Menjadi Apa Adanya, Bahagia menurut Versiku (Review Imperfect karya Meira Anastasia)


“Salah satu hal paling beracun di dunia ini adalah ketika mulut dan pikiran yang bersinergi dengan jejemari yang licik.” – Titik Literasi

Memangnya siapa sih yang enggak merasakan insecurity? Apalagi dimasa modern seperti sekarang yang notabene sangat setia dengan media sosial. Tiap menit kadang terasa aneh bila tidak berselancar diinternet, right?

Walaupun demikian, penggunaan internet apalagi medsos enggak baik bila digunakan terlalu sering dan berlama-lama. Meskipun banyak yang berdalih: “Dari medsos kita bisa memiliki banyak informasi!” Ya, saya pun setuju. Namun enggak tiap menit juga harus pegang gawai, apalagi hanya untuk melihat unggahan terbaru dari orang-orang. Nanti bukannya menjalin silaturahmi malah menambah dosa. *eh!

Btw, kira-kira dosa yang bagaimana? 

Sebagai manusia kita enggak tahu isi hati atau pikiran orang lain ‘kan? Bisa jadi, ada saja “kesalahpahaman” dalam bermedia sosial. Misalkan saja  menganggap salah satu dari teman kita sedang pamerlah, apalah. Namun kita ‘kan enggak mengerti niat sebenarnya mengapa salah satu teman tersebut melakukan hal itu? Bisa jadi, dia hanya ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan dengan versi dia.

Namun dari deskripsi tersebut enggak sedikit yang malah mengkritik dengan tajam. Berkomentar diunggahannya, tanpa berpikir bila jari-jari tersebut akan melukai bahkan mempunyai dampak bagi diri sendiri terlebih orang yang dikritik. 

Kalau di medsos sih masih bisa dihapus, tapi bagaimana bila jejak digital tersebut malah menjadi bumerang dan abadi di hati teman yang sebenarnya enggak mempunyai maksud apa-apa? Antara ingin percaya atau enggak, tapi  itulah yang banyak terjadi dimasa kini. Right?

Sejujurnya saya enggak paham dengan warga +62 ini, kadang dibuat miris juga tertawa diwaktu yang bersamaan. Miris, sebab mempunyai beda persepsi yang membuat salah satu pihak “merasa” dirugikan. Tertawa, karena masih saja berkomentar enggak nyambung terhadap suatu unggahan tertentu. Misal si pengunggah membahas A, si komentator kritiknya E yang bisa menyenggol S,Q dan seterusnya. 

Hal yang menurut saya lebih memprihatinkan, ketika netizen mencoba menghakimi seorang figur yang menurut mereka “diharuskan” selalu tampil sempurna (menurut kacamata manusia). Rasanya enggak boleh ada celah sedikitpun, padahal figur pun sama seperti para netizen–mereka manusia.

Saya yakin, kemungkinan muncul sanggahan seperti ini. “Loh, dia ‘kan figur dan tugasnya dikonsumsi oleh umum. Kalau enggak mau dikritik jangan jadi figur dong!” tentu pernyataan itu enggak salah, hanya saja kalau memang si netizen itu enggak suka mengapa enggak diam saja? Duduk manis dan skip kalau memang “benci” dengan beberapa unggahannya. Beres toh? Enggak perlu ngegas apalagi mengucapkan ujaran kebencian dan melontarkan kalimat-kalimat yang bisa menjurus pada perundungan (bullying).

Tahu enggak sih, apa akibat dari perundungan (bullying) ini?  beberapa akibat dari kasus bullying yang dialami korbannya adalah dihantui rasa takut, tidak nyaman, kurang percaya diri, tidak bisa mempercayai orang lain, bahkan ada yang menyakiti diri sendiri serta lainnya. 

Dampaknya enggak main-main loh! Jadi tolonglah, adakalanya bagi kalian mungkin ucapan itu hanya candaan, tapi bagi mereka bukan sekadar itu. Mereka butuh waktu yang lama dan jangka panjang untuk pulih dan kembali sembuh dari berbagai ujaran dan tingkah kalian–wahai para netizen!

Anyway, ini juga pengingat untuk saya supaya tidak semena-mena. Sebab saya pun bukan orang baik. Saya hanya ingin berbagi persepsi mengenai kasus bullying dari media sosial. Sebab kisah dari salah satu istri figur Indonesia ini, saya menjadi belajar tentang penerimaan dan motivasi untuk lebih mencintai diri sendiri. 


Identitas buku

Judul : Imperfect

Pengarang : Meira Anastasia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : I, 2018

Tempat Terbit : Jakarta

Tebal : ±  172 hlm.


Meira Anastasia seorang istri dari komika Ernest Prakasa. Dia lahir di Pematang Siantar pada 1983. Meira yang kerap disapa Mamak ini merupakan ibu dari dua orang anak. Meira cukup aktif di media sosial @meiranastasia yang membagikan tutorial olahraga dan berbagi curhat. Selain menulis buku, dia juga kerap berkolaborasi dengan sang suami dalam beberapa projek seperti: Cek Toko Sebelah, Milly & Mamet dan Susah Sinyal.

Review Imperfect karya Meira Anastasia

Secara singkat Imperfect karya Meira Anastasia adalah kumpulan cerita suka duka Meira tentang kegelisahannya terhadap diri sendiri; yang tanpa sengaja terdekte oleh persepsi orang lain. Seperti halnya judul Imperfect–ungkapan enggak sempura itulah yang cukup membanjiri pikiran ibu dua orang anak tersebut. Sebab tanpa dipungkiri untuk jadi seorang istri public figure pun dapat sorotan dari berbagai pihak terutama para netizen yang budiman.

Dalam unggahannya di media sosial, Meira kerap mendapatkan perlakuan kurang mengenakkan. Dia mendapatkan perlakuan tersebut sebab enggak sesuai dengan ekspektasi netizen yang beranggapan seharusnya istri seorang public figure tampil sempurna. Bukan seperti Meira yang seperti saat itu, tampil apa adanya dengan rambut pendek, tubuh yang katanya enggak semampai, kulit lebih gelap dengan gaya berpakaian yang begitu-begitu saja dan lainnya. 

Jikalau mendapatkan komentar demikian, memangnya siapa sih yang mentalnya enggak down? Apalagi menurut saya hal tersebut sudah menjurus kepada salah satu bentuk perundungan.

Pada situasi demikian, Meira mencoba mengubah dirinya dengan beberapa cara yang awalnya tentu enggak mudah. Dari operasi hingga hal sederhana yakni melakukan olahraga. Siapa sih yang enggak mengerti olahraga?

Setelah berdrama-drama tentang operasi yang dialaminya, Meira memutuskan me time dengan berolahraga. Meskipun membutuhkan waktu yang enggak sebentar, olahraga mampu mengatasi beberapa bentuk kegelisahan Meira (entah saya baca dimana lupa sumbernya, tapi salah satu manfaat dari olahraga adalah mengatasi emosi dan membuat perasaan lebih bahagia. It’s true, saya mengalaminya. Jika sudah suntuk dan penat, biasanya saya gunakan untuk olahraga mekipun itu hanya di dalam rumah. Eh ingat, stay at home!)

Lantas, apakah pada kasus ini Meira mampu menghadapi berbagai komentar dari netizen seperti sebelumnya?

Tentu kini dia mampu mengatasinya meski enggak sepenuhnya. Sebab memulihkan luka dari perundungan itu enggak mudah. Namun yang terpenting, sang penulis ‘kan sudah tahu cara untuk menyenangkan diri sendiri. Menurut saya itu merupakan salah satu jalan keluar penulis dalam menemukan kebahagiaan versinya.

Akan tetapi dibalik semua itu, ada satu komponen pentingnya–niat, berubah untuk diri sendiri. Sebab karena keinginan sendiri tidak akan timbul keterpaksaan.

“Aku tidak pernah setuju dengan orang yang ingin berubah karena dan untuk orang lain, bukan benar-benar untuk dirinya sendiri” (Meira, 2018:29). Dengan begitu olahraga pun bisa dilakukan jangka panjang, tanpa adanya keluh kesah dan tetek bengeknya.

You know-lah sebuah proses itu enggak instan. Proses itu biasanya lambat, pelan, bertahap dan kadang-kadang mundur. Kemudian saat kita mencoba menerima sebuah kekurangan atau ketidaksempurnaan malah bisa membuat sumber kekuatan. Sebab kita pun berhak memilih bahagia yang seperti apa. Toh, manusia dianugerahi dua kacamata dari sudut positif ataupun negatif. Sekarang tinggal memilih, dari kacamata mana ingin melihat isi seluruh semesta.

  

5 Novel dengan Tema Terbaik karya Tere Liye, sudah pernah baca?

Siapa sih yang enggak tahu Tere Liye? Penulis kelahiran Sumatra ini termasuk salah satu penulis besar Indonesia. Karya-karyanya banyak digandrungi berbagai kalangan. Sehingga tak ayal bila sering kali Tere Liye dinobatkan sebagai penulis bestseller loh!

Karya-karya dari Tere Liye enggak melulu soal hal-hal mellow yang kerap kali betebaran di media sosial. Lebih dari itu, banyak yang isinya sarat makna kehidupan yang bisa kalian renungkan.

5 Novel dengan Tema Terbaik karya Tere Liye

Dari puluhan buku yang ditulis Tere Liye, ada 5 rekomendasi novel dengan tema terbaik yang wajib kalian baca!


5. Serial Bumi: Petualangan Dunia Paralel Raib, Seli dan Ali 

Serial Bumi adalah novel fantasi remaja petualangan dunia paralel dengan tokoh utama Raib, Seli dan Ali. Mereka berpetualang melintasi dunia paralel untuk menjaga keserasian antarklan; baik klan Bumi, Bulan, dan lainnya. 

Novel ini memang ditujukan untuk kalangan remaja, tapi tidak menuntut kemungkinan kalian juga membaca buku ini. Sebab banyak juga loh, kalangan usia dewasa yang masih mengikuti novel serial ini.

Kini, Serial Bumi telah merilis sebelas novel yang diantaranya Novel Bumi, Bulan, Matahari, Bintang, Ceros & Batozar, Komet, Komet Minor, Selena, Nebula, Si Putih dan Lumpu. Fyi, tentu saja petualangan Raib dkk masih panjang. Sebab Bang Tere sendiri telah membocorkan garis besar cerita yang akan berakhir di Novel Aldebaran.

Kabar gembira lainnya, dalam waktu dekat Bang Tere akan merilis kelanjutan novel serial ini berjudul “Bibi Gill”. Wahh, enggak sabar ingin segera baca, hehe. Bagaimana dengan kalian?

 

4. Pergi

Novel Pergi juga salah satu novel seri aksi-petualangan dari Bang Tere. Berbeda dengan Serial Bumi, Pergi lebih kepada pencarian diri dengan dilatarbelakangi tema ekonomi-politik.

Bujang, namanya si tokoh utama dalam novel ini. Dia seorang pemuda cerdas dan tangguh yang berhasil mengambil alih kekuasaan dan menjadi penentu haluan shadow economy. Btw bagi yang belum tahu shadow economy ini semacam black market–yang berurusan mengenai pencucian uang, persenjataan dll.

Sebagai penentu haluan shadow economy tentu tidak mudah, banyak halang rintang, baik yang berurusan dengan para keluarga lain atau penghianatan dari dalam keluarga sendiri. Apalagi permasalahan hatinya dengan Maria.  Itulah mengapa perjalanan pencarian diri Bujang atau Si Babi Hutan sangat ditunggu-tunggu oleh pembaca setia sampai saat ini.

Fyi, Novel Pergi adalah novel keempat dari serial aksi yang terdiri dari Novel Negeri Di Ujung Tanduk, Negeri Para Bedebah, Pulang, Pergi, dan Gnalup-Pergi (Pulang-Pergi). Ehem! Saya dapat bocoran lagi nih, novel kelanjutan dari Gnalup-Pergi berjudul Bedebah di Ujung Tanduk; semoga segera diliris, hehe.

 

3. Selamat Tinggal

Selamat Tinggal ini merupakan novel urutan ketiga sebagai rekomendasi tema terbaik karya Tere Liye. Why? Ada tiga pokok bahasan yang cukup menarik. Pertama, tentang perjalan tokoh utama Sintong dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Kedua, tentang latar belakang seorang penulis kritis yang kini terlupakan; dan ketiga kritik tentang pembajak buku.

Dari karyanya ini Bang Tere mencoba mengkritik fenomena tentang pembajakan buku yang cukup marak di tengah pandemi tahun lalu. Eh, bukan tahun lalu saja sih, tapi pembajakan buku yang belum bisa terselesaikan hingga saat ini.

Meski secara garis besar  Selamat Tinggal menceritakan tentang perjalanan Sintong Tinggal dalam menyelesaikan tugas akhirnya, tapi penambahan topik tentang pembajakan buku yang berelevansi dengan kehidupan Sintong cukup menarik perhatian. Dalam novel dikisahkan Sintong seorang penjual buku bajakan yang telah insaf, hehe.

Selain itu, dari Novel Selamat Tinggal kalian bisa belajar tentang sejarah. Utamanya tentang kisah perjalanan Sutan Pane yang kini hilang tanpa jejak. Siapa itu Sutan Pane?

Beliau seorang penulis multigenre yang begitu kritis. Tulisan-tulisan Sutan Pane sangat inspiratif, nasionalis dan tidak timpang sebelah; selama tidak melanggar prinsip-prinsipnya.

Dari penambahan topik tentang Sutan Pane, saya menjadi berasumsi bila sang penulis mencoba menyebarkan kembali semangat juang nasionalis kepada para pembacanya. Khususnya kritis dalam literasi–supaya tidak melahap mentah-mentah berita yang bertebaran di media sosial.


2. Rindu

Novel Rindu–menjadi salah satu novel yang memberikan gambaran tentang masa lalu. Terutama perjalan haji di tahun 1938. Dalam novel ini terdapat banyak tokoh seperti Gurutta, Ambo Uleng, Daeng Andipati, Anna, Elsa, Istri Daeng Andipati, Meneer Houten, Chef Lars, Sergeant Lucas, Kaptain Phillips, Dale, Mbah Kakung Slamet, Mbah Putri Slamet, Ruben, Bapak Soerjaningrat, Bapak Mangoenkoesoemo, Bonda Upe, Suami Bonda Upe; yang tentunya dengan persoalan yang berbeda-beda.

Dari sekian tokoh, kisah yang mengharukan tentang Mbah Kakung Slamet dan Mbah Putri Slamet. Sepasang kakek nenek ini meninggal dalam keberangkatan dan pulang dari Makkah.

Btw setting dan latar dari novel ini sangat kompleks, sehingga terilustrasi sangat nyata. Apalagi diselingi dengan persoalan atau konflik tokoh yang penuh intrik dan plottwist. Bagi saya Novel Rindu mendapat dua jempol karena selain bertema religi masa lalu juga diselingi setting dan latar di tahun sebelum kemerdekaan yang sangat apik.


 

1. Dia kakakku (Bidadari-Bidadari Surga)

Dia Kakakku merupakan novel yang bercerita tentang perjuangan seorang kakak bernama Laisa. Novel bertema keluarga ini, menggambarkan keluarga sederhana yang sejatinya penuh lika-liku.

Kisah lika-liku tersebut berawal dari siapa dan mengapa Laisa bisa menjadi bagian keluarganya. Memang benar Laisa bukan kakak kandung dari keempat adiknya, tapi dengan ikhlas memperjuangkan kesejahteraan mereka sampai sukses.

Meski pada akhirnya, Laisa tidak bisa bersama mereka lagi karena penyakit yang dideritanya. Namun bagi Laisa adik-adik dan keluarganya adalah segalanya. Dia seperti tidak menyesal telah menjadi tameng bagi mereka.

Well itulah novel-novel  rekomendari dari saya, adakah novel-novel di atas yang pernah kalian baca? Lalu bangaimana kesan dan pesannya?


Enggak Salah Kok, Wanita Punya Cita-Cita! (Review Novel Catatan Juang karya Fiersa Besari)


“Apapun yang kamu lakukan, bagikan kebahagiaan untuk orang lain. Jangan disimpan sendiri.”

Siapa sih yang enggak tahu Fiersa Besari?

Saya pribadi tahu Bang Fiersa setelah membaca buku kumpulan senandika yang berjudul “Garis Waktu”. Setelah itu sedikit mencari informasi, ternyata selain menulis buku juga sebagai musisi dan konten kreator yang suka naik gunung.

Sejujurnya saya belum tahu, apakah Catatan Juang ini merupakan novel pertama atau kesekian. Saya tertarik membaca novel ini setelah Bang Fiersa mengunggah video tentang lomba membaca kutipan novel. Sudah lama ingin baca dan bersyukur bisa menuntaskannya. Ternyata saya pun tidak menyesal. 

Review Novel Catatan Juang karya Fiersa Besari


Identitas buku

Judul Novel : Catatan Juang

Pengarang : Fiersa Besari

Penerbit : Mediakita

Cetakan : I, 2017

Tempat Terbit : Jakarta

Tebal : ± vi + 306 hlm.


Catatan Juang bercerita tentang seorang wanita bernama Kasuari yang terbelenggu untuk mewujudkan cita-citanya sebagai sinematografer  atau mengikuti tuntutan hidup  dengan bekerja selayaknya wanita pada umumnya. Sebab sebagai anak sulung, kadang perlu mengalahkan ego untuk membantu dan meringankan beban orang tua; terlebih kali ini ayah Suar sedang sakit-sakitan.

Meskipun dia telah bekerja sebagai sales asuransi di kota provinsi, tapi keinginannya belum pudar. Namun kini, dia seperti tidak semangat bekerja. Beberapa kali pula dapat teguran atasan akibat kinerjanya yang menurun. Akan tetapi Suar belum bisa membuat keputusan, sebagai tulang punggung keluarga dia masih mempertimbangkan banyak hal.

Dalam kedilemaannya tersebut, Suar menemukan sebuat buku yang berisi catatan-catatan indah dan inspiratif tentang hidup. Dia menemukan buku tanpa identitas bersampul merah dalam angkot saat berangkat bekerja. Anehnya buku itu begitu memiliki daya tarik yang membuat Suar ingin terus membacanya. Bahkan dari isi buku tersebut, Suar mendapatkan banyak pencerahan tentang tujuan hidupnya. Suar terus bertanya-tanya, siapakah pemilik buku tersebut?

Setelah banyak menimbang, akhirnya Suar memutuskan berhenti bekerja. Dia juga pulang ke tempat kelahirannya di Desa Utara. Suar yang awalnya ragu-ragu ingin menggapai mimpinya tersebut, merasa sangat antusias setelah mendapat restu dari keluarga.

Beberapa hari di Desa Utara, Suar mendapatkan ide untuk projek film pendek pertamanya. Dia ingin menganggkat kisah tentang eksploitasi alam yang sangat berdampak pada perkembangan pertanian juga kelestarian alam. Setelah mendapatkan ide itu, dia langsung mengajak kedua temannya dalam mengerjakan projek ini–yang berupa film dokumenter.

Penggarapan film dokumenter kali ini tidak mudah, sebab ada keterkaitan dengan pihak pemerintah setempat. Dulu, masyarakat telah menolak pembangunan pabrik di kawasan tersebut, tapi entah mengapa proyek itu kini dijalankan dan malah mendapat izin dari pemerintah setempat. Film dokumenter Suar ini tentu saja cukup berbahaya, tapi mereka tidak menyerah begitu saja. Bagi mereka, pantang mundur demi keadilan dan kesejahteraan masyakarat.

Setelah jatuh bangun, film dokumenter tersebut berhasil ditonton jutaan masyarakat pengguna media sosial. Eksploitasi alam berhasil dihentikan dan pihak-pihak “nakal’’ mendapat ganjarannya. Begitu pun Suar, dia berhasil mewujudkan mimpinya.

Lalu bagaimana dengan nasib buku bersampul merah tempat Suar menanggalkan mimpinya itu?

Buku bersampul merah yang menjadi sumber energi Suar, telah kembali kepada pemiliknya. Meskipun bukan pemilik aslinya. Buku itu ditulis oleh Juang Astrajingga dan dikembalikan kepada adiknya untuk diterbitkan. Katanya, Juang Astrajingga meninggal saat menjadi relawan di Gunung Sinabung. Meski demikian, pemikiran-pemikirannya tetap abadi dan amat menginspirasi.

Well, Catatan Juang bagi saya cukup unik. Selain belajar dari catatan-catatan Juang dan perjuangan Suar menggapai mimpinya, buku ini juga menyinggung tentang pelestarian alam. Itung-itung menambah wawasan dan pemahaman betapa penting kelestarian alam untuk makhluk hidup juga keserasian semesta.

Kita hidup enggak hanya manusia saja ‘kan? Hewan dan tumbuhan turut andil menyelaraskan kehidupan di bumi. So, jangan asal sikut-menyikut jika sama-sama makhluk hidup. Bukankah bila berdampingan lebih nyaman? Apalagi bergandengan? *eh! ^-^

Satu hal lagi, saya suka karakter Suar dan persoalannya. Saya bukan orang yang penganut paham feminis atau paham-paham lainnya. Akan  tetapi, bila  ada yang “sedikit menyinggung perihal wanita” rasanya pun kadang tidak terima. 

Toh, perihal wanita zaman sekarang dengan zaman dulu sudah tidak sama. Kadang saya suka gereget, bila masih ada orang-orang yang sok tahu tentang wanita dan yang mengganggap wanita “sebatas begini”. Hei, kami juga punya hak untuk berdiri di kaki sendiri! Tidak senangkah kalian bila kami merdeka? Wahai paraaa... *eh para siapa? Hehe.

Kisah Tragis Dua Sahabat (Review Of Mice and Man karya John Steinbeck)


Of Mice and Men (Tikus dan Manusia) karya John Steinbeck diterbitkan pada tahun 1937. Novel ini berdasarkan cerita pengalaman Steinbeck saat bekerja sebagai pekerja pertanian migran saat remaja di tahun 1910-an.

Ada yang menganggap Novel Of Mice and Men cukup vulgar dan ada beberapa yang menganggap rasis. Akibatnya buku ini pernah masuk dalam daftar buku paling ditantang oleh Asosiasi Perpustakaan Amerika. Namun dari berbagai kontroversinya tersebut, novel ini masih digunakan sebagai salah satu referensi pembelajaran di sekolah. 

Review Novel Of Mice and Men karya John Steinbeck


Identitas buku

Judul buku : Of Mice and Men (Tikus dan Manusia)

Pengarang : John Steinbeck

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Pertama, 2016

Tebal : ± 143 hlm.


Of Mice and Men bercerita tentang George Milton dan Lennie Small yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari pekerjaan. Kedua tokoh ini cukup unik, mereka mempunyai perbedaan yang cukup mencolok. George Milton digambarkan seorang yang cerdas, tapi tidak berpendidikan dan bertubuh kecil. Lennie Small merupakan pria kuat, tapi cacat mental dan dia bertubuh besar. 

Mereka adalah dua sahabat yang sedang mencari pekerjaan di peternakan. Mereka mempunyai mimpi untuk menetap (membeli tanah) dan memelihara hewan peternakan sendiri. Oleh sebab itulah keduanya sangat gila pada pekerjaan. Namun pada kenyataannya tidak semudah itu.

Sebenarnya ada alasan mereka terus berpindah tempat kerja.  Semua itu dikarenakan perbuatan Lennie. Di tempat kerja sebelumnya, Lennie meraih rok seorang wanita muda dan tidak mau melepaskannya, sehingga membuat wanita dan orang-orang salah paham yang menganggap Lennie tengah melakukan pelecehan seksual. 

Padahal you know-lah meski terlihat sebagai lelaki normal (secara fisik), tapi sejatinya secara mental Lennie tidak seperti itu. Dia terkesan sangat polos seperti anak kecil. Bagi Lennie dia hanya menyukai rok wanita itu karena lucu dan tidak mempunyai niatan lain. George yang mengetahui hal itu langsung membawa kabur Lennie karena takut diamuk massa dan khawatir Lennie akan membalas. Sebab Lennie yang sangat kuat bisa membahayakan orang lain.

Seperti halnya kejadian di tempat barunya kini. Saat itu Lennie sedang berada di kandang kuda melihat beberapa anak anjing peliharaannya dan tanpa sengaja Lennie membunuh salah satu anak anjing karena terlalu kuat mengelus kepalanya. Lennie yang tersadar anak anjing telah mati merasa ketakutan. 

Dia takut George marah dan takut tidak diizinkan untuk memelihara kelinci jika kelak mempunyai peternakan sendiri. Walhasil dia berupaya memanipulasi keadaan, tapi tiba-tiba Istri Curley (menantu pemilik peternakan) masuk dan menyadari apa yang sedang terjadi pada Lennie dan anak anjing itu.

Lennie gelisah dan Istri Curley mulai menenangkannya (fyi, sebenarnya dia ini wanita yang cukup berani menggoda para pekerja. Bila diibaratkan hewan, dia ini seperti ulat bulu yang gatalnya luar biasa). Dia menawarkan Lennie untuk mengelus kepalanya (btw, Lennie mempunyai kebiasaan mengelus kepala hewan). Tentu saja Lennie senang karena telah mendapat izin. Namun lama-lama Istri Curley panik dan mulai berteriak setelah Lennie terlalu kuat mengelus kepalanya.

Lennie yang mendengar teriakan Istri Curley langsung gelagapan, takut para pekerja ke kandang dan tahu bila dia telah membunuh anak anjing. Walhasil, Lennie membekap mulut Istri Curley dengan sangat kuat. Heem, endingnya sudah tahulah yaaa... Istri Curley meninggal karena tidak bisa bernapas.

Lagi-lagi Lennie kalang kabut setelah menyadari Istri Curley tidak lagi bernyawa. Sebelum para pekerja menyadari perbuatannya, dia melarikan diri ke tempat yang pernah dijanjikan bersama George; di tepi sungai–tempat rahasia mereka jika ada masalah di tempat kerja.

Setelah para pekerja tahu Istri Curley meninggal, tanpa berpikir panjang mereka langsung mencari Lennie. Mereka menuduh Lennie bukan tanpa alasan. Sebab Lennie satu-satunya orang yang tidak mengikuti kegiatan atau perkumpulan para pekerja. 

George yang mengetahui pun terkejut bukan kepayang. Karena tidak ingin disalahpahami terlibat dalam kejadian ini, George menyusun rencana sendiri. Dia pun ikut berpura-pura mencari Lennie, meski dalam benaknya berharap Lennie sedang berada di tempat yang pernah mereka janjikan.

Benar saja, Lennie berada di tepi sungai. Saat George datang Lennie mencoba menjelaskan telah melakukan perbuatan buruk lagi. Namun George tidak menyalahkan Lennie. Lantas di sana mereka kembali membicarakan mimpi-mimpi mereka untuk membeli lahan dan mengurus peternakan. Akan tetapi di detik-detik para pekerja menuju sungai itu, George menodongkan pistolnya ke Lennie yang tengah menatap tepi sungai. Saat George melepaskan satu tembakan, para pekerja muncul dan melihat Lennie sudah tergeletak.

Well, sejujurnya saya cukup bingung dengan George yang menodongkan pistolnya kepada Lennie juga alibinya yang mengatakan bila Lennie yang mencuri pistol salah satu pekerja. Bukankah selama ini George yang mengatasi segala masalah Lennie, bahkan melindunginya? Selain itu, dia jugalah yang begitu tahu karakternya?

Dari tindakan ini saya memiliki dua asumsi. Pertama, George ingin tetap bertahan di peternakan dan bisa dipercaya pekerja lainnya. Sebab cerita ini dilatarbelakangi oleh tragedi pada masa-masa depresi besar di California. Ada kemungkinan bila George terlalu lelah dengan kelakuan-kelakuan Lennie, sehingga dia mencoba menyelamatkan diri dan bertahan hidup dalam kerasnya keadaan saat itu.

Asumsi kedua, George tidak ingin orang lain menyakiti Lennie. Dia masih melindungi Lennie agar terhindar dari amukan Curley dan para pekerja. Sebab saat tahu istrinya tewas, Curley  marah besar. Bisa saja bagi George lebih baik Lennie mati ditangannya daripada di tangan para pekerja. 

Di sisi lain, saya cukup terharu ketika George memperkenalkan Lennie kepada bos dan mengatakan bahwa Lennie merupakan pekerja yang baik meski tidak cerdas. Dari beberapa peristiwa dan cara George melindungi Lennie, saya berpendapat bila sebenarnya pun George begitu tulus bersahabat dengan Lennie. Kedua sahabat ini orang baik, tapi situasi yang tidak mendukung mereka.

Saya pun bersependapat dengan  beberapa pendapat yang mengatakan novel ini cukup vulgar dan rasis. Ada beberapa bagian yang ‘mengadegankan’ kedua kontroversi tersebut, terutama pada perbedaan warna kulit. Selain itu novel ini masih menggambarkan sistem yang kaya yang berkuasa. Bisa dikatakan novel ini mengkritik  kesenjangan sosial yang cukup kentara pada masa itu. 

Melangkah di Juli yang Deras


Bulan Juli dan kisahnya–adalah cerita paling komplit yang pernah kuingat dalam hidup. Bukan karena sudah berlalu, tapi ada berbagai hal yang berhasil membawa diri ini melangkah menjadi manusia yang ‘cukup’ berarti. 

Kupikir, sudah waktunya untuk menghela napas. Setidaknya sekali untuk mengucapkan syukur yang tiada terkira. Meskipun belum sepenuhnya pulih, aku menemukan satu titik terang yang paling berkilauan. Bahwa Tuhan itu nyata dan ada.

Melangkah di Juli yang Deras

Bukan, bukannya aku bermaksud tidak menyakini-Nya. Hanya saja, adakalanya aku mempertanyakan keberadaan Tuhan. Adakalanya bergelut dan menyusuri untuk meyakinkan diri yang masih plin-plan. Sebab sebagai manusia; masih saja merasa congkak terhadap Tuhan, padahal apalah dayaku tanpa-Nya? 

Bulan Juli dan kisahnya yang terbungkus rapi walau rumit ini, aku belajar dan bercermin darinya. Dari beberapa waktu yang terlewati, aku baru menyadari banyak hal yang mesti disyukuri. Seperti cuplikan tawa, rentetan sakit, helaan lelah dan dekapan takut. Namun satu hal yang paling membekas; sebuah penerimaan menjadi apa adanya sebagai manusia.

Bodohnya, aku sempat ragu pada diri sendiri. Sempat termakan persepsi yang selalu memojokkan diri. Padahal semua itu hanyalah asumsi. Tidak ada esensi yang melatarbelakangi mengapa berpikiran demikian. Namun ada kemungkinan akibat sudah penat dengan keadaan dunia yang tidak lagi sehat. Tentu saja, aku tidak akan menyalahkan keadaan. Ini hanyalah salah pahamanku dalam membaca situasi dan ketidakmampuan mengakrabinya. Ada kemungkinan aku masih perlu beradaptasi.

Adakalanya pula aku perlu melepaskan. Jika kuingat kembali, banyak hal yang tak perlu bersamaku dalam hidup ini. Seperti halnya ingatan yang seharusnya memang hanya mejadi sebatas kenangan saja. Tidak perlu diotak-atik, biarkan dia menjadi bingkisan antik yang terpatri di tempat asalnya. Dari awal sampai ingatan itu berhenti berputar, biarkan dia tetap hidup. Sebab ingatan, hanya bisa abadi dan terkenang di sana.

Lantas jikapun berkenan, aku tahu bila perlu menerima apa-apa yang ada dan datang. Ya, sebatas menerima bukan malah berniat melupakan. Jika begitu, bukankah sia-sia saja? Aku pernah mendengar entah dari siapa; bila mencoba melupakan maka akan semakin mengingatnya. Jikakalau begitu, bisa jadi menerima adalah satu-satunya obat untuk berdamai dengan segala. 

Setelah itu, bukankah aku bisa kembali membuka kesempatan bagi hal lainnya? Bila urusanku dengan yang sudah lalu selesai, ada langkah yang perlu kuambil untuk perjalanan selanjutnya. Sejujurnya aku tak sungguh-sungguh meminta untuk pulih. Sebab sudahlah, masih banyak hal yang perlu kupahami dari berbagai luka yang belum sembuh ini. Aku pun tak sekadar ingin pulih, sepertinya menyadarkan diri sendiri lebih utama daripada menyalahkan keadaan dari masa lalu.

Dari bulan Juli dan kisahnya–aku berterima kasih, terlebih kepada Tuhan. Aku mensyukuri segala nikmat dan karunia yang telah Kau berikan.