Nilai Sosial dalam Novel Janji karya Tere Liye

You know-lah, perkembangan zaman membuat generasi bangsa mengalami kemerosotan nilai sosial. Kepedulian dalam bersosialisasi terus turun akibat sikap ingin menang sendiri.

Enggak heran bila menurunnya kepedulian sosial mengakibatkan banyak efek negatif terutama dalam pergaulan remaja, baik di sekolah maupun lingkungan.

Saat membaca berita elektronik, saya cukup tercengang dan merasa prihatin terhadap kasus-kasus yang dilakukan remaja masa kini. Kasus yang saya kira tidak pantas dilakukan oleh remaja di bawah umur.



Tidak ada dalam pikiran saya si remaja dapat melakukan hal amoral tersebut. Lantas siapakah yang perlu bertanggung jawab terhadap tindakan pun perilaku si remaja, orang tua, warga, para guru di sekolah ataukah pemerintah?

Sehubungan dengan hal itu, saya kira pembelajaran sastra menjadi salah satu cara untuk mengarahkan remaja dalam mendekatkan pemahaman tentang nilai sosial, baik dampak dan manfaatnya dalam kehidupan. Sebab pembelajaran sastra mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam memahami, menghayati dan menikmati karya sastra bahkan mampu mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra tersebut.

Seperti halnya menurut Al-Ma’ruf dalam Nursalim (2019:3) yang mengungkapkan sastra berperan penting bagi kehidupan manusia. Dalam proses pembelajaran, sastra bermanfaat sebagai media untuk meningkatkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai kearifan lokal, sosial, budaya dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi.

Nah! Salah satu karya sastra yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran sastra yaitu novel. Menurut Nurgiantoro (2013:9) “Novel adalah karya sastra yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.”

Menurut Mujtaba mengungkapkan (2021:110) “... Novel merupakan salah satu karya sastra yang berisi berbagai peristiwa yang dialami oleh tokoh secara sistematik dengan menampilkan unsur cerita paling lengkap. Novel mempunyai tugas yang penting sebagai bahan bacaan yang dapat memberi pengaruh moral atau nilai yang positif bagi pembacanya....”

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kurniasari (dalam Setianingrum, 2018:32) bahwa “Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku”.

Jadi enggak perlu ragu deh, bila novel dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pembelajaran sastra terkhusus nilai sosial di sekolah.

Akan tetapi nilai sosial itu apa sih?

Nilai merupakan sesuatu yang berlaku, mengikat dan dapat diterima oleh semua orang, baik individu maupun masyarakat. “Nilai berasal dari bahasa Latin valere yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang ....” (Adisusilo, 2013:56). Menurut Bertens (2013:111) nilai merupakan sesuatu yang menarik, menyenangkan dan diinginkan, dan berkonotasi positif.

Menurut Umar (2021:11) sosial berasal dari bahasa Yunani kata “Socius” yang berarti kawan atau masyarakat. Menurut KBBI kata sosial berarti berkenanaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dsb).

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bila nilai sosial adalah sesuatu yang baik juga bermanfaat dalam bermasyarat.

Dalam pembahasan kali ini saya akan menyajikan salah satu alternatif materi pembelajaran sastra dari novel karya Tere Liye berjudul Janji. Btw, sinopsis novel Janji karya Tere Liye sudah pernah saya bahas, bisa Teteman baca  dipralana berikut. Meneladani Kehidupan Si Pemelihara Pusaka ( Review Novel Janji karya Tere Liye)

Analisis Nilai Sosial Tokoh Bahar dalam Novel Janji karya Tere Liye

Menurut Wellek dan Werren (2016:100) terdapat tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra yakni: 

(1) Sosiologi pengarang yang berkaitan dengan masalah dasar ekonomi sastra, status pengarang, latar belakang sosial, dan ideologi pengarang di luar karya sastra;

(2) Sosiologi karya yang berkaitan dengan isi, tujuan, dan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri yang berhubungan dengan masalah sosial; dan

(3) Sosiologi pembaca berkaitan dengan masalah pembaca dan dampak sosial karya sastra. 

Analisis kali ini menggunakan sosiologi sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri yakni novel Janji karya Tere Liye untuk mengungkapkan isi, tujuan, dan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra dan berhubungan dengan masalah sosial.

Nilai sosial sendiri terdiri atas beberapa sub nilai. Menurut Zubaedi (2012:13) nilai-nilai tersebut  terdiri atas:

(1) Loves (kasih sayang) yang terdiri atas pengabdian, kekeluargaan, tolong menolong, kepedulian, dan kesetiaan;

(2) Responsibility (tanggung jawab) yang terdiri atas nilai rasa memiliki, empati, dan disiplin; dan (3) Life Harmony (keserasian hidup) yang terdiri atas nilai keadilan, kerja sama, toleransi, dan demokrasi.

Berdasarkan sub nilai-nilai sosial tersebut, nilai sosial tokoh Bahar dalam novel Janji karya Tere Liye diantaranya: taat beribadah, ringan tangan, pekerja keras, rajin beredekah, pemaaf, bersikap adil, giat belajar, rendah hati dan mempunyai prinsip hidup. Berikut ulasan penjelasannya.


Taat Beribadah

Sebagai manusia yang beragama, melaksanakan ibadah merupakan suatu hal yang tidak bisa dilanggar begitu saja. Kendati setiap agama mempunyai cara ibadah yang berbeda-beda.

Ibadah menurut KBBI merupakan perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah SWT yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Begitupun yang dilakukan oleh Bahar. Kendati dia bersikap semena-mena dan masih bertingkah kurang baik. Namun dia tidak sekalipun meninggalkan ibadah wajib yakni salat. Seperti dalam salah satu kutipan novel Janji karya Tere Liye berikut.

"Ah iya, sebelum pergi aku melihatnya melakukan gerakan-gerakan aneh, seperti senam. Wajahnya basah, tangannya basah, dia seperti habis menggunakan keran taman dekat kamar itu. Saat kembali masuk, pintu kamar terbuka, jadi aku bisa melihatnya melakukan senam tersebut."

Berdasarkan kutipan novel di atas, Bahar diketahui sedang melaksanakan salat subuh di rumah Koh Acong–seorang preman dan pengusaha keturuhan Cina. Koh Acong membawa Bahar ke rumahnya, sebab semalam dia tidak sadarkan diri setelah banyak minum di salah satu bar di daerah tersebut.

Koh Acong yang tidak tahu alamat teman mengobrolnya tersebut, memutuskan membawa dia ke rumah. Lantas keesokan paginya, Bahar sudah menghilang sebelum si tuan rumah bangun dari tidur.

Seorang pembantu bernama Bibi Li menjelaskan, bila Bahar pergi setelah melakukan “senam” tersebut. Koh Acong kandati seorang keturunan cina tidak terkejut dengan istilah senam yang disebut itu. Dia tahu Bahar sedang menunaikan salat.

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan pula bila ibadah adalah suatu kebutuhan rohaniah bagi setiap manusia. Sebuah kebutuhan yang hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang dengan sungguh-sungguh meyakini keimanannya dalam diri.

Walau pada dasarnya sikap Bahar cukup kurang ajar, tapi dia tetap menjalankan kewajiban sebagaimana seorang muslim pada umumya. Toh, iman dan ketakwaan seseorang tidak bisa diraba oleh alat indera kan?


Ringan Tangan

Tolong-menolong adalah perilaku terpuji yang mesti dimiliki oleh setiap makluk di bumi. Enggak hanya manusia, hewan bahkan mempunyai naluri untuk saling menolong kendati bukan dengan sesama jenisnya loh!

Jadi enggak bisa dipungkiri nih, bila tolong-menolong atau ringan tangan ini sangat penting dalam berinteraksi sosial. Selain bisa meringankan beban seseorang (yang ditolong), perilaku terpuji tersebut dapat menumbuhkan rasa kepedulian dan kasih sayang. Sebab seseorang yang ditolong akan merasa diperhatikan.

Dalam novel Janji karya Tere Liye selain taat beribadah, tokoh Bahar juga dideskripsikan sebagai orang yang ringan tangan. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut ini.

"Dia pemuda yang baik–terlepas dari tabiat buruk mabuk-mabukan, berjudi dan suka berkelahi. Setiap kali aku ke pasar induk, dia membantuku menaikkan belanjaan ke atas becak, tidak mau dibayar. Kami beberapa kali mengobrol meski tidak lama. Aku tahu dia mengontrak rumah di dekat Pasar Induk. Aku juga pernah mengirimkan sop hangat ke kontrakannya, saat Bahar sakit," ungkap Bibi Li.

Pada kutipan novel dijelaskan, bila saat itu tanpa sengaja Bibi Li bertemu dengan Bahar di pasar dan dengan ringan tangan Bahar membantu membawakan belanjaan Bibi Li ke atas becak. Tidak hanya itu, Bahar bahkan menolak untuk diberi upah sebab dia memang berniat untuk membantu.

Bahar kendati tipikal seseorang yang susah ditebak dan misterius, di dalam hatinya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang. Dia juga tidak pernah memilih siapa yang akan dibantu, selama seseorang tersebut membutuhkan bantuan, Bahar selalu berada digaris terdepan.

Tidak hanya itu, Bahar tidak segan pula membantu orang-orang yang bahkan telah menggunjing atau mencelanya. Bukannya merasa tersakiti oleh perbuatan orang-orang tersebut, dengan ringan tangan dia membantu walaupun diperlakukan demikian.

Seperti halnya kutipan berikut di bawah, Bahar membantu memperbaiki atap rumah seorang ibu yang sedang hamil dan kesusahan bersama anaknya. Seorang ibu itu tetangga Bahar yang pernah menasehati anaknya untuk tidak dekat-dekat Bahar yang seorang pemabuk.

Kendati diejek dan dikucilkan oleh beberapa tetangga, tapi Bahar tidak mengindahkan omongan para tetangga bahkan tidak ada sedikitpun rasa sakit hati terhadap perlakuan-perlakuannya. Dia dengan enteng membantu, karena memang ibu hamil itu membutuhkan bantuan, hanya itu yang dipikirkan Bahar.

"Malam itu hujan deras kembali turun. Kontrakan itu kembali bocor. Bahar yang baru pulang dari pasar induk, melihat ibu-ibu hamil itu kesusahan bersama anak SD-nya, diam-diam dia memutuskan membantu. tidak bilang-bilang, dia memanjat atap kontrakan dari belakang, lantas memperbaiki bocornya mengganti seng yang rusak dengan seng lain."

Bukan itu saja, Bahar bahkan mengganti seng yang rusak dengan seng miliknya. Hingga pada akhirnya, saat hujan turun kamar mandi rumah Bahar-lah yang bocor.

Lantas apa pendapat ibu hamil yang telah dibantunya tersebut? Saya kira dia tidak akan membicarakan hal-hal buruk lagi tentang Bahar. Kendati dia belum tahu, bila sebenarnya seng di rumahnya telah diganti dengan atap seng milik Bahar.

 

Pekerja Keras

Si sosok misterius itu juga seorang pekerja keras. Dia pantang meminta-minta kendati terkendala ekonomi. Memangnya apa yang Bahar miliki, selain pakaian yang dikenakannya?

Miskin harta tidak membuat Bahar menjadi miskin hati. Dia begitu kaya dari sisi yang berbeda. Untuk menghidupi diri yang belum mempunyai tujuan hidup tersebut, Bahar berupaya bertahan dengan bekerja serabutan. Seperti yang terdapat pada kutipan dibawah ini.

"Setengah jam Bahar menyelesaikan tugasnya. Karung-karung sembako itu telah menumpuk di dalam toko. Pemilik toko memberikan dua lembar uang sebagai upah. Mobil pikap itu juga telah pergi."

Pada waktu itu dia bekerja di pagi hingga sore hari dan menghabiskan upahnya untuk minum di bar pada malam hari. Akan tetapi lambat laun, ketika berpindah tempat kerja sebagai penambang emas dia mulai menyimpan upahnya dan menggunakannya untuk hal yang lebih bermanfaat.

"Kau belum mau istirahat, Bahar?" Mandor bertanya.

Bahar menggeram. Malam ini dia tidak akan istirahat hingga tubuhnya terkulai kelelahan."

"Dengan semangat kerja seperti itu, cukup dua-tiga minggu Bahar menjadi terkenal di kawasan tambang rakyat itu. Bahar yang bersedia bekerja di shift jam berapa pun, Bahar yang tidak banyak mengeluh, mengomel, apalagi protes dengan mandor dan bos."

Bahar–si misterius itu sebenarnya juga keras kepala. Dia mencoba bekerja sangat keras untuk melupakan peristiwa menyakitkan dalam hidupnya. Dia berpikir dengan bekerja keras di tambang tersebut dapat mengubah persepsinya soal takdir.

Ajaibnya pencarian itu membuahkan hasil, baik bagi Bahar pun buruh apalagi bos tambang emas di sana. Sebab “bekerja keras”  yang dimaksudnya itu, Bahar mulai menerima kesulitan dan lika-liku perjalanan hidup dan bos mendapatkan bongkahan emas lebih banyak dari sebelumnya.

 

Rajin Bersedekah

Kesulitan ekonomi yang dialami Bahar tidak membuatnya berhenti untuk berbuat baik. Pasalnya uang hasil kerja yang ingin digunakan untuk minum-minum di bar telah berpindah tangan kepada salah seorang tetangganya.

Dia menyerahkan semua upahnya kepada Mas Puji yang kini menganggur karena harus mengurus anak yang rewel dan istrinya yang sakit. Seperti sebelumnya, Bahar tidak menilai siapa orang yang akan dibantunya dan dengan rela hati menyerahkan semua upahnya kepada Mas Puji.

"Kau ambil uang ini," Bahar menjulurkan uang. Penghuni kontrakan sebelah terdiam. "Kau ambil!" Bahar melotot. Mas Puji menggeleng. Sungkan.”

Sama halnya ketika Bahar bekerja serabutan. Saat bekerja di tambang pun begitu bekerja keras, siang malam, tanpa lelah seolah-olah seluruh hidupnya memang untuk bekerja dan hasil upahnya semua dia sumbangkan untuk keperluan sosial.

Sampai-sampai perbuatannya tersebut diapresisi oleh si bos. Kemudian si bos ikut tergugah menyumbang selayaknya yang diperbuat Bahar.

"Lagi-lagi, Bahar tidak mengambil bagiannya. Dia menyerahkan semuanya untuk biaya pengobatan bayi, balita, anak-anak, penduduk, serta penambang yang terkena dampak buruk dari merkuri dan tailing tambang rakyat."

Enggak hanya itu, aksi terpuji Bahar begitu melekat di hati masyarakat. Ketika dia berpindah pulau di Ibu Kota dan membuka usaha kuliner rumah Padang, enggak segan Bahar menawarkan makan secara gratis kepada tunawisma juga pengamen. Sebab Bahar tidak bisa memberi mereka uang karena telah dibelikan untuk bahan memasak.

Bahar juga begitu memperhatikan tetangganya. Dia tahu bila usahanya begitu sukses, tapi dia tidak egois dan memilih membuka warung hanya sampai sore karena ingin berbagi rizeki dengan warung yang lain.

Ada salah satu peristiwa yang begitu mengharukan di masyarakat. Ketika pada saat itu Bahar mencoba melunasi biaya tunggakan sebuah panti. Padahal uang yang ditabungnya tersebut akan digunakan Bahar untuk mendaftar umroh.

Masyarakat yang mengetahui hal tersebut, berbondong-bondong mengumpulkan uang untuk membantu. Tentu saja tidak ada yang meminta, masyarakat berisiatif karena belajar dari sikap dan sifat Bahar dalam bermasyarakat. Jadi enggak heran, ketika Bahar telah tiada semua masyarakat begitu merasa kehilangan sosok inspiratifnya. Seperti yang dikutip di bawah ini.

"Pecah sudah keheningan pagi itu. Semua tetangga keluar. Kabar duka itu tersampaikan, itu hari yang berat bagi kami semua. Sepanjang jalan menjadi suram. Toko-toko tutup. Warung-warung tutup. Juga ribuan karyawan gedung-gedung tinggi berdatangan saat tahu kabar tersebut. Kami sedih sekali. Kami kehilangan imam salat yang bacaannya merdu. Kami kehilangan tetangga yang selalu baik kepada sekitar. Kami kehilangan orang yang selalu berkata jujur dan benar. Kami sungguh kehilangan seseorang yang senantiasa ringan bersedekah."

 

Pemaaf

Walaupun disisi lain Bahar mempunyai kebiasaan yang kurang baik, tapi dia seseorang yang mudah memaafkan. Dia adalah orang yang tidak cepat menghakimi orang lain, kendati kadang kala perilaku orang lain tersebut tidak bisa dibenarkan.

Seperti halnya kutipan berikut di bawah, dengan penuh kelembutan Bahar memberikan pengertian kepada kedua anak yang terpaksa mencuri untuk membeli makan. Kala itu keduanya dikejar security dan meminta tolong untuk bersembunyi di warung Bahar.

"Pagi itu, tidak hanya mendapatkan makan, dua anak itu ditawari bekerja oleh Bahar ...."

Bahar yang curiga dengan kedua anak tersebut meminta penjelasan. Keduanya mengaku terpaksa mencuri sebuah gawai di salah satu kantor untuk membeli makan.

Setelah mengetahui kronologinya, Bahar membawa kedua anak itu untuk meminta maaf dan mengembalikan barang yang dicuri. Beruntung korban tidak memperpanjang masalah.

Selain itu, Bahar menawarkan kedua anak itu untuk makan di warungnya secara cuma-cuma. Kalau kedua anak itu bukan bertemu dengan Bahar apakah mempunyai nasib yang sama?

Enggak hanya itu, dengan penuh kelembutan dan rasa percaya kepada kedua anak tersebut, Bahar menawarkan mereka pekerjaan.

 

Bersikap Adil

Bersikap adil kendati pun merupakan sikap terpuji, tapi begitu sulit untuk dilaksanakan. Eh, saya kira tidak semua orang bisa menerapkannya. Apalagi di dunia yang penuh dengan tipu musliha ini.

Enggak perlu jauh-jauh memberi contoh adil dalam bermasyarakat, coba saja renungkan apakah kita sudah bersikap adil pada diri sendiri?

Akan tetapi berbeda dengan Bahar. Seseorang yang mempunyai karakter yang begitu mulia ini, berani berseru tidak hanya dengan lisannya. Namun ditunjukkan melalui sikap dan perbuatannya.

Seperti dalam salah satu kutipan berikut, Bahar mengaku tidak bisa diam dengan ketidakadilan yang dialami salah seorang rekan narapida. Walaupun pada dasarnya setiap narapidana tersebut bukanlah seseorang yang bersih dari kesalahan, tapi Bahar tidak bisa menerimanya.

"Anak itu dipukuli gara-gara hal sepele. Aku tidak bisa diam."

Bahar melakukan perlawanan dan menolong rekannya yang dianiaya. Sebab bagi Bahar merupakan tindakan pengecut bila menghakimi seseorang yang lebih lemah. Toh, saya pun sudah menjelaskan bila Bahar tidak pernah memilih siapa yang akan ditolongnya. Selama seseorang tersebut membutuhkan pertolongan, Bahar akan sigap membantunya.

 

Giat Belajar

Siapa yang menyangka bila Bahar mempunyai rasa ingin tahu yang besar pada ilmu pengetahuan? Semasa kecil dia yang selalu membuat onar di kampung hingga dimasukkan ke pesantren, pernah dipenjara dan hidup dikerasnya lorong-lorong kota, menjadikan dia seorang pembelajar?

Kendati begitu tidak ada yang tahu seberapa kuat Tuhan telah membolak-balikkan hatinya kan?

Saya kira berawal ketika Bahar mulai sadar, bila selama ini banyak hal yang sebenarnya perlu dia syukuri dan tidak menyalahkan lagi pada hal-hal menyakitkan dalam hidupnya. sehingga untuk menjalani hidupnya, Bahar terus mengasah keterampilannya guna menolong sesama.

"Wajah Muhib terlipat--rasa ingin tahunya langsung menguap demi melihat buku tebal. Padahal itu juga yang membuat keahlian Bahar terus meningkat, dia tetep rajin belajar, meminjam buku-buku tersebut dari perpustakaan kota atau mencari buku-buku itu di lapak penjual buku bekas."

Seperti kutipan di atas, Bahar begitu rajin membaca buku tentang otomotif yang dipinjamnya di perpustakaan. Dengan membaca dan menerapkan ilmunya tersebut membuat Bahar semakin mahir dalam mengotak-atik kendaraan bahkan alat elektronik.

Jadi enggak heran, bila usaha otomotifnya selalu ramai dan mendapat sanjungan karena keahlian Bahar sebagai montir. Toh, tidak ada kata terlambat untuk belajar kan?

 

Rendah Hati

Selain giat belajar, Bahar juga sosok yang begitu rendah hati. Dia memang telah gila pengetahuan, tapi Bahar tidak menikmatinya sendiri. Ada Muhib, salah seorang karyawannya yang juga dia ajari dunia otomotif. You know-lah, banyaknya pelanggan membuat Bahar kuwalahan dia butuh rekan untuk mengerjakannya.

"Ilmu itu gratis, Muhib. Pernah kau diminta bayaran oleh Tuhan saat kau belajar banyak hal dari memperhatikan sekitar? Pernah kau ditagih malaikat?"

Sehubungan dengan hal itu, selama ini Bahar tidak pernah menarik bayaran mahal. Dia akan meminta bayaran sesuai kesulitan barang yang rusak. Jika hanya eror atau tanpa mengganti spare part maka biayanya gratis, apalagi hanya menyambung kabel yang putus. Sedangkan jika barang elektronik membutuhkan peralatan baru, maka pelanggan hanya membayar ganti rugi pembelian peralatannya itu.

 

Mempunyai Prinsip Hidup

Dalam dunia ini, saya kira amat jarang seseorang yang begitu mempertahankan prinsip hidupnya. Ya, prinsip hidup untuk tidak terlalu mengurusi hidup orang lain. Kendati saya kira sangat sulit sih, kan manusia itu makhluk sosial? Makhluk sosial yang bermasyarakat hahaha.

Akan tetapi berbeda dengan Bahar. Dia tetap menjunjung prinsip untuk tidak ikut campur urusan orang lain seperti kutipan di bawah ini.

"Aku tidak suka orang bergunjing. Buat apa sih kita membahas masalah keluarga orang lain? Itu bukan urusan kita. Apa asyiknya itu dibicarakan?"

Salah seorang warga mengatakan bila pujaan hati Bahar sudah bercerai dan kembali ke rumah. Lantas  seseorang itu dengan asyiknya ingin membicarakan tentang alasan percerainnya tersebut, tapi dengan nada ketus Bahar langsung menasehatinya.

Toh, benar juga kata Bahar untuk apa membicarakan urusan orang lain, kendati orang tersebut pernah menjadi dambaan dalam hatinya. Akan tetapi saya tidak yakin bila bukan Bahar, akankah dapat berkata demikian? Hehe.

 

 

Daftar Pustaka:

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter.Jakarta: Rajawali Pers.

Bertens. K. 2013. Etika. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Liye, Tere. (2021). Janji. Jakarta: Sabak Grip Nusantara.

Mujtaba, Sahlan; Muhtaron, Imam; Yani, Fitri. (2021). Nilai Sosial dalam Novel Yogyakarta karya Damien Dematra dan Relevansinya Sebagai Materi Ajar Di Sma: Kajian Sosiologi Sastra . LITERASI, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 110.

Nurgiantoro, Burhan. (2015). Teori Kajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University.

Nursalim; Syarifudin, Muhammad. (2019). STRATEGI PENGAJARAN SASTRA. PENTAS, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3.

Setianingrum, Hesti. 2018. Nilai-nilai Materi Pendidikan Agama Islam pada Novel Cinta Dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia.Skripsi.Salatiga: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

 

Umar, Jusnimar. (2017). Peranan Nilai Sosial dalam Pengembangan Pendidikan Umum. Al-Idarah, Jurnal Kependidikan Islam, 11.

Wellek, Werren. (2016). Teori kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zubaedi. (2012). Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Post a Comment

0 Comments