Kidung Delusi


Silau tatkala mengerlip
Mencipta rayuan seja,
yang mulai berhembus ke cakrawala

Bias
Dia mengerling dan merayu
Dalam daun yang perlahan terhempas
Dalam ranting yang telah meranggas

Kembali kutatap bola bercahaya
Dia merangkul dan menyongsong jiwa
Seiring harapku melambung ke angkasa

Dia seolah petikan sebuah lagu
Bersenandung dalam sukma
Jua berkidung pada delusi


Jember, 30 Oktober 2018




Resensi Novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata

 

“Fiksi bukan sekadar mengadakan yang tidak ada, fiksi adalah cara berpikir.”


 -Andrea Hirata


Identitas buku
Judul Novel     : Orang-Orang Biasa (ordinary people)
Pengarang       : Andrea Hirata
Penerbit           : Penerbit Bentang
Cetakan           : I, Februari 2019
Tempat Terbit : Yogyakarta
Tebal                : xii +300 hlm.

Resensi Novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata


Kepengarangan
Andrea Hirata merupakan penulis yang sudah menerbitkan banyak karya bestseller. Buku pertamanya yang begitu fenomenal adalah Laskar Pelangi dan sudah diterbitkan juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Asing.

Sinopsis
Novel Orang-Orang Biasa bercerita tentang kehidupan masyarakat Belantik–yang dikhususkan untuk seorang anak gadis bernama Aini. Gadis SMA ini terlahir dari keluarga kurang mampu dan memiliki keterbatasan pengetahuan utamanya pada mata pelajaran Matematika. Namun, dia mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang dokter sehingga dia berupaya untuk bisa. Meski sempat tidak naik kelas, dan banyak sekali cemoohan dari teman-temannya namun dia tidak berhenti begitu saja, hingga suatu ketika Aini diterima di Fakultas Kedokteran. Akan tetapi dia menyadari bahwa kesempatan tersebut hanya mimpi belaka, keluarganya tidak bisa membiayai untuk kuliah karena hidup  sehari-hari saja mereka kesusahan. Lantas, untuk memenuhi biaya tersebut Aini memutuskan untuk bekerja di sebuah warung Kopi dengan upah seadanya. Upah tersebut dia kumpulkan untuk biaya kuliah meski tahu butuh bertahun-tahun mengumpulkan biaya yang tak sedikit itu.

Pendidikan dan Andrea Hirata seolah tak dapat dipisahkan. Masih suasana Belitong sebagai salah satu ciri khas pembawaan Andrea dalam menulis menjadi nilai tambahan mengapa karya-karyanya selalu dinanti. Meski ada nilai minus bagi saya pada novel ini karena terlalu banyak tokoh yang ditampilkan, sehingga pembaca harus benar-benar mencermati tiap narasinya. Namun secara keseluruhan baik isi maupun tampilan novel ini cukup menarik dan cocok untuk menjadi salah satu koleksi bacaan.


Antara IPA, IPS, dan Bahasa Jurusan Mana yang Paling Baik?

Hai...! Bagaimana kabarnya hari ini? Hari sudah Sabtu saja. Jangan lupa Senin masuk sekolah yaaa.... Hal yang paling dirindukan saat masih sekolah adalah menyiapkan peralatan dan seragam baru 😂  (Duh! Jadi rindu masa-masa itu 😭) 

Ngomong-ngomong sudah siapkah untuk kembali mengejar cita-cita? Atau ada yang masih bingung kelak ingin menjadi apa? Utamanya kalian yang ingin naik ke kelas sebelas, pasti lagi gundah, dilema dalam memilih jurusan dan cita-cita. Enggak seperti dulu ketika masih kecil, kalau ditanya cita-cita akan pasti mudah menjawab dengan bangga. Coba sekarang? Yang inilah, yang itulah, gengsilah, orang tua inginnya begini, anak inginnya begitu. Ah! memang, ketika dihadapkan pada urusan yang berbau dewasa sungguh memusingkan. Apalagi bila ekspektasi tidak sejalan dengan realita. 😪

Oke! Kembali ke topik.

Sebelumnya kalian sudah tahu dong, apa saja jurusan yang ada di SMA? IPA dan IPS. Benar! Tapi jangan lupakan satu jurusan yang lain yaaa.... Meski mayoritas sekolah hanya menyediakan program atau jurusan IPA (MIA) dan IPS (IIS), ada juga loh program Bahasa (IBBU). Enggak percaya? Buktinya saya salah satu alumnus Bahasa.

Lalu, antara IPA, IPS, dan Bahasa jurusan mana yang paling baik?

Dari pengalaman dulu, itu adalah pertanyaan yang sangat akrab juga menghantui. Apalagi ketika menjelang liburan kenaikan kelas sepuluh ke kelas sebelas. Dikatakan pertanyaan akrab karena selalu bertanya kepada orang-orang terdekat, sebenarnya jurusan apa sih yang paling baik dan cocok untuk saya? Sedangkan pertanyaan menghantui karena setiap hari, jam, perdetik selalu memikirkan hal-hal tersebut. Jangan dikira dulu tidak dilema seperti yang kini kalian rasakan. Sama! Sekarang kalian bingung? Dulu saya juga. 

Dari bertanya pada orang-orang terdekat itu saya menemui satu langkah pencerahan, yaitu sebuah nasehat supaya tidak gengsi dengan jurusan yang akan diambil.

Sekarang kita berbicara realitanya saja, bukankah masih ada orang-orang yang hanya mengagungkan satu jurusan? Mereka menganggap bila masuk jurusan itu lulusnya nanti cepat sukses, mudah mendapatkan pekerjaan, gajinya besar, dan lain sebagainya. Kemudian karena gengsi kepada teman, saudara, akhirnya ikut-ikutan mengambil jurusan yang memang bukan minat. Lalu apa selanjutnya? Dalam melalui proses itu pasti akan ada rasa tertekan, ada rasa beban. Ini nyata, saya ambil dari pengalaman seseorang.

Lalu sebenarnya pengertian cita-cita itu apa merasa tertekan dalam diri dan terbebani? Sejauh yang saya ketahui, cita-cita adalah harapan yang bersifat bahagia dalam diri untuk masa yang akan datang. Jika hanya ikut-ikut dan gengsi apa tidak bertentangan dengan cita-cita itu sendiri?

Okelah jika kalian bisa merasa enjoy. Akan tetapi, apakah itu benar-benar merupakan keinginan kalian? Apa karena bingung sehingga memilih jalan terakhir untuk ikut-ikutan saja? 

Semua tahu dan pasti kalian tahu, bahwa setiap individu itu memiliki kemampuan dan bakat yang berbeda. Tidak mungkin dalam satu kelas memiliki cita-cita yang sama. Jangan jauh-jauh, bedakan saja dengan minat teman dekat atau sahabat. It's okay! Kalian pasti akrab karena punya selera yang sama, misalnya memiliki idola yang sama. Tapi dalam pemikiran dan cita-cita apakah juga demikian? Anak kembar saja masih ada bedanya kan? Entah dari fisik ataupun sikap. 

Jika kehadiran pembeda itu diibaratkan sebuah titik dari mayoritas selera yang besar, katakanlah selera itu sebuah lingkaran. Tidak tahu kah kalian, bahwa titik bisa melebihi sebuah lingkaran itu? 

Ketika kalian lebih mengedepankan titik dan mengesampingkan rasa gengsi dalam proses belajar, kalian akan menjadi diri sendiri dan akan menemukan dunia yang selama ini dicari. Bahkan, bakat akan muncul tanpa kalian sadari. Dengan satu garis besar, bahwa hal itu memang tidak mudah. Kenapa saya katakan demikian?

Ketika memilih titik itu, kalian akan dihadapkan pada pertentangan-pertentangan seperti: Kalian akan bertubi-tubi menerima pertanyaan mengapa mengambil jurusan itu, mendapatkan pandangan sebelah mata dari teman, cemooh, cibiran, bahkan bisa jadi dianggap bukan apa-apa, apalagi siapa bagi mereka. It's true!

Namun jangan berkecil hati, dan menganggap bahwa ini tidak adil. Kesuksesan kalian bukan berasal dari apa yang mereka-mereka pendapatkan bukan? Malah, seharusnya kalian lebih beruntung, karena lebih awal belajar bagaimana menempa mental sebelum terjun dalam masyarakat dan dapat menambah rasa toleransi juga. Bukankah kesuksesan tidak didapat dari pujian saja? Sukses itu juga tidak instan bukan? Selama tekun berusaha dan berdoa meski dari jurusan manapun kesuksesan pasti menghampiri kok. 

Jadi, antara IPA, IPS, dan Bahasa jurusan mana yang paling baik? 

Semua jurusan baik!

Jurusan itu baik, apabila kita tidak gengsi dan bisa menempatkan minat pada tempat yang tepat. 
Yukkk!!! Jemput duniamu dengan mengedepankan titik dan mengesampingkan gengsi. SEMANGAT!!!! 

19 Januari 2019

[Cerpen]: Bukan Rahasia


Raut-raut wajah itu hanya melukiskan ketegangan. Takut. Gelisah dengan kesenyapan yang ada. Sorot mata mereka pun terfokus pada satu titik penentuan.

"Serius sekali,” suara itu hanya mengurangi sedikit kegelisahan. Bahkan mereka hanya beralih sekejap dan kembali terpaku. Baru saja dia duduk, tapi mereka malah tak bergeming. Tak ada suara setelah itu, ketakutan itu masih merajai mereka berdua.

“Hah!” kedua teman di samping kanannya berteriak ketakutan. Seraya menyandarkan punggung, atau sesekali menggigit jari. Dengan wajah yang masih sama tegangnya, kali ini hanya disertai secarik senyum kecewa.

“Istirahat dulu lah, ayo sambil diminum dan dimakan,” serunya memandangi kedua temannya yang masih belum meninggalkan ketegangan.

Benar. Sudah lima belas menit berlalu, tapi sajian di atas meja masih belum tersentuh sedikit pun. Jus sirsak dan getuk pisang seolah tak menarik perhatian. Selera mereka hanya pada sebuah benda elektronik persegi empat tipis yang mirip televisi ini.    

Orange marmalade.Dan ternyata demam Korea masih terasa, meski tak segempar dulu. Drama Korea satu ini memang membuat siapa pun yang menontonnya akan geregetan, takut, gelisah, senang, terharu dan sebagainya. Sudah terbukti bukan? Kedua orang yang tengah duduk bersitegang itu? Dan siapa yang tidak tertarik dengan cerita vampir yang bisa terbilang romantis ini? Apalagi para pemainnya yang tampan, cantik dan menawan. Jadi betah deh, nonton dramanya meski butuh waktu berjam-jam. Benar enggak?

Memang bukan masalah tampang atau visual dari orang-orang Koreanya yang membuat dramanya menjadi pilihan, tetapi cerita yan selalu segar dan mengikuti perkembangan zaman sepertinya itulah alasan utamanya.

Akhirnya saat pergantian episode satu ke episode dua, keduanya mulai menyentuh suguhan di atas meja. Ternyata butuh waktu lama untuk menarik jemari keduanya, kalau tahu begitu dia akan menghentikan sejenak dan membiarkan mereka mencicipi suguhan itu. Sudahlah, tidak ada gunanya sekarang menyesal, yang penting kita lanjutkan lagi menontonnya.

Ini adalah pertama dan sepertinya akan menjadi yang terakhir di tahun ini. Nonton bersama, adalah suasana baru untuk aktivitas kami bertiga. Hal paling langka, saat bersama akan menjadi kenangan yang sangat berharga. Benarkan? Kesempatan adalah peluang, dan kami tidak akan menyia-nyiakannya.

“Berantem yuk!” celoteh Ara di media sosialnya. Kalau emosinya sudah meluap, anak ini memang ada-ada saja, bahkan kalimat apapun akan keluar. Dan apa pertanyaannya sekarang? Apa yang berhasil menyulut emosinya?

Reuni. Biasanya kata ini disuguhi dengan wajah berbunga. Bagaimana tidak? Kembali bertemu dengan teman lama itu mengasyikkan. Dengan begitu, kita akan berbagi cerita baru dari masa-masa perpisahan. Namun bagaimana, bila kata reuni itu malah sebaliknya? Sangat menyebalkan bukan?

Hal yang sudah direncanakan, hanya menjadi kicaun tak berarti. Rencana semalam itu langsung hancur tak tersisa. Sebenarnya apa yang membuat rencana ini gagal total? Apa tak ada harapan lagi untuk kembali berkumpul bersama? Sebuah takdir sepertinya juga sudah benar-benar meretakkan kepingan solidaritas yang kami ciptakan dulu. Dan kali ini kembali menuai pertanyaan baru, apa kebersamaan kami tidak ada artinya untuk mereka? Ya, untuk mereka–silent reader.

“Apa harus melakukan ini untuk mengundang mereka?,” gerutu Mery sembari memainkan ponselnya. Dia sungguh tidak mengerti, tapi cara ini sungguh manjur. Ara, ternyata orang yang mengesankan, timbuhnya seraya membaca komentar-komentar dari beberapa silent reader, karena para silent reader itu mulai bermunculan.

“Maaf, kalau besok aku enggak bisa. Aku harus datang ke sekolah,” komentarnya.

“Ponselku rusak, ini pun aku pinjam milik kakakku.”

Dan masih banyak lagi berbagai warna alasan yang dituturkan mereka. Kenapa baru muncul sekarang? Lanjut Mery memperhatikan. Sedangkan Hana, dia sama aktifnya dengan Ara. Bahkan paling aktif dan tentu saja dialah yang sangat merujuk untuk berkumpul bersama. Satu lagi, dia mempunyai keinginan untuk berlibur bersama. Tetapi, rencana pertamanya sudah gagal total ya mau bagaimana lagi, mau tidak mau rencana untuk berlibur bersama harus dihentikan juga. Semoga, harapannya terwujud untuk dua tahun kedepan.

“Menyebalkan sekali tahu enggak? Kalau tahu begini, mungkin aku nggak akan teriak-teriak seperti tadi. Lagian kan apa salahnya kita kumpul bareng lagi? aku kangen kalian tahu? Kalian juga tahu kan, aku di sini tinggal beberapa hari lagi? kalau ingin ngadain reuni lagi, jadinya nunggu 2 tahun lagi deh,” gerutu Hana saat kami bertiga membuka via chatting di facebook.

“Sabarlah Han, kita sama kecewanya. Bagaimana kalau rencana besok kita nonton film saja di rumahku. Aku punya film Korea terbaru. Emm... bukan film sih, drama Korea mau? Ajak Ara juga, biar tambah ramai. Percuma kalau hanya kita berdua, nantinya hanya diam-diaman,” balas Mery yang tak kalah panjang lebarnya.

Namun ada benarnya juga kata Mery, jika seorang pendiam nonton sama orang pendiam juga malah nggak asyik kan? Nanti malah filmnya yang nonton orang lomba diam. Apalagi sekarang Hana semakin tak banyak bicara, jarang sekali. Saat kemarin mereka berkunjung ke rumah Ara, dia hanya tersenyum, mengeluarkan sepatah dua patah kata saja, dan hanya berkutat pada benda elektronik persegi empat yang selalu ada di jemari kanannya.

Setelah salat duhur, Hana, Ara sudah berada di rumah Mery. Posisi mereka tepat dihadapan benda mirip televisi yang lebih tipis dan mudah dibawa ke mana- mana. Tentu saja, keduanya langsung menonton sedangkan Mery pergi entah ke mana.

Maaf lama, sebelumnya dia hampir saja mengutarakan kata itu, tapi urung saat menatap kedua temannya yang super serius. Raut-raut yang melukiskan ketegangan, takut, haru, senang, sangat tampak kasat mata. Dan sepertinya, bertanya tentang keadaan ini terlihat konyol. Namun dengan spontan bibirnya berbicara, “Serius sekali?,” dan hanya dibalas keheningan.

Mery hanya tersenyum sembari meletakkan isi nampan di atas meja, lalu duduk menemani keduanya. Tanpa ada suara lagi, kecuali teriakan terkejut, dan seruan untuk menyentuh suguhan itu.

“Baru kali ini aku melihat mereka seserius ini. Ya, pertama kali dalam pertemuan kami setelah perpisahan dua tahun lalu. Ini adalah liburan terpanjang kuhabiskan waktu bersama mereka. Dan berharap, kami bisa melakukannya kembali pada liburan tiap tahunnya.  Apakah bisa?

“Aku ingat sekali wajah serius mereka ketika satu kelas dulu. Saat kami harus dihadapkan  pada berbagai ujian sekolah, rencana masa depan, dan yang terpenting tentang kami yang akan terpecah belah dengan berbagai tuntutan. Tuntutan itu adalah mimpi kami, mimpi tinggi kami.

“Dan sekarang, pasti akan selalu kurindukan ekpresi-ekspresi ini. Lukisan tentang mereka, yang setiap saat kukenang karena begitu berharga.” 

Tak terasa, mentari semakin tergelincir ke arah barat. Tepat setengah jam setelah azan asar keduanya bergegas untuk kembali pulang.

“Tinggal beberapa episode lagi,” tutur Hana sembari meregangkan otot-ototnya. Sedangkan Ara hanya mendengarkan tanpa bersuara. 

“Iya, besok kita lanjutkan lagi bagaimana?,” pertanyaan itu langsung dijawab anggukan oleh Hana. “jam berapa besok Han, Ra?” keduanya hanya bergeming, memikirkan kepastiannya.

“Emmm... sekitar pukul sembilan bagaimana?” saran dari Hana langsung mendapatkan persetujuan dari keduanya.

Namun sayang, keesokan harinya Ara absen ke rumah Mery. Dia bilang ada urusan yang harus segera diselesaikan. Dia terlihat seperti orang yang sangat sibuk, tentu saja semenjak kami duduk di bangku kelas dua belas. Oh! Memang kami, namun kecuali Hana.

Sudah tiga jam berlalu, akhirnya kami berdua sudah melahap episode bagian terakhir. Oh, senangnya... mungkin kalimat ini yang berada di kepala Hana, sesaat kualihkan perhatianku padanya yang melukiskan ekspresi puas.

Hening sejenak ketika Hana merengangkan otot-ototnya, mengatur posisi duduknya, juga sesaat dia kembali pada jus sirsak yang sudah lama mengembun tepat berada di hadapannya. Setelah dia selesai dengan kegiatannya, Mery memberanikan diri untuk angkat bicara. 

“Kapan kamu kembali Han?” 

“Besok malam Me,”

“Lo, kok cepat sekali Han? Kita bahkan belum kumpul bareng sama teman-teman lainnya kan?”mendapatkan pertanyaan ini, Hana hanya bisa menghela napas dengan pasrah. 

“Bagaimana lagi Me, mereka juga seperti itu, sudah sibuk sendiri-sendiri. Padahal kamu tahu sendiri kan untuk tahun besok aku tidak bisa pulang? Kita bisa kumpul bareng lagi tahun 2017, itu pun kalau memang Dia mengizinkan.” Mery hanya bergeming mendengarkan tutur Hana yang panjang lebar. “terima kasih Me untuk hari ini dan kemarin, aku harap bisa nonton bareng lagi meskipun nunggu tahun 2017,” ujarnya seraya beranjak dari tempat duduknya.

“Iya Han. Aku tunggu tahun 2017,” balasnya kepada seorang santri di hadapannya.

Empat hari yang lalu...

Pagi menjelang siang, ketiganya tengah berkumpul di rumahnya Ara. Tentu saja ketiganya tengah melepas rindu setelah kurang lebih enam bulan tidak bertemu. Bahkan tak butuh waktu lima menit, untuk kembali menabur canda tawa. Semua terjadi begitu saja, padahal tak ada lelucon yang biasa Ara tunjukkan kepada keduanya. Sungguh, pertemuan kali ini amat aneh tapi mengesankan.

“Wah, wah... hati-hati airnya awas tumpah,” gurau Mery sembari tertawa memandangi Ara tengah membawa nampan berisi teh manis yang terlihat masih mengepul. Ara yang mendapatkan candaan seperti itu hanya bisa menahan tawanya supaya berhasil mendaratkan ketiga gelas itu tanpa ada masalah.

“Jangan seperti itu Me, kasihan kan dianya?” tukas Hana menyuruh Me untuk berhenti tertawa. Sayangnya, ucapan dari teman super bijak itu tak diindahkan Mery yang malah tambah tertawa setelah Ara berhasil mendaratkan ketiganya. Bagaimana dia bisa menahan tawa bila melihat ekspresi menggemaskan dari Ara tadi? Wajah dan ekspresinya sungguh diluar dugaan. Dia tak menyangka akan jadi begini, bahkan dia tak ingat kapan terakhir kali dibuat tertawa oleh kedua temannya ini, karena tentunya sudah sangat lama.
   
“Eh... Me, Ra!” seru Hana sembari mengatur posisi duduknya untuk menghadap keduanya. Sedangkan kedua insan yang mendengar namanya disebut itu juga langsung tertuju pada Hana dengan serius.

"Kalian tahu nggak, kalau sebenarnya persahabatan kita itu unik sekali loh? Bahkan orang Korea saja setiap kali akan menyebut kita.” Kedua insan itu hanya bisa mengerutkan dahi sambil menggeleng beberapa kali. Dan sekarang giliran Hana yang menertawai kedua ekspresi temannya.

“Oke, oke! Mery, coba sebut nama lengkap kamu,” perintahnya sembari memandang Mery yang berada di samping kanannya.

“Mery Abdul Ghani,” Hana hanya tersenyum lalu memberi isyarat kepada Ara.

“Ara Setyorini,” Hana kembali tersenyum dan berkali-kali menganggukkan kepalanya. Dia tahu kalau kedua temannya pasti sangat ingin tahu, karena itu sambil kembali mengatur posisi duduknya Hana melanjutkan.

“Hana,” dia menunjuk pada dirinya sendiri. “Dul,” kali ini jari telunjuknya mengarah kepada Mery. “Set,” dan yang terakhir diperuntukkan kepada Ara.

“Hana, dul, set?” ucap Mery sembari berpikir. “bukankah itu angka satu, dua, tiga, dalam bahasa Korea? Benar tidak?” tanyanya. Hana hanya mengangguk sebagai jawabannya.

“Waahh... kita jadi hal penting buat orang Korea dong?” ujar Ara seraya tersenyum.

"Benar. Tentu saja kita menjadi hal penting untuk orang Korea. Karena ketidaksengajaan inilah awal dari persahabatan kita. Terima kasih dan aku minta maaf, jika selama ini aku tidak bisa mengerti kalian. Kesalahpahaman atau apapun itu, semoga akan menjadi obat yang bisa mempererat tali persaudaraan kita. Dan aku berharap, kita tetap menjadi satu kesatuan. Hana, dul, set.” Gerutu hati Hana sembari memandangi keduanya.
    
“Hana, dul, set!” mereka mengucapkannya serentak, mengulanginya berkali-kali, dan tertawa bersama.

          

          

Lebih dekat dengan Ria SW (Review buku Off The Record karya Ria SW)

Siapa sih yang enggak kenal Ria SW? Youtuber yang tiap minggu membuat ngiler viewers lewat konten vlog-nya, doyan makan pedas dan biasanya disebut alien dari Planet Zizya? 

Akan tetapi, letak Planet Zizya itu di mana ya? Padahal sudah bolak-balik buka peta enggak ketemu juga! Eh, peta kan untuk penduduk bumi? Ah, daripada memikirkan letak Planet Zizya sebab hanya Kak Ria dan teman aliennya yang tahu, yuks bahas yang lain saja. Buku perdana Kak Ria–Off the Record!!!!!!



Takjub, terkesima dan apalah semua pokoknya, waktu tahu Kak Ria lagi mempromosikan buku perdanyanya di media sosial. 

"Eh, dari kapan Kak Ria nulis?" 

Akibat dua minggu mudik dan susah sinyal akhirnya baru seminggu kemarin tahu kalau selain jadi food vlogger Kak Ria juga nulis buku. Dari seminggu yang lalu juga enggak bisa berhenti ingin segera baca, tapi apa daya jika ujian akhir semester berdiri tegap di depan mata! Arrrgghhh!!! Namun Alhamdulillah, sekarang Off The Record sudah ada digenggaman. Yeay! 

Off the Record diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan tebal ± 224 hlm, dengan tampilan dan isi sangat menarik. Seperti yang sudah Kak Ria katakan di chanel youtube-nya (entah video yang mana. Lupa, hehehe), kalau buku ini mengenai cerita di belakang layar dan perjalanan Kak Ria sampai menjadi Youtuber seperti sekarang. Dengan kata lain bahwa di buku Off the Record adalah saksi kisah panjang perjalanan seorang Ria Sukma Wijaya dari nol. Tentu saja dari cerita kecewa, sedih, senang, terharunya sosok yang nge-fans banget dengan Kwon Ji Yong, sampai kisah kehidupan yang katanya penuh “kecelakaan dan ketidaksengajaan” dan tentunya mengenai kisah asmara yang katanya Kak Ria bahwa dia memang kurang beruntung dalam urusan percintaan (jarang-jarang loh Kak Ria membahas hal semacam ini, hehehe).

Sedikit cerita di balik layar waktu lagi di Korea Selatan. Waktu ngerayain ulang tahun di YG Republique di Myeongdong, Kak Ria mendapatkan ucapan selamat dan hadiah photocard G-Dragon yang enggak dijual dari pelayan yang bekerja di sana. Dalam Off the Record pelayan itu diberi nama Vante (alasannya biar nyebutnya enak saja sih). Kemudian waktu di Red Sun, restoran keempat saat ingin makan budae jjigae, ternyata pelayannya selain ramah dan tahu loh sama Kak Ria. 

“You are a youtuber right?” menghampiri Kak Ria sambil membawa menu.
“Yes, I am.”
“Welcome Ria. Here’s our menu.”

Wihhh! Sambil mengebayangin gimana terkejutnya Kak Ria ketika pelayan itu tahu namanya, kwkwkw. 

Ngiler bin baper sih waktu baca buku ini. Satu lagi, selalu dibuat tertawa. Enggak ada bedanya di video ataupun buku, karakter Kak Ria sama! Salah satunya apalagi kalau bukan salfok dan halunya tingkat akut. Tapi yang lebih menarik itu ketika membaca Off the Record serasa lagi didongengin. Pokoknya seru deh! Dijamin, bukunya enggak bakal ngebosenin.

Eittsss ... apalagi ya? Tentunya masih banyak sih yang enggak mungkin bisa dibahas satu-satu, entar jadi Off the Record yang kedua lagi, kwkwkw. Kalau yang penasaran sama cerita perjalanan Kak Ria, baca sendiri yaaa....

Oh iya, kata terakhir dari buku Off the Record:
“Buku ini aku persembahkan untuk RAYS dan Kamu yang sedang menggapai impian.”

-Ria SW : Off the Record


Selamat membaca! 



NB: Sebenarnya tulisan ini “Lebih Dekat dengan Ria SW” sudah saya posting disalah satu platform. Akan tetapi menghilangnya platform tersebut membuat saya rindu dengan tulisan-tulisan yang dulu. Tulisan ini dibuat Juni 2018. 




ANALISIS WACANA KRITIS AJI PRATAMA DALAM LOMBA STAND UP COMEDY KRITIK DPR


Abstrak

Stand up comedy merupakan acara komedi yang dilakukan secara monolog. Seorang stand up comedy disebut komika. Biasanya dalam stand up comedy menyuguhkan materi mengenai masalah sosial dan berbagai tema lainnya yang hangat dibicarakan oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada salah satu lomba stand up comedy kritik DPR oleh Aji Pratama dalam analisa wacana kritik peneliti menggunakan kerangka model Teun A. Van Dijk. Dengan fokus penelitian tentang topik, strategi stilistik, strategi retoris, opini, dan konteks sosial. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan teknik memahami video dan mencatat data yang ditemukan untuk kebutuhan analisis. Analisis wacana kritis terdapat topik tentang politik, lebih utamanya mengkritik DPR. Saat itu Aji sebagai komika mengkritik dengan sarkasme. Dalam strategi stilistik ditemukan bahwa Aji menggunakan bahasa gaul dan bernada ironi. Pada strategi retoris, Aji menanyakan keadilan yang seperti apa untuk DPR, karena sampai saat ini utamanya hukuman bagi koruptor belum terealisasikan dengan benar. Kemudian dalam opini, Aji menganalogikan cara membolos DPR dengan anak STM. Pada opini ini, sebenarnya Aji berusaha menyindir para oknum yang suka absen dalam rapat. Kemudian yang terakhir tentang konteks sosial, dalam lomba stand up comedy ini, Aji mengangkat kembali kasus korupsi e-ktp Setya Novanto yang pada saat itu menjadi cibiran warga karena drama-drama yang dibuat tersangka. Pada konteks sosial, Aji juga mengambil materi tentang orde baru tentang sulitnya dalam mengutarakan pendapat.

Kata kunci: Stand up comedy kritik DPR, Aji Pratama, Analisis Wacana Kritis Van Dijk


Pendahuluan

Analisis wacana kritis yaitu suatu pengkajian secara mendalam yang berusaha mengungkapkan kegiatan, pandangan, dan identitas berdasarkan bahasa yang digunakan dalam wacana (Badara, Aris, 2014). Dalam penelitian ini, berarti menganalisis bahasa yang digunakan oleh Aji Pratama dalam penuturannya mengikuti Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR. 

Wacana oleh Van Dijk dikatakan memiliki tiga dimensi: teks, kognisi sosial dan konteks. Dijk menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut kedalam satu kesatuan analisis (Darma, Yoce Aliah, 2014). Eriyono dalam (Prihatini, Arti; dkk, 2014) mengungkapkan pada dimensi teks, hal yang diamati adalah strategi wacana yang di dalamnya terdiri atas tiga bagian penting, yaitu (1) struktur makro, (2) superstruktur, dan (3) struktur mikro. Pada struktur makro, hal yang diamati adalah topik yang dikedepankan dalam teks. Pada superstruktur, hal yang diamati adalah skema atau alur gagasan dalam teks. Pada struktur mikro, hal yang diamati meliputi empat hal, yaitu strategi semantik, strategi sintaksis, strategi stilistik, dan strategi retoris. Pada dimensi kognisi sosial, aspek yang diteliti adalah cerminan faktor internal dalam diri penulis terhadap isi teks. Faktor internal tersebut meliputi: ideologi, pengetahuan, prasangka, opini, dan kepercayaan. Pada dimensi konteks sosial, aspek yang diteliti adalah hubungan antara teks dengan segala peristiwa yang berkembang di masyarakat. 

Pada analisis wacana kritis ini, peneliti menggunakan kerangka model Teun A. Van Dijk. Hal ini karena dalam penuturan Aji lebih relevan pada elemen-elemen yang ada pada model kerangka Van Dijk berupa topik, strategi stilistik, strategi retoris, opini, dan konteks sosial.

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai analisis wacana kritis Aji Pratama dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR, yang mencakup tiga dimensi yakni teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Penelitian ini memfokuskan batasan penelitian pada: (1) topik; (2) strategi stilistik; (3) strategi retoris; (4) opini; dan (5) konteks sosial.

Metologi penelitian

Metologi pada penelitian ini menggunakan metologi kualitatif. Denzin dan Lincoln (dalam Prihatini, 2014) mengungkapkan bahwasannya penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Adapun data yang digunakan pada penelitian ini yakni sebuah video Aji Pratama dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR dalam surat kabar elektronik Bangkapos.com pada Sabtu, 1 September 2018.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan (1) memahami secara seksama video Aji Pratama dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR; (2) mencatat data yang ditemukan dengan menganalisis dan menjabarkan dalam bentuk paparan narasi.

Hasil penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada video Aji Pratama dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR, peneliti memfokuskan pada beberapa kerangka model Van Dijk yakni (1) topik; (2) Strategi stilistika; (3) strategi retoris; (4) opini; dan (5) Konteks sosial. Berdasarkan batasan penelitian tersebut, peneliti akan menjabarkan hasil sebagai berikut.

Topik

Bersadarkan penelitian yang telah dilakukan, wacana pada video Aji Pratama memiliki topik tentang kritik DPR dalam memperingati ulang tahun DPR RI yang ke-73. Saat itu Aji Pratama membuka sesi Stand Up-nya dengan bernada sarkasme dan gamblang. Seperti pada kutipan dibawah ini:

“Aku baru lulus sekolah, dan di sekolah aku termasuk murid yang nakal. Ya seperti murid nakal pada umumnya, bolos, tidur di kelas, korupsi duit SPP. Setelah lulus, aku disuruh ikut lomba kritik DPR? Disuruh ngritik dirinya sendiri.”

Pada pembukaannya ini Aji telah berusaha mengkritik DPR, dengan menganalogikan dirinya yang memiliki persamaan seperti DPR. Aji menggambarkan bahwa dia dan DPR tidak jauh berbeda. Seperti halnya membolos, tidur di kelas, dan melakukan korupsi uang SPP. Perbedaannya kalau DPR membolos saat rapat, tidur saat rapat, dan korupsi uang rakyat.

Strategi Stilistika

Kajian stilistik dalam analisis wacana kritis adalah kajian tentang pilihan kata yang digunakan penutur dalam menyampaikan pesan, maksud, dan ideologinya (Payuyasa, I Nyoman, 2017). Dari pengertian tersebut, penelitian pada strategi stilistika ini akan melihat tentang pilihan kata Aji Pratama sebagai penutur dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR. 

Penampilan Aji pada 1 September berhasil menghebohkan anggota DPR dan warganet, bahkan Aji saat itu sempat terkenal di media sosial melalui bahasa yang digunakan ketika menyampaikan pesan, maupun maksudnya saat itu. Dalam strategi stilistika, Aji menggunakan beberapa pilihan kata maupun bahasa kiasan dalam lomba stand up comedy-nya. Salah satunya seperti bernada ironi maupun menggunakan bahasa anak muda (bahasa gaul). Seperti kutipan pada contoh di bawah.

“Ya bagaimana, aku dengan DPR itu sama, kita ini satu passion Pak, satu lifestyle. Pokoknya kalian itu panutanku lah.”

Ungkapan Aji yang mengatakan “satu passion”, “satu lifestyle” dan “kalian itu panutanku” menjadi salah satu hal yang sangat menarik dalam strategi stilistik ini. Aji yang seorang siswa lulusan STM II Palembang berhasil menarik perhatian penonton. Karena secara tersirat Aji mengungkapkan bahwa DPR dan dirinya memiliki satu tujuan, sehingga bagi Aji anggota DPR yang pernah melakukan korupsi, membolos saat rapat, maupun tidur saat rapat, telah berhasil menjadi panutan untuknya.

Tidak hanya itu, dalam tuturannya yang lain Aji menggunakan bahasa ironi. Hal tersebut tentu saja ditujukan kepada para anggota DPR. Seperti kutipan berikut ini.

“Ini kalau suatu saat aku jadi presiden, amin Ya Allah. Terus ada DPR yang korupsi hukumannya sama, digesperin. Digesperin seluruh rakyat indonesia. Balik-balik badannya merah semua tuh, seperti plat mobil dinas.”

Dalam tuturannya ini, Aji menggunakan kata “ seperti plat mobil dinas” sebagai cibiran kepada DPR jika nanti ada DPR yang diketahui melakukan korupsi akan mendapat hukuman digesper. Hal tersebut mengandung maksud membandingkan hukuman DPR yang dalam realitasnya belum terlaksana dengan baik. Seperti berbagai slogan bahwa hukum selalu tumpul di atas dan tajam di bawah. Sebenarnya, dalam hal ini Aji mengkritik hukum korupsi yang telah melibatkan banyak DPR yang belum terealisasikan dengan baik.

Strategi retoris

Strategi retoris pun tidak luput dari tuturan Aji Pratama kala itu. Dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR, Aji mengungkapkan kekesalannya tentang keadilan. Aji mempertanyakan hukuman yang pantas untuk DPR yang telah melakukan korupsi. Bukan hanya dipenjara namun diakomodasi dengan berbagai fasilitas lengkap dan elit. Hal tersebut di tuturkannya pada kutipan di bawah ini. 

“Cuma bedanya kalau DPR ketahuan korupsi dipenjara, enak. Aku waktu itu pernah ketahuan korupsi duit SPP Rp. 100.000 digasperin sampai nangis. Ya enggak adil. Aku korupsi Rp.100.000 digesperin, pedih. DPR korupsinya sampai miliyaran, ya harusnya lebih dari itu dong?”

Selain mempertanyaan mengenai hukum korupsi di Indonesia, Aji kembali mempertanyaan janji-janji yang pernah diucapkan oleh DPR ketika dahulu ingin mencalonkan diri. Dengan nada yang sedikit bercanda, Aji mengatakan apakah iler DPR semanis janji-janjinya? 

“Terus ada juga anggota DPR yang tidur waktu rapat. Aku juga suka tidur di kelas. Cuma aku kalau tidur di kelas suka ileran ya? Nah, aku enggak tahu apakah anggota DPR ileran atau enggak. Ya aku penasaran saja apakah iler DPR semanis janji-janjinya?”

Ungkapan Aji di atas, bermaksud menyindir para anggota DPR, apakah mereka telah melaksanakan visi maupun misinya ketika berkampanye. Saat itu Aji benar-benar telah mewakili keresahan rakyat, sehingga iler DPR pun menjadi bahan materi stand up comedy-nya.

Opini

Sebagai seorang komika tentu tidak lepas dari opini. Bahkan opini kadang kala dapat menjadi sebuah bahan materi dalam stand up comedy. Dalam hal ini, Aji kembali menuangkan keresahannya mengenai anggota DPR yang membolos ketika rapat paripurna. Melalui pendapatnya ini, dia mencontohkan cara membolos DPR dengan anak STM di sekolahnya.

“Terus aku penasaran lagi, bagaimana cara DPR bolos? Soalnya kalau kami anak STM, bolos itu enggak mungkin sendirian. Minimal berdua lah, dan pasti ada satu yang ngajak. Ini kalau cara DPR sama kayak anak STM aku bisa nyontohin sekarang. Misal lagi ada rapat. Pak Fahri Hamza ngajak Pak Fadli Zon bolos. Pak Fahri Hamza ngomong ke Pak Fadli Zon.
“Zon, males nih rapat cabut yuk ke warnet.” Untungnya Pak Fadli Zon enggak mau.
 “Ke warnet sama kamu males ah, minta ditraktir mulu.”
“Ayolah bolos lah, aku bayarin” kata Pak Fahri meyakinkan.
“Ya sudah ayo sekarang.”
Akhirnya mereka bolos tuh. Sebelum itu mereka melepas seragam biar enggak ketangkap Satpol PP. Mereka jalan keluar gedung DPR, manjat pager, terus ke warung dulu beli rokok sama teh gelas.”

Dalam ungkapan contoh di atas, tidak menuntut kemungkinan bahwa anggota DPR pun berlaku demikian. Seperti yang telah dicontohkan, bahwasannya absennya anggota DPR tidak selalu berasal dari diri pribadi, akan tetapi juga bisa dari pengaruh anggota sejawatnya. Apabila yang dicontohkan Aji telah menggambarkan keadaan DPR yang sesungguhnya, sungguh ironis jika seorang wakil rakyat tidak memiliki rasa tanggung jawab, apa lagi rakyat telah menitipkan kepercayaan kepada anggota DPR itu.

Pada kutipan berikutnya, Aji kembali mempertanyakan kemana DPR pergi ketika absen dalam rapat. Aji mengungkapkan sindirannya bahwa DPR tidak mungkin membolos ke rental PS apalagi bermain PS. Bukan hanya bagi Aji, tentu banyak yang mempertanyakan sebenarnya kemana perginya DPR ketika membolos saat rapat.

“Terus waktu itu aku enggak sengaja lihat sidang paripurna di tv, enggak mungkin sengaja karena aku nontonnya doraemon. Di situ aku lihat banyak bangku yang kosong, Ya Allah aku pikir kok sama seperti di STM aku. Banyak yang bolos. Terus aku mikir DPR bolos kemana? Ke rental PS? Ngapain DPR ke rental PS? Mending beli PS sendiri duitnya banyak.”

Memiliki kekuasaan dan bertumpuk kekayaan, sungguh tidak mungkin apabila DPR membolos ke rental PS, begitulah anggapan Aji. Kemudian, apabila rental PS bukanlah tujuan DPR ketika membolos, kemana kah perginya DPR saat diadakan rapat paripurna?

Konteks sosial

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, adapun konteks sosial dalam Stand Up Comedy Kritik DPR yang dilakukakan oleh Aji Pratama memuat konteks politik. Konteks politik tersebut terdapat pada dua contoh kutipan di bawah ini.

“Terus aku tidur di kelas karena malemnya nongkrong-nongkrong lah biasa, DPR kalau begadang ngapain, ngeronda? Ya Allah aku enggak kebayang kalau di kampung aku ngerondanya Pak Setnov. Malem-malem Pak Setnov bawa besi panjang mukulin tiang listrik. Mana tiang listrik yang dia tabrak lagi.”

Pada enam bulan yang lalu, sempat menghebohkan masyarakat Indonesia tentang kasus E-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto atau Setnov beserta oknum-oknum lainnya. Drama yang beberapa kali dibuat oleh Setnov malah menjadi cibiran masyarakat luas utamanya warganet. Bahkan dalam lomba ini, Aji mengambil kasus Setnov sebagai bahan materinya dalam berkomika.

Berbeda dengan tuturan politik sebelumnya kali ini Aji kembali mengulik kisah lama pada masa orde baru. Pada materi terakhirnya, Aji menggelitik penonton dengan peraturan masa orba tentang sulitnya mengutarakan pendapat. Dalam tuturan contoh di bawah, Aji  menganalogikan cerita tentang adiknya yang menghilang akibat mengadukan Aji yang merokok kepada ibunya. 

“Terus ada DPR yang melakukan kasus suap, aku juga pernah melakukan kasus suap. Jadi waktu itu aku lagi ngerokok, tiba-tiba adik aku lewat ngelihat. Biar enggak diaduin ke ibu, aku kasih duit Rp.5000, ternyata masih diaduin. Ya karena aku DPR banget kan, dan aku cinta orde baru jadi paginya adik aku ngadu malemnya ilang.”


Kesimpulan dan saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, adapun kesimpulan pada penelian ini bahwasannya Analisa Wacana Kritis Aji Pratama dalam Lomba Stand Up Comedy Kritik DPR, mengandung topik, strategi stilistik, strategi retoris, opini, dan konteks sosial. Analisis wacana kritis terdapat topik tentang politik, lebih utamana mengkritik DPR. Saat itu Aji sebagai komika mengkritik dengan sarkasme. Dalam strategi stilistik ditemukan bahwa Aji menggunakan bahasa gaul dan bernada ironi. Pada strategi retoris, Aji menanyakan keadilan yang seperti apa untuk DPR, karena sampai saat ini utamanya hukuman bagi koruptor belum terealisasikan dengan benar. Kemudian dalam opini, Aji menganalogikan cara membolos DPR dengan anak STM. Pada opini ini, sebenarnya Aji berusaha menyindir para oknum yang suka absen dalam rapat. Kemudian yang terakhir tentang konteks sosial, dalam lomba stand up comedy ini, Aji mengangkat kembali kasus korupsi e-ktp Setya Novanto yang pada saat itu menjadi cibiran warga karena drama-drama yang dibuat tersangka. Pada konteks sosial, Aji juga mengambil materi tentang orde baru tentang sulitnya dalam mengutarakan pendapat. 

Peneliti berharap artikel ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen pengampu matakuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Daftar pustaka

Badara, Aris. (2014). Analisis Wacana Teori, Metode dan Penerapan pada Wacana Media. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Grup.

Darma, Yoce Aliah. (2014). Analisis Wacana Kritis dalam Multiperspektif. Bandung: PT Refika Aditama.

Payuyasa, I Nyoman. (2017). Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk Dalam Program Acara Mata Najwa di Metro TV. Segara Widya, 21-22.

Prihatini, Arti; dkk. (2014). Analisis Wacana Kritis “Wayang Durangpo” karya Sujiwo Tejo pada Rubrik “Senggang” di Surat Kabar Jawa Pos. Universitas Jember Digital Repository, p. 2.

Malaka, Teddy.(2018). Viral Aksi Aji Pratama Kritik Anggota DPR RI Lewat Stand Up Comedy, ia Diganjar Hadiah Jutaan. http://bangka.tribunnews.com/2018/09/01/viral-aksi-aji-pratama-kritik-anggota-dpr-ri-lewat-stand-up-comedy-ia-diganjar-hadiah-jutaan?page=1, diakses pada 12 Desember 2018.

Resensi Novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia


Hai pembaca Titik Literasi! Kali ini saya akan meresensi salah satu novel dari karyanya Bunda Asma Nadia, judulnya Cinta di ujung Sajadah. Mungkin dari kalian ada yang penasaran bagaimana sih cerita dari novel tersebut? Nah, dengan sedikit ulasan ini semoga teman-teman yang belum membeli dan membaca mempunyai gambaran dari novel ini yaaa...

Review Novel Cinta Di Ujung Sajadah







Identitas buku
Judul Novel                : Cinta di Ujung Sajadah
Pengarang                  : Asma Nadia
Penerbit                     : Asma Nadia Publishing House
Cetakan                      : VII, Juli 2017
Tempat Terbit           : Depok, Jawa Barat
Tebal                          : 328

Kepengarangan

Asma Nadia dikenal sebagai salah satu penulis best seller paling produktif di Indonesia. Sudah lebih dari 50 buku  yang diterbitkan dalam bentuk novel, kumpulan cerpen, dan nonfiksi. Sejak 2011, sang penulis menjadi kolumnis tetap rubrik Resonansi di harian nasional Republika, setiap hari Sabtu.

Berbagai penghargaan di bidang penulisan diraihnya. Selain itu Komunitas Internasional mengakui kiprah ibunda dari Putri Salsa dan Adam Firdaus ini. Sang penulis tercatat sebagai salah satu dari 500 muslim paling berpengaruh di dunia, 2013 dan 2014.

Sinopsis

Dia bernama Cinta Ayu, seorang gadis yang setia dengan kata rindu. Belasan tahun dia berusaha mencari kasih dari surganya. Sejak kecil, Cinta selalu bertanya kepada ayahnya, bagaimana sosok ibunya dan bagaimana ibu bisa meninggal? Namun seorang kepala keluarga itu hanya bungkam, dan menyuruh anaknya untuk tidak mengulik kembali kenangan masa lalu.

Sebagai anak belasan tahun, Cinta tak mudah menyerah begitu saja. Saat ada waktu senggang dia bertanya kepada Mbok Nah, pembantu yang sudah sedari dulu bekerja di keluarga Cinta. Namun Mbok Nah tidak menjelaskan banyak, hanya mengatakan kalau Ayu Ningsih ibu Cinta itu memiliki hati yang hangat. Dari pertanyaan-pertanyaan Cinta, begitu-begitu saja jawabannya tidak ada yang berubah.
Hingga pada akhirnya, ketika Cinta berusia lebih tujuh belas tahun, Mbok Nah memberikan sebuah kado istimewa kepada Cinta. Sebuah surat dari Ayu Ningsih yang dikirimkan tujuh  tahun yang lalu. Tentu saja Cinta sangat terkejut, ibu yang selama ini dikiranya sudah meninggal ternyata masih hidup.

Setelah mengetahui fakta ini, Cinta memutuskan mencari ibunya lewat alamat surat tujuh tahun itu. Awalnya Ayah Cinta menentang, namun Cinta tetap pada pendiriannya meninggalkan rumah mencari ibu yang sudah melahirkannya.

Namun, apakah Cinta berhasil bertemu dengan Ayu Ningsih? Lalu kenapa seorang kepala keluargaku itu merahasiakannya kepada Cinta?
Seperti biasa Bunda Asma Nadia menulis dengan bahasa yang ringan, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami setiap bab dalam cerita. Selain itu, Bunda juga mengangkat cerita yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari.

Adapun nilai yang dapat diambil dalam novel ini adalah kita tidak boleh menghakimi seseorang karena masa lalu mereka.





Lumajang, 10 Februari 2018

Fiersa Besari ft Tantri – Waktu yang Salah




Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantuimu
Karena sungguh ini tidak adil

Bukan maksudku menyakitimu
Namun tak mudah tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

Reff:
Pergi saja engkau pergi dariku
Biarku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah, hatiku
Hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Diwaktu yang salah

Hidup memang sebuah pilihan
Tapi hati bukan tuk dipilih
Bila hanya setengah dirimu hadir
Dan setengah lagi untuk dia

Pergi saja engkau pergi dariku
Biarku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah, hatiku
Hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Diwaktu yang salah
Bukan ini yang kumau
Lalu untuk apa kau datang
Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan

Pergi saja engkau pergi dariku
Biarku bunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah, hatiku
Hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Diwaktu yang salah



NB: baru tahu ada lagu sekece ini, di awal tahun 2019

Dilan 1991

“Aku mencintaimu, biarlah ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu!” – Milea 

Sudah bulan Februari nih, sudah pada siap nonton Dilan 1991 enggak? Pasti sudah pada penasaran bagaimana kelanjutan Dilan 1990 kan? Nah, sebelum nonton yuk! Intip dulu review buku Dilan 1991 karya fenomelnya Ayah Pidi Baiq! Eh, ayahnya Dilan maksud saya ....

Setelah resmi pacaran di buku Dilan 1990, akhirnya awal di buku Dilan 1991 langsung menceritan kisah asmara Dilan dan Milea. Sembari menikmati hari dengan naik motor Dilan mengelilingi Kota Kembang. Milea mengatakan, bahwa dia mau berpacaran dengan Dilan bukan karena dia geng motor, berasal dari keluarga berada, anak bandel dan bukan juga karena Dilan suka berantem. Menurutnya dia mau karena sikap Dilan kepada Milea. Dilan memiliki kepribadian yang diinginkan Milea dan mampu mengubah pola pikirnya. 

“Kamu pikir bandel itu gampang? Susah. Harus tanggung jawab sama yang udah dia perbuat,” kata Dilan. (Baiq, 2015:21)

Dalam buku kedua ini, lebih banyak menceritakan keresahan dan perang emosi Milea. Salah satunya kekhawatiran saat Dilan bertengkar dengan Anhar (menampar Milea) kan waktu itu Dilan masih dalam masa hukuman. Milea takut, Dilan dikeluarkan dari sekolah. 

Ketika Dilan ingin melakukan balas dendam mengenai pengeroyokan di warung Bi Eem oleh kakaknya Anhar. Milea yang saat itu begitu takut dengan resiko buruk yang akan didapat Dilan, dengan langsung mengancam bahwa akan putus bila Dilan tetap akan menyerang.

Apalagi ketika kesesokan harinya Milea menerima tawaran untuk nonton bioskop bersama Yugo (saudara dan menjadi kawan masa kecilnya) yang telah melakukan sesuatu hal yang melewati batas kepada Milea. Dia langsung menelepon rumah Dilan sambil menangis, akan tetapi yang menjawab telepon adalah Bi Diah mengatakan kalau Dilan semalam tidak pulang dia ditahan di kantor polisi. Tambah bertubi-tubi beban yang dirasakan Milea saat itu, hingga dia memutuskan untuk pulang naik angkot.

Banyak sekali hal yang tak terduga dalam novel kedua ini. Apalagi waktu Milea menjenguk Dilan di kantor polisi. Dilan seperti bukan yang dikenalnya.

“Aku pacar yang buruk,” dengan suara yang rendah dan nada yang serak. 
Aku diam. Cuma bisa memandangnya. 
“Mudah buat kamu nyari pacar yang baik,” kata Dilan lagi. 
Aku tidak percaya dengan apa yang kudengar. (Baiq, 2015:235)

Nah, mungkin segelintir cuplikan ini yang bisa saya bagikan. Jika memang kalian penasaran bisa baca buku tiga serinya yaaa atau bisa ditunggu film-filmnya yang akan segera tayang di bioskop. Okayy! See you...........


“Kalau aku jadi presiden yang harus mencintai seluruh rakyatnya, aduh, maaf, aku pasti tidak bisa karena aku Cuma suka Milea.” –Dilan

“PR-ku adalah merindukanmu. Lebih kuat dari matematika. Lebih luas dari fisika. Lebih kerasa dari biologi.” –Dilan 









Kidung Senja

Sore hari yang menghanyutkan. Hari pertama menjalankan Perkenalan Kehidupan Kampus (PK2), cukup menguras tenaga. Dan tentunya, inilah waktu yang pas untuk beristirahat.

Namun nyatanya, pikiran ini kembali terusik. Batin pun ikut tersentak. Oh, bagaimana jadinya? Memang raga tengah bermanja, tetapi jiwa? Kini melayang entah kemana.

“Ibu, tanpamu tiadalah aku” (Lirik lagu Sulis) terdengarlah syair itu berulang kali. Penunjuk apa yang ingin diungkapkannya, saat ini hanya menjadi kidung dalam kesunyian.

Jember, 15 Agustus 2016
NB: Nostalgia Mahasiswa Baru

Unsur Intrinsik Novel Bidadari-Bidadari surga (Dia Kakakku!) karya Tere Liye



Pengertian unsur intrinsik

Unsur instrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. unsur yang dimaksud misanya, tokoh, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat. 

 a. Tokoh

Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro, (2002:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Abrams dalam Nurgiyantoro (2002:165), tokoh cerita (characters) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Boulton dalam Aminuddin (2011:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, dan lain sebagainya.

b. Latar 

Latar atau setting yag disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. (Abrams, dalam Nurgiyantoro; 2002:216).

Stanton dalam Nurgiyantoro (2002: 126) mengelompokkan latar, bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasikan oleh pembaca secara faktual jika membaca ceita fiksi. Atau ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita.

 c. Alur

Stanton dalam Nurgiyantoro (2002:113), mengemukakan bahwa plot atau alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny dalam Nurgiyantoro (2002:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

 d. Sudut Pandang

Abrams dalam Nurgiyantoro, (2002:248) mengemukakan bahwa sudut pandang, point of view merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

e. Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau style adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2002:276). Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pemilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi dan lain-lain.

Leech & Short dalam Nurgiyantoro (2002:276), stile adalah suatu hal yang pada umumnya tidak lagi mengandung kontroversial, menyaran pada penggunaan bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu dan sebagainya.

 f. Tema

Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto, dalam Nurgiyantoro, 2002:68). Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (2002:67), tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.

g. Amanat

Amanat merupakan pesan dari pengarang ke pada pembacanya yang terkandung di dalam cerita novel. Dalam menyampaikan maksud pesannya, sang penulis biasanya meng-ungkapkannya secara tersirat ataupun tersurat.


Analisis Unsur Intrinsik Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) karya Tere Liye

a. Tokoh dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Tokoh-tokoh dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) karya Tere Liye meliputi Mamak Lainuri, Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, Yashinta, Wak Burhan, Cie Hui, Wulan, Jasmine, Goughsky, Intan, Juwita, Delima, Warga Kampung Lembah Lahambay, Mr. Dan Mrs. Yoko.

b. Latar dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Latar tempat pada Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye adalah rumah, sungai, ladang, balai lembah kampung lahambay, sekolah kecamatan, desa atas, hutan, bandara, rumah sakit, Gunung Semeru, aula simposium, Gunung Kendeng.

Latar waktu pada Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye menggunakan latar pagi, siang dan malam. Hal ini dapat dibuktikan pada salah satu contoh kutipan latar pada halaman 57.

“.........Sekali, dua kali, tiga kali, berkali-kali dia menyusun ulang balok-balok itu. jatuh, disusun kembali. Gesit. Terampil tangannya mengikatkan rotan. Memukul ujung bambu dengan batu agar melesak lebih dalam ke tepi sungai. Cahaya mentari pagi yang meninggi menyinari wajahnya.” (Tere, 2016)

c. Alur dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Alur yang digunakan pada novel ini adalah alur campuran. Karena pada novel ini diawali dengan kisah saat ini (kisah sekarang dalam cerita) yang kemudian beralih ke kisah masa lalu. Banyak tokoh yang megingat masa lalu mereka ketika masih remaja, utamanya Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta. Salah satu contohnya terdapat pada halaman 110.

“Ya Allah, dia jahat sekali, jahat! Dua puluh lima tahun yang silam. Seperempat abad lalu. Kejadian itu tidak akan pernah terlupakan. Tidak akan. Wajah Kak Laisa yang menangis saat itu. Wajah Kak Laisa yang seperti tak percaya mendengar dia mengatakan kalimat-kalimat menusuk itu. Ikanuri tersedan. Lihatlah, wajah Kak Laisa sekarang seperti mengukir sempurna di bayangan jendela kereta.........” (Tere, 2016)

d. Sudut pandang dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Sudut pandang yang digunakan pada Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) adalah sudut pandang persona ketiga “dia”. Hal ini dapat dibuktikan pada salah satu contoh kutipan dihalaman 85.

“Lenggang. Dalimunte mengusap wajahnya sekali lagi. Terdiam. Bukan karena gurauan Ikanuri soal penelitiannya. Wibisana dan Ikanuri berdua memang sejak kecil kompak sudah suka mengganggu ‘penelitian-penelitiannya’. Menyembunyikan alat-alatnya. Dalimunte terdiam karena memikirkan sesuatu. Cemas.” (Tere, 2016)

e. Gaya bahasa dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Adapun salah satu gaya bahasa dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye, menggunakan gaya bahasa hiperbola:

Tepuk tangan bak dikomando menggema bagai dengung lebah. (Tere, 2016:9)

f. Tema dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Novel ini memiliki tema tentang kasih sayang dan rasa memiliki antarsaudara dalam keluarga. Hal ini begitu menonjol pada tokoh Laisa yang berusaha untuk membantu Mamak Laisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Laisa begitu peduli pada keempat adiknya, meski kadang sikap mereka membuat Laisa emosi. Akan tetapi emosi itu dapat melebur akibat kuatnya kasih sayang dan rasa memiliki antarsaudara yang telah terjalin. Hal ini dapat dibuktikan pada halaman 108.

“Laisa menelan ludah. Matanya tiba-tiba berair. Ya Allah, aku mohon, jangan
pernah, jangan pernah buat aku menangis di depa adik-adikku. Jangan pernah! Itu akan membuat mereka kehilangan teladan. Laisa meremas pahanya kencang-kencang. Berusaha mengalihkan rasa sakit hati ke rasa sakit di tubuhnya.” (Tere, 2016)

g. Amanat dalam dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye

Amanat yang dapat diambil dari dalam Novel Bidadari-Bidadari Surga (Dia Kakakku!) Karya Tere Liye:

Jangan hanya melihat tindakan yang dilakukan, akan tetapi renungkanlah untuk apa hal itu dilakukan.

Sebenarnya kepedulian berasal dari orang terdekat
Bagaimana pun kondisinya dia tetap ada untukmu


NB: Kenapa saya hanya menganalisis unsur instrinsik saja, alasannya karena sudah pernah menganalisis penulis yang sama dengan karya berbeda, yakni Novel Rindu karya Tere liye. Untuk lebih jelasnya mengenai unsur ekstrinsik dapat dilihat di sini.

Kemudian alasan kenapa saya memberi (Dia Kakakku!) setelah judul, karena Novel Bidadari-bidadari Surga kini berganti cover baru, dengan judul "Dia Kakakku".