Hal tersebut
terdapat pada kutipan berikut ini.
"Dia pemuda yang baik–terlepas dari tabiat buruk
mabuk-mabukan, berjudi dan suka berkelahi. Setiap kali aku ke pasar induk, dia
membantuku menaikkan belanjaan ke atas becak, tidak mau dibayar. Kami beberapa
kali mengobrol meski tidak lama. Aku tahu dia mengontrak rumah di dekat Pasar
Induk. Aku juga pernah mengirimkan sop hangat ke kontrakannya, saat Bahar
sakit," ungkap Bibi Li.
Pada kutipan novel dijelaskan, bila saat itu tanpa
sengaja Bibi Li bertemu dengan Bahar di pasar dan dengan ringan tangan Bahar
membantu membawakan belanjaan Bibi Li ke atas becak. Tidak hanya itu, Bahar
bahkan menolak untuk diberi upah sebab dia memang berniat untuk membantu.
Bahar kendati tipikal seseorang yang susah ditebak dan
misterius, di dalam hatinya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang. Dia juga
tidak pernah memilih siapa yang akan dibantu, selama seseorang tersebut
membutuhkan bantuan, Bahar selalu berada digaris terdepan.
Tidak hanya itu, Bahar tidak segan pula membantu
orang-orang yang bahkan telah menggunjing atau mencelanya. Bukannya merasa
tersakiti oleh perbuatan orang-orang tersebut, dengan ringan tangan dia
membantu walaupun diperlakukan demikian.
Seperti halnya kutipan berikut di bawah, Bahar membantu
memperbaiki atap rumah seorang ibu yang sedang hamil dan kesusahan bersama
anaknya. Seorang ibu itu tetangga Bahar yang pernah menasehati anaknya untuk
tidak dekat-dekat Bahar yang seorang pemabuk.
Kendati diejek dan dikucilkan oleh beberapa tetangga,
tapi Bahar tidak mengindahkan omongan para tetangga bahkan tidak ada sedikitpun
rasa sakit hati terhadap perlakuan-perlakuannya. Dia dengan enteng membantu,
karena memang ibu hamil itu membutuhkan bantuan, hanya itu yang dipikirkan
Bahar.
"Malam itu hujan deras kembali turun. Kontrakan itu
kembali bocor. Bahar yang baru pulang dari pasar induk, melihat ibu-ibu hamil
itu kesusahan bersama anak SD-nya, diam-diam dia memutuskan membantu. tidak
bilang-bilang, dia memanjat atap kontrakan dari belakang, lantas memperbaiki
bocornya mengganti seng yang rusak dengan seng lain."
Bukan itu saja, Bahar bahkan mengganti seng yang rusak
dengan seng miliknya. Hingga pada akhirnya, saat hujan turun kamar mandi rumah
Bahar-lah yang bocor.
Lantas apa pendapat ibu hamil yang telah dibantunya
tersebut? Saya kira dia tidak akan membicarakan hal-hal buruk lagi tentang
Bahar. Kendati dia belum tahu, bila sebenarnya seng di rumahnya telah diganti
dengan atap seng milik Bahar.
Pekerja Keras
Si sosok misterius itu juga seorang pekerja keras. Dia
pantang meminta-minta kendati terkendala ekonomi. Memangnya apa yang Bahar
miliki, selain pakaian yang dikenakannya?
Miskin harta tidak membuat Bahar menjadi miskin hati. Dia
begitu kaya dari sisi yang berbeda. Untuk menghidupi diri yang belum mempunyai
tujuan hidup tersebut, Bahar berupaya bertahan dengan bekerja serabutan.
Seperti yang terdapat pada kutipan dibawah ini.
"Setengah jam Bahar menyelesaikan tugasnya.
Karung-karung sembako itu telah menumpuk di dalam toko. Pemilik toko memberikan
dua lembar uang sebagai upah. Mobil pikap itu juga telah pergi."
Pada waktu itu dia bekerja di pagi hingga sore hari dan
menghabiskan upahnya untuk minum di bar pada malam hari. Akan tetapi lambat
laun, ketika berpindah tempat kerja sebagai penambang emas dia mulai menyimpan
upahnya dan menggunakannya untuk hal yang lebih bermanfaat.
"Kau
belum mau istirahat, Bahar?" Mandor bertanya.
Bahar
menggeram. Malam ini dia tidak akan istirahat hingga tubuhnya terkulai
kelelahan."
"Dengan semangat kerja seperti itu, cukup dua-tiga minggu Bahar menjadi terkenal di kawasan tambang rakyat itu. Bahar yang bersedia bekerja di shift jam berapa pun, Bahar yang tidak banyak mengeluh, mengomel, apalagi protes dengan mandor dan bos."
Bahar–si misterius itu sebenarnya juga keras kepala. Dia mencoba bekerja sangat keras untuk melupakan peristiwa menyakitkan dalam hidupnya. Dia berpikir dengan bekerja keras di tambang tersebut dapat mengubah persepsinya soal takdir.
Ajaibnya
pencarian itu membuahkan hasil, baik bagi Bahar pun buruh apalagi bos tambang
emas di sana. Sebab “bekerja keras” yang
dimaksudnya itu, Bahar mulai menerima kesulitan dan lika-liku perjalanan hidup
dan bos mendapatkan bongkahan emas lebih banyak dari sebelumnya.
Rajin Bersedekah
Kesulitan ekonomi yang dialami Bahar tidak membuatnya
berhenti untuk berbuat baik. Pasalnya uang hasil kerja yang ingin digunakan
untuk minum-minum di bar telah berpindah tangan kepada salah seorang
tetangganya.
Dia menyerahkan semua upahnya kepada Mas Puji yang kini
menganggur karena harus mengurus anak yang rewel dan istrinya yang sakit.
Seperti sebelumnya, Bahar tidak menilai siapa orang yang akan dibantunya dan
dengan rela hati menyerahkan semua upahnya kepada Mas Puji.
"Kau ambil uang ini," Bahar menjulurkan uang.
Penghuni kontrakan sebelah terdiam. "Kau ambil!" Bahar melotot. Mas
Puji menggeleng. Sungkan.”
Sama halnya ketika Bahar bekerja serabutan. Saat bekerja
di tambang pun begitu bekerja keras, siang malam, tanpa lelah seolah-olah
seluruh hidupnya memang untuk bekerja dan hasil upahnya semua dia sumbangkan
untuk keperluan sosial.
Sampai-sampai perbuatannya tersebut diapresisi oleh si
bos. Kemudian si bos ikut tergugah menyumbang selayaknya yang diperbuat Bahar.
"Lagi-lagi, Bahar tidak mengambil bagiannya. Dia
menyerahkan semuanya untuk biaya pengobatan bayi, balita, anak-anak, penduduk,
serta penambang yang terkena dampak buruk dari merkuri dan tailing tambang
rakyat."
Enggak hanya itu, aksi terpuji Bahar begitu melekat di
hati masyarakat. Ketika dia berpindah pulau di Ibu Kota dan membuka usaha
kuliner rumah Padang, enggak segan Bahar menawarkan makan secara gratis kepada
tunawisma juga pengamen. Sebab Bahar tidak bisa memberi mereka uang karena
telah dibelikan untuk bahan memasak.
Bahar juga begitu memperhatikan tetangganya. Dia tahu
bila usahanya begitu sukses, tapi dia tidak egois dan memilih membuka warung
hanya sampai sore karena ingin berbagi rizeki dengan warung yang lain.
Ada salah satu peristiwa yang begitu mengharukan di
masyarakat. Ketika pada saat itu Bahar mencoba melunasi biaya tunggakan sebuah
panti. Padahal uang yang ditabungnya tersebut akan digunakan Bahar untuk
mendaftar umroh.
Masyarakat yang mengetahui hal tersebut,
berbondong-bondong mengumpulkan uang untuk membantu. Tentu saja tidak ada yang
meminta, masyarakat berisiatif karena belajar dari sikap dan sifat Bahar dalam
bermasyarakat. Jadi enggak heran, ketika Bahar telah tiada semua masyarakat
begitu merasa kehilangan sosok inspiratifnya. Seperti yang dikutip di bawah
ini.
"Pecah sudah keheningan pagi itu. Semua tetangga
keluar. Kabar duka itu tersampaikan, itu hari yang berat bagi kami semua.
Sepanjang jalan menjadi suram. Toko-toko tutup. Warung-warung tutup. Juga
ribuan karyawan gedung-gedung tinggi berdatangan saat tahu kabar tersebut. Kami
sedih sekali. Kami kehilangan imam salat yang bacaannya merdu. Kami kehilangan
tetangga yang selalu baik kepada sekitar. Kami kehilangan orang yang selalu
berkata jujur dan benar. Kami sungguh kehilangan seseorang yang senantiasa
ringan bersedekah."
Pemaaf
Walaupun disisi lain Bahar mempunyai kebiasaan yang
kurang baik, tapi dia seseorang yang mudah memaafkan. Dia adalah orang yang
tidak cepat menghakimi orang lain, kendati kadang kala perilaku orang lain
tersebut tidak bisa dibenarkan.
Seperti halnya kutipan berikut di bawah, dengan penuh
kelembutan Bahar memberikan pengertian kepada kedua anak yang terpaksa mencuri
untuk membeli makan. Kala itu keduanya dikejar security dan meminta tolong
untuk bersembunyi di warung Bahar.
"Pagi itu, tidak hanya mendapatkan makan, dua anak
itu ditawari bekerja oleh Bahar ...."
Bahar yang curiga dengan kedua anak tersebut meminta
penjelasan. Keduanya mengaku terpaksa mencuri sebuah gawai di salah satu kantor
untuk membeli makan.
Setelah mengetahui kronologinya, Bahar membawa kedua anak
itu untuk meminta maaf dan mengembalikan barang yang dicuri. Beruntung korban
tidak memperpanjang masalah.
Selain itu, Bahar menawarkan kedua anak itu untuk makan
di warungnya secara cuma-cuma. Kalau kedua anak itu bukan bertemu dengan Bahar
apakah mempunyai nasib yang sama?
Enggak hanya itu, dengan penuh kelembutan dan rasa
percaya kepada kedua anak tersebut, Bahar menawarkan mereka pekerjaan.
Bersikap Adil
Bersikap adil kendati pun merupakan sikap terpuji, tapi
begitu sulit untuk dilaksanakan. Eh, saya kira tidak semua orang bisa
menerapkannya. Apalagi di dunia yang penuh dengan tipu musliha ini.
Enggak perlu jauh-jauh memberi contoh adil dalam
bermasyarakat, coba saja renungkan apakah kita sudah bersikap adil pada diri
sendiri?
Akan tetapi berbeda dengan Bahar. Seseorang yang
mempunyai karakter yang begitu mulia ini, berani berseru tidak hanya dengan
lisannya. Namun ditunjukkan melalui sikap dan perbuatannya.
Seperti dalam salah satu kutipan berikut, Bahar mengaku
tidak bisa diam dengan ketidakadilan yang dialami salah seorang rekan narapida.
Walaupun pada dasarnya setiap narapidana tersebut bukanlah seseorang yang
bersih dari kesalahan, tapi Bahar tidak bisa menerimanya.
"Anak itu dipukuli gara-gara hal sepele. Aku tidak
bisa diam."
Bahar melakukan perlawanan dan menolong rekannya yang
dianiaya. Sebab bagi Bahar merupakan tindakan pengecut bila menghakimi
seseorang yang lebih lemah. Toh, saya pun sudah menjelaskan bila Bahar tidak
pernah memilih siapa yang akan ditolongnya. Selama seseorang tersebut
membutuhkan pertolongan, Bahar akan sigap membantunya.
Giat Belajar
Siapa yang menyangka bila Bahar mempunyai rasa ingin tahu
yang besar pada ilmu pengetahuan? Semasa kecil dia yang selalu membuat onar di
kampung hingga dimasukkan ke pesantren, pernah dipenjara dan hidup dikerasnya
lorong-lorong kota, menjadikan dia seorang pembelajar?
Kendati begitu tidak ada yang tahu seberapa kuat Tuhan
telah membolak-balikkan hatinya kan?
Saya kira berawal ketika Bahar mulai sadar, bila selama
ini banyak hal yang sebenarnya perlu dia syukuri dan tidak menyalahkan lagi
pada hal-hal menyakitkan dalam hidupnya. sehingga untuk menjalani hidupnya,
Bahar terus mengasah keterampilannya guna menolong sesama.
"Wajah Muhib terlipat--rasa ingin tahunya langsung
menguap demi melihat buku tebal. Padahal itu juga yang membuat keahlian Bahar
terus meningkat, dia tetep rajin belajar, meminjam buku-buku tersebut dari
perpustakaan kota atau mencari buku-buku itu di lapak penjual buku bekas."
Seperti kutipan di atas, Bahar begitu rajin membaca buku
tentang otomotif yang dipinjamnya di perpustakaan. Dengan membaca dan
menerapkan ilmunya tersebut membuat Bahar semakin mahir dalam mengotak-atik
kendaraan bahkan alat elektronik.
Jadi enggak
heran, bila usaha otomotifnya selalu ramai dan mendapat sanjungan karena
keahlian Bahar sebagai montir. Toh, tidak ada kata terlambat untuk belajar kan?
Rendah Hati
Selain giat belajar, Bahar juga sosok yang begitu rendah
hati. Dia memang telah gila pengetahuan, tapi Bahar tidak menikmatinya sendiri.
Ada Muhib, salah seorang karyawannya yang juga dia ajari dunia otomotif. You
know-lah, banyaknya pelanggan membuat Bahar kuwalahan dia butuh rekan untuk
mengerjakannya.
"Ilmu itu gratis, Muhib. Pernah kau diminta bayaran
oleh Tuhan saat kau belajar banyak hal dari memperhatikan sekitar? Pernah kau
ditagih malaikat?"
Sehubungan
dengan hal itu, selama ini Bahar tidak pernah menarik bayaran mahal. Dia akan
meminta bayaran sesuai kesulitan barang yang rusak. Jika hanya eror atau tanpa
mengganti spare part maka biayanya gratis, apalagi hanya menyambung kabel yang
putus. Sedangkan jika barang elektronik membutuhkan peralatan baru, maka
pelanggan hanya membayar ganti rugi pembelian peralatannya itu.
Mempunyai Prinsip Hidup
Dalam dunia ini, saya kira amat jarang seseorang yang
begitu mempertahankan prinsip hidupnya. Ya, prinsip hidup untuk tidak terlalu
mengurusi hidup orang lain. Kendati saya kira sangat sulit sih, kan manusia itu
makhluk sosial? Makhluk sosial yang bermasyarakat hahaha.
Akan tetapi berbeda dengan Bahar. Dia tetap menjunjung
prinsip untuk tidak ikut campur urusan orang lain seperti kutipan di bawah ini.
"Aku tidak suka orang bergunjing. Buat apa sih kita
membahas masalah keluarga orang lain? Itu bukan urusan kita. Apa asyiknya itu
dibicarakan?"
Salah seorang warga mengatakan bila pujaan hati Bahar
sudah bercerai dan kembali ke rumah. Lantas
seseorang itu dengan asyiknya ingin membicarakan tentang alasan
percerainnya tersebut, tapi dengan nada ketus Bahar langsung menasehatinya.
Toh, benar juga kata Bahar untuk apa membicarakan urusan
orang lain, kendati orang tersebut pernah menjadi dambaan dalam hatinya. Akan
tetapi saya tidak yakin bila bukan Bahar, akankah dapat berkata demikian? Hehe.
Daftar Pustaka:
Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran
Nilai Karakter.Jakarta: Rajawali Pers.
Bertens. K.
2013. Etika. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Liye, Tere. (2021). Janji. Jakarta: Sabak
Grip Nusantara.
Mujtaba, Sahlan; Muhtaron, Imam; Yani, Fitri.
(2021). Nilai Sosial dalam Novel Yogyakarta karya Damien Dematra dan
Relevansinya Sebagai Materi Ajar Di Sma: Kajian Sosiologi Sastra . LITERASI,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 110.
Nurgiantoro,
Burhan. (2015). Teori Kajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Nursalim; Syarifudin, Muhammad. (2019). STRATEGI
PENGAJARAN SASTRA. PENTAS, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 3.
Setianingrum, Hesti. 2018. Nilai-nilai
Materi Pendidikan Agama Islam pada Novel Cinta Dalam 99 Nama-Mu karya Asma
Nadia.Skripsi.Salatiga: Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Umar, Jusnimar. (2017). Peranan Nilai Sosial dalam
Pengembangan Pendidikan Umum. Al-Idarah, Jurnal Kependidikan Islam, 11.
Wellek,
Werren. (2016). Teori kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zubaedi.
(2012). Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
0 Comments