Showing posts with label Edukasi. Show all posts
Showing posts with label Edukasi. Show all posts

3.2.23

Kesenjangan Sosial dalam Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit karya Rizqi Turama

 

“Keadilan menjadi barang sukar,

ketika hukum hanya tegak pada yang bayar.”

 

-  Najwa Shihab

 

Rizqi Turama merupakan alumi angkatan 2008, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sriwijaya. Kemudian pengarang melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada Program Pascasarjana Ilmu Sastra dan menyelesaikan studinya pada tahun 2015. Semasa studi Pascasarjana, pengarang menerbitkan dua buah novel bergenre action, yakni Sniper: Man Kill Batallion dan Kampus Elite Berhantu yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh Penerbit Gerrmedia Presindo.

Seorang pengarang berkelahiran Kota Pempek ini, pernah mengikuti Kelas Cerpen Kompas yang dipandu oleh Putu Fajar Arcana dan Joko Pinurbo, pada November 2016 di Borobudur Writer and Cultural Festival. Selain sebagai dosen di Universitas Sriwijaya, pengarang juga aktif di Sanggar EKS dan Komunitas Kota Kata Palembang. Salah satu prestasinya pada tahun 2018, Rizki Taruma kembali menerbitkan buku berjudul Teriakan dalam Bungkam yang diterbitkan oleh Penerbit Hysteria.



Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit bercerita tentang Mek dan suaminya yang seorang perantau. Mereka  hidup bergantung dari mengurus lahan atau tanah Pak Minto. Lahan yang awalnya tidak terurus itu, dimanfaatkan Mek untuk bercocok tanam. Suatu hari Mek tiga kali berturut-turut bermimpi tentang lelaki berpakaian putih. Dalam mimpinya, lelaki itu mengatakan Mek untuk menjadi tukang urut. Ketika menceritakan hal tersebut kepada suaminya, Mek hanya mendapatkan reaksi biasa. Menurut suami, lebih baik memikirkan hal yang lain, seperti mencari pekerjaan baru karena lahan Pak Minto akan dijual untuk dibangun minimarket warabala.

Sulitnya  mencari pekerjaan dan tidak ada lahan yang bisa dikerjakan, akhirnya Mek dan keluarganya memutuskan untuk merantau ke kota provinsi. Di kota provinsi mereka mengontrak petak kecil di sudut gang kumuh. Beberapa hari kemudian, datanglah seorang wanita kaya yang meminta Mek untuk memijit bahunya. Wanita itu berusaha untuk meyakinkan Mek, setelah berulang kali Mek menolak. Namun, ketika Mek dengan senang hati menuruti permintaan wanita kaya untuk mengurut bahunya, dia mengatakan kalau suaminya telah membeli lahan milik Pak Minto dengan harga yang pas untuk dibangun minimarket warabala. Mendengar cerita itu Mek tahu, tinggal satu usapan jempol lagi urat salah tempat yang ada di bahu wanita kaya akan sembuh. Akan tetapi, saat itu juga Mek memutuskan menolak untuk memijit.

Cerita Mek Mencoba Menolak Memijit dianalisis menggunakan kajian kontekstual dan pendekatan sosiologis. Rizqi Turama menggambarkan  fenomena yang terjadi dalam masyarakat yang dikemas secara menarik dan lugas. Dalam cerita, pengarang berupaya menunjukkan keprihatinannya terhadap rakyat kecil, juga teguran gamblang untuk para penguasa.

Secara linguistik Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit banyak menggunakan diksi yang mengandung semantik dan terdapat majas asidenton. Seperti pada kutipan berikut ini.

 

“Panen yang sudah dibayangkan oleh Mek dan suami seketika harus menguap.” (paragraf  17)

Kata menguap pada frasa seketika harus menguap diartikan sebagai hilang atau lenyap dalam sekejap. Kutipan tersebut menjelaskan bagaimana harapan Mek dan Suami terhadap hasil panen tidak sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya. Terjualnya lahan Pak Minto membuat Mek dan suami menanggung rugi yang tidak sedikit.

 

“.... ada tiga puluh menit yang habis di dalam keheningan yang pekat. .... Meskipun begitu, ada kericuhan dan kegaduhan dalam benak masing-masing....” (paragraf 18


Kutipan pada klausa habis dalam keheningan yang pekat, dapat dimaknai bahwa saat itu Mek dan suami sama-sama diam, tidak mengeluarkan sepatah-katapun. Keduanya merenungi dan berbicara pada diri masing-masing, yang dijelaskan pada kutipan berikutnya yakni ada kericuhan dan kegaduhan dalam benak masing-masing.

 

 “.... Tangan mereka telah terbiasa mencangkul, memupuk, menyiangi.....” (paragraf 21)

Kutipan tersebut termasuk dalam majas asindenton, yakni majas retorika yang menggunakan kata atau frasa, baik benda, hal, peristiwa maupun keadaan yang sederajat secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung, melainkan hanya menggunakan tanda koma sebagai pemisah (Santosa, 1996:148). Majas tersebut terdapat pada kata mencangkul, memupuk, menyiangi. Ketiga kata itu merupakan verba yang menegaskan bahwa Mek dan suami merupakan seorang petani yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan yang telah disebutkan dalam cerpen. Sehingga, penggunaan diksi dalam cerpen menjadi lugas dan selaras.


Penindasan Terhadap Rakyat Kecil

Cerpen Mek Menolak Untuk Memijit karya Rizki Taruma pada dasarnya menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis (the sosiological approach) menurut Semi (1989:46) adalah pendekatan yang bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas-jelasnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Santosa  (1996:35-36) bahwa kritik sastra sosial adalah kritik sastra yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Jenis kritik sastra ini ditelaah melalui segi-segi sosial kemasyarakatan, misal memfokuskan masalah kandungan sosial karya sastra dari segi pendidikan, lembaga perkawinan, ideologi, politik, pemerintahan, dan ekonomi.

Pada cerpen ini menceritakan kehidupan tokoh Mek dan suami yang memutuskan merantau untuk mengadu nasib. Akan tetapi, kota perantauan yang dituju  juga tidak memberikan perubahan yang berarti untuk keluarga Mek.

 

lahan itu sudah dijual. Ada orang yang mau membangun minimarket warabala di sana. Kabarnya satu atau dua bulan lagi pembangunan akan dimulai.” (paragraf 15)

Kutipan di atas merupakan ucapan dari pemilik lahan yang berkunjung ke rumah Mek. Pemilik lahan yang bernama Pak Minto mencoba mengatakan bahwa tanah atau lahan yang diurus Mek dan suami sudah dijual dan akan segera dibangun minimarket waralaba. Meski sebelum pulang Pak Minto memberi uang ganti rugi atas tanaman yang akan dipanen, namun uang tersebut tidak bisa menutupi kerugian Mek bila dibandingkan dengan hasil panen.

Kutipan tersebut juga membuktikan adanya penindasan terhadap rakyat kecil seperti Mek. Pembangunan yang dilakukan secara berkala dan telah menjamur bahkan pada pelosok-pelosok daerah, membuat posisi rakyat kecil semakin tergusur. Lahan-lahan yang biasanya dimanfaatkan untuk bercocok tanam dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kini telah berubah wujud. Lahan berubah menjadi bangunan yang merujuk pada kegiatan monopoli. Sehingga rakyat kecil semakin kehilangan kesejahteraan kehidupannya, akan tetapi penguasa akan terus menguasai.

 

Kesenjangan Sosial

Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada dalam masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Fenomena ini terjadi di hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk, menjadi salah satu faktor  terjadinya kesenjangan sosial. Sehingga muncul berbagai permasalahan seperti kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan.

Dalam karya Rizqi Turama ini, kesenjangan sosial seolah menjadi ciri khas dalam cerita. Pengarang menunjukkan kondisi sosial yang kontras. Salah satu penggalan, terdapat pada kutipan berikut.

 

“Tolonglah. Aku akan bayar lebih mahal ketimang rumah spa langgananku. Sembuhkanlah bahuku, Mek,” wanita itu bertutur lancar.” (paragraf 34)

Dalam cerita, wanita–istri pengusaha muda kaya datang menemui Mek, meminta untuk diurut bahunya. Namun ketika itu Mek menolak, karena dia sama sekali tidak tahu cara untuk mengurut. Namun, dengan bujuk rayu yang dilakukan wanita itu sembari mengeluarkan dua lembar kertas berwarna merah sebagai uang muka, akhirnya Mek mempersilakan wanita itu merebah disatu-satunya kasur tipis di rumahnya.

Seperti tidak dapat diselesaikan, masalah ekonomi menjadi permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan pemerataan ekonomi seolah menjadi wacana tanpa ada realisasi yang berarti. Tingkat pengangguran dan sulitnya lapangan pekerjaan, khususnya bagi masyarakat kecil menjadi momok yang selalu tumbuh subur.

Begitu pun yang ditulis oleh pengarang Mek Mencoba Menolak Memijit, kesenjangan ditunjukkan ketika Sang Wanita dengan segampangnya memberikan uang kepada Mek, bahkan akan berniat membayar mahal Mek.  Namun berbanding terbalik dengan kondisi Mek dan suami. Tempat tinggal mereka tergusur, kesulitan dalam mencari pekerjaan. Mencari sumber penghasilan lain selain mencangkul, memupuk, menyiangi tidaklah mudah untuk mereka. Keterbatasan pengetahuan, keterampilan membuat Mek dan suami tersisih.

Bukan hanya itu, suami wanita kaya itu pun dengan mudah bernegosisi dengan Pak Minto dalam transaksinya membeli lahan. Uang–kini seolah menjadi benda kesepakatan, menjadi tanda jadi, tanda damai meski mempunyai dampak yang tidak pernah terduga.

 

Adab dan Budaya

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama agama Islam. Namun, kata adab tidak dikhususkan dalam agama Islam saja, karena secara umum adab mengenai sopan santun. Kata budaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : pikiran; akal budi: dan  adat istiadat.

Dalam cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit terdapat adab dan budaya yang ditunjukkan oleh pengarang. Meski tidak terlalu menonjolkan hal tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut.

 

“Mek diam. Menatap lantai rumah.” (paragraf 10)

Kutipan di atas menceritakan Mek yang bercerita kepada suami tentang mimpi lelaki berbaju putih selama tiga hari berturut-turut, yang di dalam mimpi lelaki itu mengatakan bahwa Mek akan menjadi tukang urut. Mendengar cerita itu, suami Mek hanya menarik napas dalam-dalam. Mek hanya mendapatkan reaksi biasa. Menurut suami, lebih baik memikirkan hal yang lain, seperti mencari pekerjaan baru. Karena sudah tiga kali pula suami Mek ditolak kerja di tempat orang. Mendapatkan ungkapan seperti itu, Mek diam dan menatap lantai rumah.

Dalam kalimat Mek diam. Menatap lantai rumah. Menunjukkan adap Mek terhadap suami. Hal tersebut digambarkan dalam gerak atau tingkah laku Mek. Tidak membantah, tidak menyanggah ataupun tidak membalas balik apa yang dikatakan suami kepada Mek adalah sikap sopan santun. Ketika itu, Mek berusaha menjaga perasaan suami yang sedang mendapatkan tekanan dalam pikirannya.

Cerita Mek Mencoba Menolak Memijit juga terdapat nilai budaya. Pada hal ini, pengarang menjelaskan melalui kebiasaan tokoh dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti yang terdapat pada kutipan berikut.

 

“.... Tangan mereka telah terbiasa mencangkul, memupuk, menyiangi. Sementara lahan semakin sempit dan kebun orang lain sudah punya penggarapnya sendiri.”  (paragraf 21)

Kutipan di atas menceritakan bahwa Mek dan suami kesulitan mencari pekerjaan setelah lahan Pak Minto dijual untuk dijadikan minimarket waralaba. Sebagai rakyat kecil yang hanya memiliki kemampuan terbatas dan hanya mengandalkan tenaga, mencangkul, memupuk, menyiangi merupakan hal biasa yang dilakukan mereka. Seperti sebelum lahan itu dijual, mereka memanfaatkan lahan Pak Minto dengan menanam beberapa tanaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ketiga kata mencangkul, memupuk, menyiangi, merupakan ciri khas atau kegiatan khas dari seorang petani. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa ketiga kata verba itu merupakan kebiasaan dari masyarakat tertentu khususnya rakyat kecil yang memiliki profesi sebagai petani.

Rizqi Turama membungkus ide cerita dengan melihat fenomena sosial sekitar. Dengan bahasa yang mudah dipahami meski ada beberapa klausa dan frasa yang mengandung unsur semantik dan sebuah majas asendenton. Akan tetapi secara keseluruhan bahasa yang digunakan menggunakan kata denotatif. Pengarang menggunakan konteks bahasa yang sesuai dengan porsi masyarakat menengah ke bawah yang menggunakan bahasa sehari-hari.

Konteks ideologi yang terdapat pada cerpen  Mek Mencoba Menolak Memijit menggunakan ideologi feodalisme. Hal tersebut ditunjukkan ketika Pak Minto sebagai tuan tanah meminta Mek dan keluarga untuk segera pindah dari tempat tinggalnya, dan meminta kembali lahan untuk dibangun minimarket waralaba. Juga ketika, wanita–istri dari pemuda kaya meminta Mek untuk mengurut bahunya yang sakit, dia dengan mudah menyodorkan uang sebagai uang muka.

Dalam cerpen ini ada bentuk penyimpangan terhadap bahasa yang terdapat pada unsur dialek. Dialek itu sendiri dapat dipahami sebagai adanya perbedaan variasi bahasa yang disebabkan oleh penutur (Nurgiantoro, 2017). Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit terdapat satu kata dialek jawa, yakni kata “Kutambahi” dalam bahasa Jawa yang merupakan deviasi terhadap literatur. Secara tata bahasa yang benar bukan menggunakan sufiks –i melainkan sufiks –kan, yakni “kutambahkan”.

Rizqi Turama sebagai pengarang memposisikan dirinya dengan mengambil sudut pandang terhadap rakyat kecil. Dia mencoba menggambarkan kondisi sosial utamanya kesenjangan sosial ekonomi yang kontras pada masyakat. Pembangunan minimarket waralaba yang semakin hari menjamur di lingkungan pelosok-pelosok negeri, mengurangi dan bahkan menyisihkan para pedagang kelontong. Fenomena ini yang mungkin membuat pengarang menuliskan cerita mengenai keresahan yang terjadi pada masyarakat kecil. Pengarang berusaha mencerminkan kondisi sosial melalui karya, sebagai salah satu petisinya dalam memerangi kesenjangan sosial atau fenomena yang terjadi saat ini.

 

 

 

 

Daftar Bacaan

Santosa, Puji. 1996. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan dalam Tanya Jawab. Flores: Nusa Indah.

Semi, Atar.1989.Kritik Sastra.Bandung: Penerbit Angkasa.

Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Turama, Rizqi.2019.Mek Mencoba Menolak Memijit. Kliping Sastra.11 Februari 2019.https:// klipingsastra.com /id / mek-mencoba-menolak-memijit.html, diakses 25 Maret 2019.

https://id.wikipedia.org/wiki/Adab, diakses pada 20 April 2019.

http://jagokata.com/kata-bijak/kata-keadilan.html, diakses 19 April 2019.

Kristya, Ananta.2014.Kesenjangan Sosial di Masyarakat Indonesia.Kompasiana.com.29 Desember 2014.https://www.kompasiana.com/anantatk/54f919e6a33311f9028b4794/kesenjangan-sosial-di-masyarakat-indonesia, diakses pada 18 April 2019.


26.1.23

Kajian Feminis Liberal dalam Cerpen Rumah-Rumah Nayla karya Djenar Maesa Ayu

Kritik feminis liberal adalah pemikiran yang menyuarakan persamaan hak antara pria dan wanita. Adapun kritik feminis liberal dalam Cerpen Rumah-rumah Nayla karya Djenar Maesa Ayu sebagai berikut.

Data 1

Tak banyak kewajiban yang harus dilakukannya sebagai ibu rumah tangga. Mulai dari membersihkan rumah, mencuci, memasak, bahkan kopi untuk suaminya pun tinggal minta pembantu untuk melakukannya.(paragraf tiga)

Data di atas termasuk kritik feminis liberal disebabkan tokoh Nayla dalam cerita yang diperankan sebagai ibu rumah tangga tidak mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam keluarganya. Seperti kewajiban seorang istri yang harus melayani suami dan keluarganya untuk mencuci, memasak atau membersihkan rumah. Suami Nayla tidak keberatan dan membebaskan Nayla melakukan sesuai dengan keinginannya.

 


Data 2

“Bisa enggak kamu melupakannya.” Nayla masih terdiam sejenak sebelum menggelengkan kepala pada akhirnya.

“Bisa enggak saya membuat kamu melupakannya?” Nayla menggelengkan kepalanya.

“Bisa enggak saya membuat kamu bahagia?” Nayla tak bisa menjawabnya.  (paragraf sembilan)

 

 

Data 2 juga menunjukkan kritik feminis liberal yang tunjukkan oleh Nayla bahwa dia juga mempunyai pendapat atau hak untuk tidak menjawab pertanyaan suaminya. Dia mempunyai hak untuk tidak mengungkapkan isi pikiran ataupun perasaan yang dirasakannya pada saat itu.

Dari data tersebut kritik feminis liberal juga terlihat ketika suami toleran terhadap istri yang tidak ingin menjawab pertanyaan. Sang suami pada data 2 tersebut memberikan hukum kesetaraan kepada Nayla, bahwa dia pun berhak untuk tidak menjawab beberapa pertanyaan yang diucapkan suami.

 

Data 3

“Ia pun mulai kembali membuka laptopnya yang tak bernama. Dibacanya ulang catatan-catatan pendek dan dijadikannya menjadi beberapa cerita. Setelah terkumpul beberapa, ia kirimkan ke penerbit buku yang dengan segera mau menerbitkannya. Bukan dari buku itu benar Nayla mendapatkan uang sebesar yang diharapkannya. Tapi, walaupun buku yang diterbitkannya dicetak ulang berkali-kali, ia juga mendapat banyak pekerjaan sampingan yang lebih menghasilkan. Menuliskan buku orang tanpa namanya disebutkan, ternyata jauh lebih menguntungkan. Sedemikian menguntungkannya hingga ia bisa membangun rumah seperti yang ia bayangkan.” (paragraf dua belas)

 

“Nayla menatap laptopnya. Sudah dua jam setelah Nayla membuka tempat usaha barunya yang dinamai Rumah Nayla.” (paragraf sembilan belas)

 

Data 3 yang menunjukkan kritik feminis liberal adalah ketika Nayla dapat bekerja dan memenuhi kebutuhannya sendiri dari menulis. Saat itu dia memutuskan mencari biaya hidup dengan mengirimkan tulisan-tulisannya menjadi buku, setelah resmi bercerai dengan sang suami. Data tersebut menunjukkan, bahwa wanita dapat mandiri, dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Wanita juga dapat bekerja layaknya laki-laki. Hal tersebut menekankan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai kesetaraan derajat. Wanita berhak memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus selalu bergantung kepada laki-laki.

Selain menulis buku, Nayla membuka tempat usaha. Dia membuka usaha  berukuran delapan kali dua puluh meter persegi. Nayla menjual kopi bungkusan, bir kalengan, dan makanan yang hanya pada hari itu ia ingin masak saja. Dalam hal ini dapat dilihat pula, bahwa Nayla setegar dan sekuat laki-laki. Meski Nayla kurang memiliki kekuatan fisik dibandingkan laki-laki.

 

Data 4

“Di bagian itu jari Nayla berhenti mengetik. Menemani? Entah sudah berapa lama Nayla sendiri. Tak berteman, tak juga terlibat asmara dengan laki-laki. Kebutuhan seksual tak pernah terlalu berarti, karena Nayla sudah kehilangan birahi sejak perkosaan yang ia alami.” (paragraf delapan belas)

 

Data di atas menunjukkan kritik feminis liberal pada Nayla ketika memutuskan untuk tidak terlibat lagi asmara dengan laki-laki. Keputusan akibat peristiwa pemerkosaan yang pernah dialaminya, membuat dia memilih untuk hidup mandiri diusia senjanya. Dia tidak ingin bergantung kepada orang lain, apalagi kepada anak-anaknya yang sudah berkeluarga dan telah meninggalkannya sendiri di rumah tak bernama yang ditinggalinya semenjak bercerai dengan sang suami.

 

Pemanfaatan Kritik Feminis Liberal Cerpen Rumah-rumah Nayla karya Djenar Maesa Ayu sebagai materi pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA

Cerpen Rumah-rumah Nayla karya Djenar Maesa Ayu dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA, khususnya Kelas XI pada KD 3.8 mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang dibaca. Pada KD ini, siswa dapat menemukan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerita pendek dengan menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek.

Dengan adanya apresiasi terhadap salah satu karya Djenar Maesa Ayu ini, diharapkan siswa dapat menemukan nilai-nilai kehidupan dari tokoh dalam cerita. Khususnya tokoh Nayla yang pada cerita merupakan tokoh utama. Dari Cerpen Rumah-rumah Nayla ini, salah satu nilai yang akan siswa dapatkan adalah kesetaraan gender. Bahwa wanita dan laki-laki pada perkembangannya mempunyai kedudukan yang sama.

20.1.23

KAJIAN STILISTIKA DALAM CERPEN SAAT AYAH MENINGGAL KARYA DJENAR MAESA AYU

Menurut Nurgiantoro (2002:9) cerita pendek (disingkat: cerpen; Ingris: Short story) merupakan bentuk karya sastra yang disebut fiksi. Santosa (1996:98) menyebut cerita pendek adalah ragam cerita rekaan yang memiliki ciri-ciri (1) kisahan yang memunculkan kesan tunggal dan dominan tentang satu tokoh, satu latar, dan satu situasi dramatik; (2) bentuknya sederhana karena kurang dari 10.000 kata; (3) berisi satu ide pusat dan tidak diberi kesempatan memunculkan ide sampingan; (4) dimensi ruang dan waktu lebih sempit bila dibandingkan dengan novel; (5) hanya menceritakan satu kejadian yang paling menarik. Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek merupakan karya sastra fiksi yang hanya bisa dibaca sekali duduk.

Karya sastra salah satunya cerpen diciptakan berdasarkan unsur-unsur pembangunnya. Unsur-unsur tersebut berupa unsur instrinsik dan ekstrinsik. Selain adanya sebuah konflik ataupun tema, karya sastra akan menarik apabila menggunakan gaya bahasa maupun diksi yang sesuai. Gaya bahasa bukan hanya sebagai estetika dalam karya sastra tetapi juga berfungsi sebagai alat penyampai pesan pengarang terhadap pembaca. Makalah ini dibuat disebabkan gaya bahasa menjadi salah satu unsur yang penting dan menarik untuk dibahas dalam karya sastra. Selain itu beragamnya gaya bahasa masih belum sepenuhnya diketahui oleh siwa, sehingga penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan materi ajar untuk SMA kelas XII pada pembelajaran Apresiasi Sastra.


Gaya Bahasa

Gaya bahasa dikenal dengan istilah style. Gaya bahasa style menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu. Menurut Gorys Keraf (2002:113) Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.

Gorys Keraf (2002: 124-145) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang meliputi: (1) klimaks; (2) antiklimaks; (3) paralelisme; (4) antitesis; dan (5) repetisi (epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanolepsis, dan anadiplosis). Kemudian berdasarkan langsung tidaknya makna, meliputi: (1) gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi, asonansi, anastrofa, apofasis (preterisiso), apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, histeron prosteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbola, paradoks dan oksimoron; (2) gaya bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdok, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme dan sarkasme, satire, innuendo, dan antifrasis.



Adapun gaya bahasa dalam Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu sebagai berikut.

Simile

Simile adalah sebuah majas yang mempergunakan kata-kata pembanding langsung atau eksplisit untuk membandingkan sesuatu yang dibandingkan dengan pembandingnya (Nurgiantoro, 2017:219). Baldic (dalam Nurgiantoro, 2017:219) mengemukakan bahwa simile adalah suatu bentuk pembandingan secara eksplisit diantara dua hal yang berbeda yang dapat berupa benda, fisik, aksi, perbuatan, atau perasaan yang lazimnya memakai kata-kata pembanding eksplisit tertentu.

Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu, majas simile terdapat pada data berikut ini.

 

Data 1

.... “Pertanyaan-pertanyaan. Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci. Melengking dengan notasi tinggi sebelum menggelegar, bergetar di langit hitam yang mendadak warna-warni....” (paragraf tiga)

 

Data 1 yang menunjukkan majas simile pada kalimat kedua, Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci, yakni pada kata bagai. Kata bagai merupakan kata untuk menyatakan perbandingan. Pada data 1, tokoh aku membandingkan pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang yang melayat itu seperti suara ledakan kembang api.

 

Data 2

.... “Ibu bak raib ditelan bumi.”.... (paragraf lima)

 

Data 2 yang menunjukkan majas simile pada kata bak. Kata bak juga merupakan kata perbandingan. Dalam data 2, Sang tokoh aku menyebut bahwa ibunya menghilang seperti raib ditelan bumi.

 

Data 3

.... “Mata-mata itu bagai lampu suar yang menyorot ke satu obyek.” .... (paragraf tujuh)

 

Data 3 yang menunjukkan majas simile pada kata bagai. Kata bagai merupakan kata untuk menyatakan perbandingan seperti. Pada data 3, tokoh aku membandingkan mata-mata dari orang-orang yang melayat itu seperti lampu suar yang menyorot ke satu objek. Sedangkan objek yang dimaksud oleh tokoh aku adalah tokoh aku sendiri.

 

Repetisi

Repetisi adalah pengulangan kata atau kelompok kata (Nyoman, 2013:441). Gaya repetisi yang mengandung berbagai unsur pengulangan tersebut, misalnya kata-kata atau frase tertentu, lazimnya dimaksudkan untuk menekankan dan menegaskan pentingnya sesuatu yang dituturkan.

Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu, repetisi terdapat pada data berikut ini.

.... “Dan seketika dunia saya jungkir balik. Pagi hari lebih menyerupai malam hari. Gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan. Dan para tamu itu, lebih menyerupai hantu.”.... (paragraf delapan)

Data di atas yang termasuk repetisi yakni pada kata menyerupai. Kata menyerupai muncul ditiap kalimat dalam satu paragraf. Pengulangan kata menyerupai pada cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia ini, pengarang berusaha  menekankan dan menegaskan latar yang sedang dialami oleh tokoh itu penting, karena dapat mendukung situasi dalam cerita.

 

Paralelisme

Paralelisme adalah sebuah teknik berbicara, bertutur, atau bereskspresi yang banyak dipakai dalam berbagai ragam bahasa (Nurgiantoro, 2017:252).  Paralelisme menurut Nyoman (2013:441 adalah kesejajaran kata-kata atau frasa, dengan fungsi sama.

Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu, paralelisme terdapat pada data berikut ini.

.... “menubruk, memeluk, dan menangis”.... (paragraf empat)

Data di atas yang termasuk paralelisme yakni pada frasa menubruk, memeluk, dan menangis. Disebut sebagai paralelisme, karena pada bagian ini penulis berusaha membuat teknik berbicara dan bereskpresi dengan menggunakan kreatifitas tipografi bunyi, dengan fungsi yang sama yakni sama-sama merupakan kata verba.

 

Efek Estetis dalam Karya Sastra

Keindahan bahasa untuk ragam bahasa sastra haruslah dicari pada karakteristik bahasa sastra. Bahasa sastra memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dengan ragam bahasa lain. Hal itu disebabkan wujud bahasa sebagaimana cirinya yang dipandang sudah memenuhi tuntutan keindahan. Artinya, bahasa sastra yang memiliki karakteristik seperti yang dimaksud dapat dinyatakan indah. Secara lebih konkret dan rinci, kriteria keindahan bahasa dalam teks kesastraan ada empat belas kriteria. Namun, sebelumnya perlu ditegaskan bahwa kriteria itu bukan merupakan sesuatu yang eksak karena pengucapan bahasa dapat disiasati dengan banyak cara.

Menurut Nurgiantoro (2013:107), kriteria tersebut yakni, (1) bahasa haruslah mencerminkan karakteristik bahasa sastra, (2) keaslian dan kebaruan amat penting, bahasa sastra tidak mungkin hanya mengulang-ulang bentuk yang sudah ada, (3) kreativitas bahasa, (4) adanya deotomatisasi bahasa, (5) adanya penyimpangan (deviasi), (6) tidak harus tunduk pada kaidah bahasa (gramatikal), (7) penggunaan ungkapan bermakna konotatif, (8) ada tarik-menarik antara pemertahanan dan pelanggaran konvensi, (9) adanya efek estetis, (10) semua komponen kebahasaan didayakan dan difungsikan untuk mencapai tujuan dan efek tertentu, (11) makna lebih sering menunjuk pada the second semiotic system, intensional meaning, makna yang ditambahkan, namun itu bukan keharusan, (12) Keseimbangan antara unsur bentuk dan isi sangat diutamakan, (13) Aspek bunyi berperan penting dan amat menentukan keindahan puisi, (14) secara keseluruhan teks sastra yang tersaji di hadapan pembaca itu mampu menyenangkan, menggetarkan, menyentuh, dan memberi kepuasan.

Adapun efek estetik atau keindahan dalam Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu terdapat kriteria sebagai berikut.

  •  Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu mencerminkan komponen kebahasaan didayakan dan difungsikan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut ditunjukkan dalam beberapa gaya bahasa yang digunakan Djenar dalam karyanya. Misalnya pada majas simile data (1) Pertanyaan-pertanyaan. Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci. Kata bagai didayakan sebagai bentuk penekanan pengarang terhadap situasi yang dirasakan oleh tokoh. Hal tersebut difungsikan untuk menunjukkan ketidaksukaan tokoh terhadap pertanyaan-pertanyaan peziarah kepada tokoh aku.
  •  Secara umum bahasa itu haruslah mencerminkan karakteristik bahasa sastra. Dalam  Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu sudah mencerminkan karakteristik bahasa sastra, yakni penggunaan kata bagai, bak. Kata bagai dan bak merupakan salah satu ciri khas bahasa sastra. Penggunaan kata tersebut akan membuat karya khususnya sastra menjadi memiliki estetika. Baik dalam estetika penulisan, pengucapan dan deskripsi cerita.

 

Pemanfaatan Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu sebagai Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA

Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa  Ayu dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA, khususnya Kelas XII pada KD 3.4 Menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah. Pada KD 3.4 ini, siswa dapat menganalisis kebahasaan dalam Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia. Dengan mencermati gaya bahasa yang digunakan pengarang atau mencari kebahasaan yang menonjol dalam cerita dan diksi dalam cerita.

Dari membaca Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa  Ayu, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra. selain itu diharapkan mampu mengenal lebih jauh ciri khas atau identitas dari Djenar Maesa Ayu yakni sebagai seorang pengarang wanita yang mempunyai aliran feminis.

 


Referensi:

Gorys Keraf. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maesa Ayu, Djenar.2018. Saat Ayah Meninggal Dunia.Lakon Hidup.https://lakonhidup.com/2018/04/15/saat-ayah-meninggal-dunia/. Diakses pada 30 Mei 2019.
Nurgiantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nurgiantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Santosa, Puji. 1996. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan. Flores: Penerbit Nusa Indah.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
             

19.12.22

Mengenal Teks Berita

 Pengertian Berita

Menurut KBBI berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Akan tetapi tidak semua peristiwa bisa dikatakan sebagai berita. Dalam hal ini peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai sebuah berita ialah peristiwa luar biasa yang terjadi pada suatu waktu atau sebuah peristiwa aktual.


Unsur-Unsur Berita

Sebuah peristiwa dapat dikatakan sebagai berita jika memenuhi unsur-unsur berikut.

Apa? (what) unsur mengenai peristiwa yang terjadi.

Siapa? (who) berkaitan dengan subjek yang berhubungan dalam peristiwa.

Di mana? (wher) merupakan tempat peristiwa atau lokasi kejadian.

Kapan? (when) berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa di dalam berita.

Mengapa? (why) unsur yang menjelaskan alasan peristiwa tersebut bisa terjadi.

Bagaimana? (how) memuat bagaimana peristiwa tersebut terjadi yang dijelaskan secara kronologis.

 


Struktur dan Kebahasaan Teks Berita

Dalam teks berita tidak hanya memenuhi unsur-unsur 5W+1H. Pada teks berita juga dibangun oleh beberapa struktur dan kebahahasaan yang membedakan dengan jenis teks lain.

Struktur Teks Berita

Dalam hal ini secara umum teks berita mempunyai struktur sebagai berikut.

Kepala berita (headline) yakni judul utama berita.

Teras (lead) adalah satu paragraf pembuka yang memuat intisari berita yang paling menarik.

Tubuh (body) yakni isi uraian lengkap yang menjelaskan 5W+1H.

Kaki (leg) berisi penutup yang mencakup kesimpulan atau penegasan ulang.

 

Kebahasaan Teks Berita

Dalam teks berita ciri kebahasaan yang dimaksud sebagai berikut.

Menggunakan kalimat langsung dan tidak langsung

Teks berita merupakan teks yang perlu menggunakan data akurat. Sehingga data dari informasi tersebut dapat disampaikan dalam bentuk kalimat langsung atau tidak langsung.

Dalam menyajikan sebuah data yang disampaikan dalam bentuk kalimat langsung, kalimat ujarannya perlu diapit dengan tanda kutip (“...”). Sebab kalimat ujaran ditulis kembali secara apa adanya. Sementara itu bila ditulis dalam bentuk kalimat tidak langsung, data ditulis dengan kalimat yang telah dibahasakan kembali tanpa mengurangi intinya.

Berikut contoh dari pernyataan kalimat tidak langsung dan kalimat langsung.

Contoh kalimat tidak langsung:

Musa mendapatkan penghargaan itu karena usahanya untuk melindungi penyu di kepulauan itu. Pria yang kulitnya sudah sedikit terkelupas disengat panasnya pantai ini, tak kuasa menahan rasa harunya bisa mendapatkan penghargaan Kalpataru.

Contoh kalimat langsung:

“Saya datang tidak bawa apa-apa ke sini. Datang badan masih basah-basah naik pesawat untuk ambil penghargaan. Terima kasih, Bapak Presiden, sudah kasih saya penghargaan untuk penyu,” kata Musa. (Edukatif, 2016:13)

Menggunakan kata kerja mental

Kata kerja mental adalah kata kerja yang menerangkan aktivitas mengindrai, berpikir atau merasa. Perhatikan salah satu contoh berikut.

Masyarakat Indonesia khawatir dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. kata khawatir dalam kalimat tersebut menunjukkan proses merasa). (Edukatif, Tim, 2016)

Menggunakan konjungsi temporal

Konjungsi temporal adalah kata hubung yang menunjukkan urutan waktu. Konjungsi temporal yang sering digunakan dalam teks berita diantaranya: kemudian, ketika, lalu, sambil, sebelum, sebelumnya, sedari, sejak, selama, selanjutnya, semenjak, sementara, sesudahnya, sesudah, setelah itu, setelah, seraya, tatkala, waktu.

Menggunakan keterangan waktu

Dalam teks berita keterangan waktu digunakan untuk menjelaskan waktu ketika peristiwa terjadi. Berikut beberapa keterangan waktu yang sering dijumpai dalam teks berita diantaranya: biasanya, dahulu, kemarin, keesokan harinya, pernah, sering, sejak, sementara, sekarang, selalu, tadi dan terkadang.

Menggunakan bahasa baku

Dalam penulisan teks berita bahasa yang digunakan harus baku atau sesuai standar bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan pembaca teks berita berasal dari berbagai kalangan dan bersifat umum.

Dengan menggunakan bahasa baku yang sesuai standar bahasa Indonesia, diharapkan dapat menyelaraskan pemahaman khalayak terhadap teks berita yang ditulis. Adapun sumber utama dalam menentukan bahasa baku yang telah ditentukan yakni berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI).          




                                                                                            

Referensi:

Edukatif, Tim. (2016). Mahir Berbahasa Indonesia Untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kosasih, E. (2017). Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Belitbang, Kemendikbud.

8.12.22

Pengalaman Menulis Puisi Rakyat Kuliner Banyuwangi

Banyuwangi–siapa yang belum pernah mendengar nama tersebut? Saya kira Teteman pun akan familiar dengan nama kota yang dikenal juga sebagai Sunrise Of Java ini. Sebab di tahun-tahun sebelumnya, nama Banyuwangi oleh sebagian orang digadang-gadang sebagai lokasi (setting) novel KKN di Desa Penari.

Akan tetapi kali ini saya tidak akan membahas mengenai hal-hal tersebut di atas, apalagi masalah hal-hal mistis di suatu daerah. Sebab kali ini saya hanya ingin sedikit menceritakan pengalaman ketika menulis buku ajar tentang kuliner Banyuwangi.

Seperti yang Teteman tahu, daerah di ujung Pulau Jawa ini menyimpan segudang budaya yang kental pun beragam. Saya bukan orang Banyuwangi, tapi cukup kagum dengan masyarakat pun pemerintah setempat yang begitu menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut.

Jadi enggak heran sih bila saat dimasa studi, Kota Banyuwangi menjadi salah satu objek yang harus dieksplore guna menyelesaikan salah satu mata kuliah saya saat itu.

Saya kira bila membahas tentang teks narasi, deskripsi atau prosedur enggak ada masalah. Sebab Kota Bangyuwangi memiliki segudang hal yang bisa dibahas dan memang terkesan akan mudah dikerjakan.


Akan tetapi bagaimana jadinya, bila bagian saya dan kelompok saat itu harus membahas puisi rakyat Kota Banyuwangi yang berkaitan dengan kulinernya?

 

Ya tentu saja auto bingung, saya bahkan telah mencari beberapa referensi puisi rakyat mengenai kuliner Banyuwangi dan ternyata masih belum ada. Alhasil, muncullah sisi kreatifitas saya a.k.a dengan terpaksa memulainya untuk pertama kali.

 

Kebetulan saat itu saya dapat bagian KD 4.14 Menelaah struktur dan kebahasaan puisi  rakyat (pantun, syair, dan bentuk puisi rakyat setempat) yang dibaca dan didengar. Wah, kira-kira kuliner apa nih yang akan saya buat puisi rakyat?

 

Namun sebelum menentukan kuliner yang akan saya buat puisi rakyat. Secara otomatis saya harus meriset kuliner apa saja yang ada di Banyuwangi. Hal yang saya eksplore tidak hanya berkaitan dengan makanan utama, tapi juga makanan ringan. Alhasil, saya memutuskan memilih tiga kuliner diantaranya Ladrang, Bungkuk dan Sego Cawuk.

 

Sebelum memberikan contoh puisi rakyat berkaitan dengan Ladrang, Bungkuk dan Sego Cawuk, saya ingin memberikan penjelasan sedikit tentang ketiga kuliner tersebut.

 

menulis-puisi-rakyat-kuliner-banyuwangi
sumber gambar: Google

 

Ladrang

Saat pertama kali saya melihat ladrang dan mencicipinya secara langsung, satu hal yang terlintas dalam pikiran saya yakni kue bawang. Secara bentuk dan rasa menurut saya sama dengan kue bawang. Entah memang sama atau memang hanya penyebutannya yang berbeda ditiap daerahnya?

 

Bentuk ladrang mirip seperti kue bawang, berbentuk stik berwarna kuning keemasan dan rasanya gurih renyah. Makanan khas yang bisa Teteman temui saat lebaran, hehe.

 

Ngomong-ngomong saat itu saya tidak beli, saya dapat oleh-oleh dari salah satu rekan setelah pulang kampung. Namun ketika meriset tentang ladrang ini, saya kira harganya cukup higeinis untuk oleh-oleh jika Teteman tidak sengaja berkunjung ke Banyuwangi.

 

Bungkuk

Bungkuk atau bongko adalah makanan basah yang bentuknya persegi panjang mirip dengan kue nagasari. Enggak hanya bentuknya yang mirip, bahan-bahan bungkuk juga hampir mirip dengan kue nagasari kecuali bahan dasar tepungnya.

 

Untuk kue yang satu ini, saya belum pernah coba sih. Namun berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, Teteman bisa mencicipi bungkuk di pasar-pasar tradisional.

 

Sego Cawuk

Sego Cawuk (nasi cawuk) adalah menu sarapan andalan warga Banyuwangi. Sego Cawuk ini terdiri atas nasi putih dengan beberapa lauk yang disiram dengan dua macam kuah yakni kuah pindang dan kuah trancam atau kelapa parut.

 

Satu kesalahan saya ketika harus meriset Sego Cawuk di pagi hari. Asli membuat keroncongan, hahaha. Padahal sudah sarapan, dasar perut saya nih! Saya kira Sego Cawuk akan menjadi salah satu kuliner yang perlu saya coba bila berkunjung ke Banyuwangi. Semoga tersampaikan, hehe.

 

Nah, berikut beberapa puisi rakyat tentang kuliner Banyuwangi versi saya.

 

Pantun Ladrang

Akhir pekan pergi ke gunung

Memakai baju lengan panjang

Kalau sedang resah dan bingung

Paling enak makan ladrang

 

 

Pantun Sego Cawuk

Berkirim surat lewat Pak Nawan

Sambil loncat sana-sini

Bila ada kesempatan jadi wisatawan

Ayo icip sego cawuk Banyuwangi

 


Gurindam (tema kuliner)

Apabila cita rasa terjaga

Lestarilah ragam kuliner kita

 

Gurindam (tema kuliner)

Memelihara keaslian masakan lokal dan tradisi

Itulah cara mengenalkan pada anak cucu nanti


 

 

Syair Bungkuk

Kepadamu muda bersahaja

Genggamlah erat hingga fana

Jati dirimu sebagai Indonesia

Seperti bungkuk perekat cita

 

Hai yang berakal budi

Bawalah segenggam kekayaan hati

Lekatkan adat pada diri

Supaya bungkuk tetap abadi

 

Wahai kalian pelancong muda

Berdirilah pada tonggak budaya

Lestarikan hasrat moyang kita

Sehingga bungkuk tidak kehilangan rasa

 

Hai jiwa petualang

Biarkan asamu terbang

Tak perlu risaukan kebingungan

Bungkuk pasti membawamu pulang